Jawad

2.4K 269 5
                                    

Jawad sudah masuk ke alam bawah sadarnya. Ia sudah tertidur, bahkan dari nafasnya saja terdengar nyenyak sekali. Namun, samar-samar telinganya menangkap sebuah suara. Tidak.

Banyak suara.

Suara-suara itu kian mendekati telinganya. Seperti rombongan orang yang berbicara bersamaan. Lama kelamaan, gendang telinga Jawad berhasil menangkap suara yang semakin jelas terdengar.

"Yaasiin... wal qur'aanil hakiim..."

Mata Jawad masih menutup. Kepalanya sudah memerintahkan ia untuk terbangun. Namun tubuhnya masih dalam kondisi antara setengah bangun dan tidur.

"Innaka laminal mursaliin.. 'alaa shiroothim mustaqiim.."

Perlahan, Jawad kembali sadar sepenuhnya.

"Tangziilal 'aziizir rohiim..."

Tak salah lagi. Jawad bisa menangkap bahwa yang ia dengar adalah orang-orang yang sedang membaca Yasin bersamaan.

Bacaan surat Al-Qur'an itu terus bergaung di sekitarnya. Amat dekat dengan dirinya. Bahkan kini Jawad bisa merasakan kehadiran orang-orang yang mengitarinya.

Jawad membuka mata sekaligus.

"Litungziro qoumam maaa ungziro aabaaa'uhum fa hum ghoofiluun..."

Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ada banyak pria dewasa, sekitar 40 tahun-an yang tengah membuka sebuah buku doa, tengah membaca surat Yasin dengan khidmat. Mereka duduk berjajar dengan rapih, seperti sedang melaksanakan tahlil untuk seorang mayit.

Jawad langsung terduduk begitu saja. Ia panik, nafasnya berubah pendek-pendek.
Tubuhnya tengah duduk di atas karpet. Ruangan di sekitarnya tidak asing baginya.

Ini rumah nenek...

Ia merasakan kecemasan tiba-tiba saat melihat baju yang mereka semua pakai berwarna putih, peci hitam dan sarung hitam senada.

Wajah mereka semua sama.

Kemudian, ia menoleh ke sebelah kirinya. Terlonjak saat melihat ada jenazah yang tengah ditutupi kain samping batik di sebelahnya. Kaki Jawad spontan menendang karpet, tubuhnya menjauhi jenazah itu dengan perasaan campur aduk.

Jawad mencoba berdiri, namun terduduk lagi saat kakinya terasa lemas dan tak bertenaga. Jawad mencoba mengenali siapa mereka, termasuk jenazah di sebelahnya. Namun, pikiran kalutnya tak bisa membantu apa-apa.

Jawad menutup telinganya. Tak dapat dipungkiri, surat Yasin yang dibacakan mereka semua membuat tubuhnya bergetar hebat.

Mata Jawad terpejam, tak mau melihat pemandangan itu.

"Innamaaa amruhuuu izaaa arooda syai'an ay yaquula lahuu kung fa yakuun..."

Suara orang-orang itu bergema di luar telinganya, sekaligus terdengar di dalam kepalanya. Jawad menggeleng-geleng begitu cepat, ia mulai tersiksa.

"Udah... Udah... Udah...!" suaranya begitu serak. Ia mencoba mengingat sang pencipta. Namun naas, seketika ia lupa siapa Tuhannya.

"Fa subhaanallazii biyadihii malakuutu kulli syai'iw wa ilaihi turja'uun..."

Mereka selesai membaca Yasin. Jawad menunggu adanya pergerakan dari mereka.

Tapi sayangnya, lama hening menemani. Jawad mulai berkeringat dingin. Perlahan ia buka matanya dengan tangan yang masih menutup kedua telinga.

Orang-orang itu masih ada di sana. Menatapnya. Mata mereka tak bercahaya, seperti ditutupi selaput kelabu.

