Permainan Papan

3.4K 279 9
                                    

Bruk!

Koper hitam besar milik Jawad ditaruh oleh Muthi dan Zahra di atas karpet. Jawad membuka resletingnya dan disitulah harta karun milik mereka--permainan-permainan papan yang banyak jumlahnya sebagai bekal selama liburan. Semua terkagum-kagum melihat koleksi permainan papan mereka yang kini bertambah banyak sejak liburan tahun lalu. Tidak. Maksudnya, Jawad dan Ali membeli beberapa barang baru. Liburan tahun ini, mereka menjadi donatur permainan papan. Dan semua berharap Jawad dan Ali bisa menjadi donatur tetap untuk tahun-tahun selanjutnya.

"Ok." Mytha menghela nafas, mengedarkan pandangan ke papan-papan permainan di depannya. Senyumnya muncul kembali. "Mulai dari mana?"

Harrir tersenyum dan mengangkat satu kotak bertuliskan Solid Wood Folding Mancala. "Mancala!" serunya girang.

"Basi, ah! Itu sama aja kayak main congklak," kata Muthi. Harrir mengerutkan dahi dan membuka isinya.

"Wah, iya?" sahutnya.

"Astaghfirullah apa ini?!" Ali mengangkat tinggi-tinggi sebuah kotak permainan dengan gambar empat wanita korea.

"Monopoli Blackpink itu," jawab Zahra menahan tawa. "Bagus 'kan?"

"Naha¹⁷? Perasaan Ali gak pesen yang ini," ujar Ali heran. Zahra dan Mytha ber-high five. Itu ide Zahra, dan Mytha tentu memasukkan monopoli itu ke dalam keranjang belanja di website tanpa sepengetahuan Jawad dan Ali.

"Pantesan duit gue abis," kata Jawad. Tapi tak ada yang peduli. Mereka mulai menjajarkan semua hiburan alternatif itu dan adu pandang.

"Silahkan seksi acara," kata Harrir menoleh pada Muthi.

"Ekhem." Muthi berdeham, lalu mengambil selembar kertas HVS dari dalam saku piyamanya. Di kertas itu sudah ada jadwal bermain di setiap malam. "Aku udah nulisin jadwal main kita berdasarkan hasil kocokan. Dan malam ini, kita kebagian main Werewolf sama...." Yang lain menahan nafas. Wajah Muthi berubah datar, ia menurunkan kertas dari pandangannya. "....Uno."

Semua mengeluh. Dua permainan itu sudah sering dimainkan jutaan kali oleh mereka.

"Yahh, gak ada yang lain apa? Setiap nginep main ituuuu mulu," gerutu Harrir.

Muthi menggeleng. "Kalau mau ya, voting aja sekarang."

"Lama lagi," sahut Harrir.

"Yaudah!" seru Muthi tak sabar. Ia pun melirik kertas itu lagi dan bergumam. "Malam ini Uno sama Werewolf. Dan buat besok kita main Saboteur sama Ular Tangga. Lusa, Wizards of The Coast. Malam Minggu, Uno Stacko--"

"Si Stacko didiskualifikasi," potong Jawad tegas. Muthi mengangguk sekali dan mencoret uno stacko dari daftar. Lalu Muthi pun melanjutkan membaca jadwal untuk dua minggu ke depan.

"Malam Jum'atnya kita main Scrabble dan Ouija. HAH?!" Muthi melotot. Ia merasa tidak menulis Ouija Board di daftar. Mytha, Mehri dan yang lainnya pun terkejut mendengar itu. Mereka buru-buru mencari papan yang dimaksud.

"Gak ada Ouija," ucap Zahra pelan.

"Lah, ini? Ini siapa yang nulis?" Muthi membalikkan kertas agar terlihat oleh semua orang, pulpennya menunjuk kata Ouija yang gaya tulisannya bukanlah milik Muthi.

Ketujuh sepupu saling tatap, mencurigai satu sama lain. Nafisa sibuk bermain mainan miliknya sendiri, tidak memerhatikan apa yang sedang terjadi.

