Mehri

2.5K 244 4
                                    

"Ada-ada aja si Abang." Mehri menutup pintu kamar setelah melihat Jawad yang sedang mengigau karena mimpi buruk. Mehri yang cuek pun memilih untuk kembali duduk di atas karpet di sebelah ranjang tanpa kasur. Tangannya meraih kembali laptop yang sedari tadi menampakkan aplikasi musik dan memasukkan earphone ke telinganya.

Tubuhnya sudah bersandar dengan nyaman di tembok yang terasa dingin menusuk punggungnya. Tapi, alunan lagu boyband favoritnya mengalun dan berhasil mengalihkan semua keributan di luar kamar.

Waktu menyendiri seperti ini adalah hal yang sangat dinanti oleh seorang introvert sepertinya. Sesekali ia tertawa kecil, membaca rentetan thread di Twitter yang menemani malamnya. Kamar berbentuk persegi dengan bau kayu dari ranjang di sebelahnya tidak mengurangi rasa kenyamanan untuk berselancar di sosial media sembari mendengarkan lagu kesukaan.

"Duh!" Mehri menegakkan tubuh dan menggaruk rambutnya yang tiba-tiba gatal. Selama menggaruk, ia memikirkan apakah rambutnya terkena kutu atau sebagainya. Namun, jika dipikir-pikir lagi, selama ini rambut Mehri dan rambut saudara-saudaranya yang lain tidak pernah ada yang memelihara parasit itu di kepala mereka.

Mehri mengernyit. Suaranya mengeluarkan desahan panik. Kepalanya terasa semakin gatal. Sentuhan-sentuhan  aneh seperti menggelitik kulit kepalanya yang selama ini tak pernah memiliki masalah rambut apapun.

"Aduh, Ya Allah, gatel banget!" gumamnya.

Entah bagaimana, kepalanya tiba-tiba panas dalam sekejap, seperti ditempeli handuk yang baru dicelupkan ke air hangat dan gatal itu hilang dengan perlahan.

Mehri melepaskan tangannya. "Loh? Tadi aku ngapain, ya?"

Ia seperti hilang fokus. Mehri mengerjap dan menggeleng-geleng cepat. Dalam bayangannya, ia masih ingat baru saja menggaruk kepalanya. Tapi, seperti tidak pernah melakukan hal itu.

Mehri melirik laptopnya yang mati.

Sejak kapan mati? Batinnya terus bertanya-tanya, merasa aneh dan linglung dengan apa yang baru saja menimpanya.

Bodo ah! Serunya dalam hati, lalu membuka laptopnya lagi. Ia memasang earphone yang entah kapan sudah tergeletak di atas karpet, dan mulai mencari lagu favoritnya.

Pada saat mencari, Mehri akhirnya menekan sebuah lagu korea berjudul The 7th Sense dari boyband favoritnya. Mehri tersenyum saat mendengarkan nada intro.

Mehri menikmati lagu tersebut sambil membaca liriknya. Beberapa menit berselang, entah kenapa sayup-sayup telinganya mendengar suara senandung seorang wanita di pertengahan lagu.

Mehri terkesiap dan langsung melepaskan earphone yang ia pakai. Nafasnya agak naik turun, ia tak berkedip untuk beberapa saat.

Ia yakin, kali ini tak salah dengar bahwa ia sudah mendengarkan seseorang tertawa. Mehri mengerutkan dahinya, lalu dengan memberanikan diri melepaskan kabel earphone dari laptop dan memutar lagu itu kembali.

Ia mendengarkan dengan saksama, lalu bernafas lega karena suara yang ia dengar tadi tidak muncul lagi. Namun, tak dapat dipungkiri, perasaannya menjadi tidak enak. Hawa di dalam kamar menjadi lebih dingin dan bau apek debu dan kayu terasa lebih tajam dari biasanya.

Mehri mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Atap tinggi kamar di atasnya, dengan jajaran lemari kayu yang digembok seolah menambah nuansa seram.