Tiba-tiba, suara dengkuran kasar terdengar di sebelah Jawad. Ia terpaku. Suara mendengkur itu terdengar begitu jelas dan keras. Jawad masih bisa ingat, bahwa dengkuran itu pernah ia dengar sebelumnya.

Pak Yanto.

Mata Jawad melirik tanpa menggerakkan kepala, dan mendapati kain samping di atas jenazah sudah tersingkap.

Wajah jenazah itu terlihat jelas. Matanya melotot lebar, dengan mulut yang terus mengeluarkan busa putih bergelembung tanpa henti. Wajah Pak Yanto terlihat begitu kaku dengan kulit kering yang  mengelupas.

Perut Jawad seperti diputar, ia mual sejadi-jadinya melihat cairan dari mulut jenazah Pak Yanto.

Jawad membuka mulutnya, berusaha berteriak.

"Udaaah!!" Jawad berhasil berteriak geram, tak tahan melihat jenazah di sebelahnya, sekaligus ditatap oleh sosok-sosok itu.

Jawad menutup kepalanya dengan dua tangannya, takut melihat sesuatu yang lebih menyeramkan lagi.

Tolong aku, Tuhan.... rintih Jawad dalam hati.

"ABANG, SADAR!" Jawad langsung menoleh ke sumber suara. Matanya terbuka dan melihat Muthi berada di pintu rumah nenek, memanggilnya. Muthi hanya berdiri di sana, tidak menghampiri Jawad sama sekali.

"Abang Jawaaaaadd!!!" Nafisa berteriak di sebelah Muthi. Anak itu ikut berdiri, seolah tak bisa menggapai Jawad masuk ke dalam rumah.

Jawad ingin memanggil mereka, namun rasanya sulit sekali.

"ALLAH, BANG! ALLAAAH!" Ali berteriak dari belakang Muthi dan Nafisa.

"Allah," gumam Jawad berhasil ingat Tuhannya.

Jawad kini merasakan bau busuk jenazah di sebelahnya. Seperti aroma darah sapi yang dibiarkan berhari-hari.

Jawad pun memejamkan matanya lagi dan memanggil Tuhannya. Jawad yakin dengan sepenuh hati, bahwa ia sedang tidak berada di tempat yang semestinya. Kepalanya menghangat saat mendengar kalimat La ilaha ilallah bergaung di sekitarnya. Orang-orang itu kembali membaca doa, seolah membantunya untuk keluar dari sana.

Lalu, dengan mata yang sedikit menyipit, Jawad mencoba melirik mereka semua.

Orang-orang itu tengah berdzikir sambil memejamkan mata. Kepala mereka bersamaan bergerak ke kanan dan ke kiri. Jawad merasakan tenggorokannya tercekat saat melihat pemandangan itu.

Jenazah di sebelahnya bergerak-gerak aneh. Mayit Pak Yanto kejang begitu keras. Mengeluarkan suara erangan menyakitkan, seperti tersiksa oleh suara-suara ini.

Tiba-tiba, sebuah tangan terjulur di depan mata Jawad. Ia menengadah dan melihat Ali ada di depannya. Akhirnya Jawad berdiri dalam gandengan Ali. Tubuhnya bangkit walau kakinya seperti mati rasa. Perlahan, Ali memapah dan mereka berdua berjalan menuju pintu, mendekati Muthi dan Nafisa yang menunggu. Jawad sempat melihat yang lainnya, berdiri di teras.

Jawad dan Ali sudah sampai di luar. Tubuh Jawad terasa dihempas oleh angin yang hangat.

Tepat pada saat itu, Jawad terbangun dari mimpi buruknya. Ia sudah dikelilingi oleh semua sepupunya, termasuk Tante Aya dan Om Imam.

Tubuhnya banjir keringat dingin. Ia terbangun dan disodori air hangat, namun ia langsung menolak.

Nafasnya terengah-engah seperti baru berlari jauh. Jawad mengedarkan pandangan, orang-orang itu sudah menghilang. Tak ada lagi jenazah di sebelahnya.

Jawad masih berada di sana. Di ruang tengah rumah nenek.

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Where stories live. Discover now