Ali

2.2K 244 2
                                    

BRAAK!

Ali mengerjap-ngerjap, suara yang mengagetkan itu berhasil membangunkannya. Dalam hati ia mengeluh, tengah malam begini ada saja hal aneh. Ali mengucek matanya dan mencoba tidur lagi.

Selama beberapa saat keheningan luar biasa menemaninya. Sampai-sampai Ali harus mengeluh untuk kedua kali karena seseorang membangunkannya.

"Li, bangun, Li!"

Ali memejamkan mata semakin rapat dan menutupi wajahnya dengan guling.

"Li." Seseorang memanggilnya. Ali kini semakin meringkuk, malas menanggapi. "ALI!" Harrir memukul tubuh Ali dengan kedua tangannya. Ali pun menyingkirkan guling dan mengedikkan dagu, matanya  begitu merah karena kantuk.

Harrir terlihat nyengir seperti menahan sesuatu. "Kebelet..."

Ali mendelik dan merebahkan lagi tubuhnya di kasur. "Penakut," komennya singkat.

"Gak gitu, jal." Harrir menarik-narik tangan Ali yang terkulai. "Buruan anter gw."

"Ogah," sahut Ali judes.

"Li," Harrir berharap. "Li atuh anter."

Ali tak menanggapi. Ia sengaja mengundang tidurnya datang lagi. Ali tak mau repot-repot mengantar Harrir ke kamar mandi padahal jaraknya begitu dekat.

Ali mengamuk dalam diam, tubuhnya bergerak-gerak cepat mengungkapkan kekesalannya. Tangannya mengucek mata dengan kasar. "ARKHHRRK!" erang Ali sebal, ia pun duduk. "Manja!"

Harrir hanya cengengesan melihat sepupunya kesal seperti itu. "Yang ikhlas dong," kata Harrir. Ali hanya mendelik, tidak senang tidurnya diganggu hanya untuk mengantar Harrir ke toilet.

Mereka sampai di lorong. Harrir sempat menoleh sekali ke arah ruang tengah yang senyap seperti hutan belantara. Ali enggan menoleh ke sana karena ia tak sengaja melihat sesuatu yang terang berkedip.

Jangan halu, Li. Ali memperingati dirinya sendiri.

"Tungguin di sini," kata Harrir saat mereka sampai di ujung lorong.

"Iya bawel. Buruan!" Ali tak sabar. Harrir masuk ke dalam toilet di depan Ali dan menutup pintunya.

Saat mendengar air keran mengucur deras, Ali diam-diam menutup pintu kamar mandi yang satunya. Ada hawa tak beres yang terasa dari sana.

Hawa-hawa bibir-bibirmu. Meskipun begitu, Ali merasa tak nyaman jika harus menunggu Harrir dengan satu pintu kamar mandi terbuka seperti itu.

Ali menyandarkan punggung ke dinding yang dingin. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. Kepalanya menengadah sambil sesekali menutup ngantuk.

Ali membuka matanya yang memperlihatkan pemandangan buram. Ia tak memakai kacamata minusnya, hal itu semakin membuat Ali ingin tidur secepatnya.

Harrir terdengar bersenandung kecil di dalam kamar mandi. Ali mensyukuri hal itu, suasana sepi di rumah Pak Aki menjadi tidak terlalu menegangkan baginya. Sebenarnya, sedari tadi Ali melawan pikirannya sendiri. Sugesti-sugesti seperti mendengar semprotan dari arah ruang tamu dan suara Harrir yang memanggil Pak Aki memenuhi kepalanya.

Ali bersandar kembali sambil berkata, "A masih lama? Buang hajat, lu?" tanyanya seraya memejamkan mata.

"Ya Allah kebelet!"

Ali membuka mata sekaligus. Kepalanya bergerak ke sebelah kiri, ada Harrir yang baru saja sampai di sana--setengah berlari-- ekspresinya sudah tak karuan.

"Di dalem kamar mandi siapa?" tanya Harrir. Walau matanya minus, tapi Ali sangat tahu itu benar-benar sosok Harrir yang berdiri agak membungkuk menahan kebelet.

Ali menegakkan tubuh, lalu menunjuk pintu kamar mandi dan Harrir di depannya bergantian. "What the f--"

Air keran berhenti mengalir. "Siapa, Li?" suara Harrir dari dalam sana membuat Ali terhenyak.

"Eh? Itu siapa?" Harrir di depan Ali menatap tajam ke pintu kamar mandi.

"Itu siapa woy?!" Harrir di kamar mandi kembali bersuara, terdengar panik.

Harrir di depan Ali menunjuk dirinya sendiri, bertanya tanpa kata.

Ali menggeleng pelan, semakin lama semakin cepat. Tak pikir lama, Ali melesat pergi. Ia berlari sangat kencang meninggalkan Harrir di kamar mandi dan Harrir yang baru saja menghampirinya.

Gak! Gak mungkin! Gila! Enggak! Edan!!!! Ali berteriak-teriak dalam hati.

Ia masuk ke kamar, menutup pintu dengan kencang dan langsung lompat ke atas kasur. Tak peduli dengan sepupunya yang lain bila terbangun sebab kebisingannya. Ali hanya fokus untuk menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.

Nafasnya naik turun, ia tersengal-sengal. Ali tak percaya mengalami kejadian tak masuk akal seperti itu. Saat ia berlari ke kamar, ia tak melihat Harrir ada di sana.

Berarti... Salah satu di antara mereka ada Harrir yang asli...

KRIEETT...

Pintu kamar terbuka. Ali membeku. Ia melotot waspada, menunggu siapa gerangan yang masuk ke dalam kamar.

Tubuhnya yang tegang bisa merasakan seseorang mulai merebahkan diri di sebelahnya. Suara selimut ditarik menandakan ada Harrir yang hendak melanjutkan tidurnya.

Ali bingung apakah harus lega atau semakin takut. Hanya saja.... Ia tak yakin Harrir yang mana yang kini terlelap di sebelahnya.




BELASUNGKAWA [COMPLETED]Where stories live. Discover now