"Pasti Aa yaaa?" Mytha menunjuk Harrir, matanya menyipit curiga.

Harrir yang merasa tertuduh pun menggerakkan tangannya. "Dih, enggak, enggak! Berani suer tulisan Aa mah gak bersambung kayak gitu! Ali tuh!"

"Apaan jangan asal nuduh," sahut Ali tak terima.

"Kamu beli Ouija gak?" tanya Mytha kepada suaminya.

Jawad menggeleng, dahinya berkerut. "Enggak."

"BOHONG!" teriak semua orang.

"Eeeeh dibilangin gak percaya. Orang Ouija susah dicarinya. Harus ke website luar negeri kalau mau," jelas Jawad, berusaha terlihat jujur. Tapi sungguh jelas bahwa ia sedang berakting.

"Hadeeeh, Abang!" Zahra menggerutu sebal.

"Bikin panik," sambung Mehri datar.

"Terus Ouijanya mana?" tanya Mytha, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari.

"Ada deh," jawab Jawad jujur kali ini. Sepupu tertua itu kini mendapatkan tatapan tajam dari adik-adiknya. "Yeee biar seru. Kalau gak diumpetin kita gak bakalan keliling rumah ini."

Semua tahu apa yang dimaksud Jawad. Rumah ini memiliki satu gudang yang paling dihindari oleh semua orang. Mungkin itu karena adanya satu lukisan karuhun yang membuat siapa pun yang melihatnya seolah bernyawa. Gudang itu hanyalah gudang penyimpanan biasa. Tapi, semua yakin ada sesuatu yang menakutkan diam di sana.

Akhirnya, kedelapan sepupu pun tidak berpikir jauh soal Ouija yang disembunyikan Jawad. Itu adalah salah satu trik permainan liburan mereka.

Mehri mulai mengocok kartu Werewolf dan membagikannya ke setiap orang. Mytha memeluk kartunya dan membukanya perlahan. Ia mendapatkan Sheer dan merasa senang. Ia melirik saudara yang lain, sejauh ini nampaknya tidak ada yang mencurigakan untuk memerankan Werewolf.

Nafisa sudah mengantuk, ia tertidur di pangkuan Mytha. Sedangkan kakak-kakak sepupu yang lainnya mulai ribut karena permainan yang semakin seru. Setidaknya, mereka bisa bernafas lega dan tertawa untuk meramaikan rumah yang mulai sepi lewat jam 8 malam. Tanpa pak aki dan nenek, liburan ini seperti buntu di tengah jalan.

Hingga pukul 11 malam, mereka masih berkutat dengan kartu Uno yang sebenarnya sudah dimainkan jutaan kali. Tapi, sensasinya begitu berbeda ketika Jawad memutuskan untuk membuat peraturan rumit selama bermain. Harrir terus menerus kalah, dan ia memang selalu kalah jika bermain. Wajahnya sudah dipenuhi bedak putih kental.

Permainan selesai pukul 12 malam. Semua berbaring di atas karpet, menatap langit-langit rumah yang tinggi.

"Nonton horror, yuk," ajak Zahra.

"Ishh, udah malem. Besok aja. Gak ada yang jamin Zahra berani juga." Mytha berkata, tangannya mengais Nafisa yang sudah terlelap.

Jawad mengikuti di belakangnya, menoleh sebentar ke sepupu yang lain dan memegang bahu Mytha. "Ai yang nulis Ouija di kertas siapa?"

"Apaan sih, orang kamu yang nulis. Jangan bercanda!" Mytha mencoba untuk menepis apa yang baru saja didengarnya. Pasalnya, ekspresi Jawad begitu serius dan tampak tidak main-main.

"Bukan aku," kata Jawad. Mytha hanya tertawa renyah mendengarnya. "Orang cuman naro Ouija di gudang aja. Yang nulis mah gak tahu siapa. Suer!"

"Udahlah jangan heureuy¹⁸ dulu," kata Mytha tak sabar, ia terus berjalan menuju kamar tamu.

Jawad tidak ikut melangkah dan berkata, "Demi Allah."

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Where stories live. Discover now