Karuhun

2.3K 261 0
                                    

Para sepupu menyembunyikan tubuh dengan gelisah. Semua orang tertutupi kain yang sangat tebal. Para sepupu-termasuk Om dan Tante yang tidur di tengah-terbaring berdempetan dan meringkuk. Tidak sedikit pun mereka biarkan pandangan mata menangkap sesuatu di luar selimut. Padahal, leher dan telapak tangan sudah banjir keringat dingin. Nafas pun sedikit sesak karena minimnya udara di balik selimut. Mereka semua memberanikan diri untuk tidur bersama-sama di ruang tengah rumah Pak Aki.

Hal ini bisa sangat berisiko. Pertama, mereka sudah kedatangan "Salam Tanpa Tuan" beberapa jam yang lalu, dan kemungkinan sosok tersebut bisa saja berada di dalam rumah dan menampakkan wujudnya. Kedua, rumah Pak Aki yang sangat luas dengan langit-langit tinggi, lampu gantung besar, lukisan-lukisan kuno, dan keris yang digantung di dinding menambah kesan mistis yang sangat kuat. Dan terakhir, sosok kuntilanak yang telah sebisa mungkin diusir Muthi bisa kembali kapan saja dia mau. Sebab, Muthi pun mengakui ia tidak bisa terus terjaga dan menjaga agar jin pengganggu itu tidak datang lagi.

Harrir sudah mendengkur di kasur paling ujung dekat dengan ruang tamu. Di sebelahnya, Ali mulai kegerahan dan memilih untuk menutup mata dengan sebelah lengan. Om Imam adalah satu-satunya orang yang tidak merasa takut dan tidur terlentang tanpa beban. Tante Aya menghadap Zahra yang memeluk dirinya. Mehri terus menekan kelopak mata agar terus tertutup. Muthi melamun meneliti detail bulu-bulu selimutnya-Mytha dan Jawad saling berhadapan dengan Nafisa yang terlelap pulas di tengah-tengah mereka.

Tik.. tok.. tik.. tok...

Jam terus berdetak, memecah kesunyian malam.

Total jumlah mereka adalah 10 orang. Tidak kurang dan tidak lebih. Berkali-kali Muthi memastikan itu sebelum tidur-takut ada anggota keluarga lain yang tidak disadari.

Bayangan rumah Pak Yanto yang kini kosong melompong di sebelah rumah Pak Aki membuatnya bergidik ngeri. Ia bisa membayangkan pasti ada banyak sosok yang sekarang mendiami rumah itu.

Gimana kalau mereka nyebrang ke rumah ini?

Muthi tidak bisa menepis pikiran-pikiran buruknya itu. Semakin ia berusaha untuk berani, semakin mudah ia dilanda rasa takut. Situasi seperti ini bukanlah kegembiraan, mengingat mereka datang untuk bersenang-senang selama liburan. Namun, berita kematian tetangga dan Pak Aki yang pergi ke rumah saudara di Indramayu, menyebabkan rencana mereka semua kacau balau. Sebenarnya, mereka bisa saja tetap bermain seperti biasanya. Tetapi, teror misterius yang melanda dalam beberapa hari terakhir menghancurkan segalanya. Ditambah lagi, para warga yang mengurung diri selama beberapa hari terakhir.

Ini semua tidak logis. Tidak ada hal-hal berbau ghaib yang masuk akal. Mustahil bisa dijelaskan secara rasional. Pasti ada alasan lain mengapa kejanggalan-kejanggalan muncul secara berangsur-angsur.

Muthi tidak bisa terpejam sama sekali. Ia ingin sekali membuka selimut dan membangunkan Harrir-yang sempat mengaku melihat sosok kakek-kakek berambut putih panjang tengah duduk di dekat mimbar masjid. Ada serangkaian teka-teki yang harus dipecahkan melalui petunjuk yang ada.

Perlahan Muthi membuka selimut. Kegelapan langsung terpampang jelas di sekitarnya. Ruangan megah yang sunyi, memberikan halusinasi bahwa semua foto-foto yang tersebar di setiap dinding tengah menatapnya tajam. Semua sudah tertidur nyenyak dan suara dengkuran Harrir tidak terdengar lagi.

Muthi pun menoleh ke arah kanan. Ia mengerutkan dahi. Matanya melihat ada siluet berjubah putih yang sedang duduk membungkuk. Tubuhnya bergerak ke depan dan ke belakang secara perlahan. Muthi langsung mendorong badan untuk bangun dan jantungnya mulai berpacu. Ia mengambil ponsel dan menyalakan senter dengan cepat.

"Shit!"

Sosok berjubah itu terperanjat. Wajah Harrir yang setengah mengantuk mengerjap-ngerjap saat disodori cahaya senter. Selimut Doraemon melingkari kepalanya.

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Where stories live. Discover now