Mehri bersandar lagi di tembok yang  terasa lebih dingin menyentuh punggungnya. Kini, ia bisa mendengar keributan di luar kamar--Mytha yang berbincang banyak dengan Tante Aya dan Ali. Entah ada apa di luar sana, bahkan Mehri tak sempat mendengar suara dering telepon Pak Aki yang berbunyi nyaring sedari tadi. Pikirannya sudah terfokus ke suara misterius di lagu yang baru saja diputarnya.

Ia pun menatap monitor dan mulai kembali mencari thread yang sempat terjeda dibaca. Ia berusaha rileks dan berkali-kali mencoba tak menghiraukan bau kayu yang semakin lama mulai mengganggunya.

Mehri berniat menoleh ke sebelah kanan. Ia ingin memeriksa apakah ada kayu yang sudah lapuk sehingga baunya begitu menusuk. Namun, belum sampai ia menatap dengan jelas ranjang di sebelahnya, matanya sudah menangkap siluet sesuatu.

"Astaghfirullah!" serunya, kepalanya refleks menoleh lagi ke laptopnya. Matanya semakin melebar, jantungnya berdegup tak karuan.

Yang tadi dilihat itu...

Bahkan, pikiran Mehri terlalu tegang untuk melanjutkan perkiraannya. Mehri mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ingin rasanya ia berlari keluar kamar dan bergabung dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun, tubuhnya seolah enggan untuk bangkit dengan cepat. Telinganya pun tak mendengar suara ramai apapun di luar kamar. Yang ada hanyalah keheningan luar biasa dari sekitarnya.

Apa orang-orang udah pada tidur? Mehri tak sanggup membayangkan ia harus berlari ke kamar tamu yang jaraknya lumayan jauh dengan keadaan rumah dan ruangan-ruangan besar yang sepi begitu.

Mehri ingin sekali memeriksa sekali lagi sesuatu yang ia lihat tadi itu benar. Tapi, alangkah terkejutnya ia. Suara ranjang kayu berderit aneh, seolah ada sesuatu yang tengah bergerak di atasnya.

Mehri mengernyitkan wajahnya, merasa takut setengah mati, dan di satu sisi ia sangat penasaran. Rasa ingin tahunya yang tinggi sudah berhasil menggerakkan tangannya untuk membuka sebuah aplikasi di laptopnya.

Klik!

Kurang dari satu detik, wajah Mehri terpampang jelas di layar laptopnya. Ia bisa melihat dirinya sendiri tegang dan sedikit pucat.

Ia angkat benda itu menjadi lebih tinggi. Ia tekan tombol record, titik merah dengan durasi yang berjalan mulai berkedip-kedip di sisi atas layar. Mehri menghadapkan wajahnya ke sebelah kiri, sementara tangannya menggerakkan laptop agar merekam sesuatu di sebelah kanannya.

Dengan perasaan yang was-was, perlahan Mehri ikut melirik layar yang sudah memperlihatkan pemandangan ranjang kayu tanpa kasur itu.

"Hah!" Mehri terhenyak saat laptop itu perlahan menunjukkan rambut hitam kusut, panjang dan mengembang--tengah berbaring di atas ranjang. Tubuh sesuatu yang memakai baju putih kumal itu sedang menghadap tembok. Kedua kakinya meringkuk di balik kain lebar yang ia pakai. Ia berbaring membelakangi, seolah kayu-kayu itu adalah tempat yang nyaman untuk tertidur.

Mehri menahan air matanya yang akan tumpah sebentar lagi. Tatkala ia mencoba menutup layar laptopnya dalam keadaan masih merekam, tiba-tiba saja dari layar Mehri bisa melihat sesuatu mengintip dari balik rambut itu. Sebuah mata sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Mehri.

Kini gadis berusia 19 tahun itu menyadari, kepala sosok itu ternyata mengawasi dari balik helaian rambut kusut, dengan tubuhnya yang berbalik arah.

Mehri tak tahan, ia pun melempar laptop dan berlari keluar kamar secepat yang ia bisa.

Kamar telah sepi. Kamera masih menyala. Layar merekam sosok kuntilanak yang terus berbaring di sana. Hingga tak terasa, baterai laptop kian terkuras, dan mati seketika.

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Where stories live. Discover now