Abadi Bersama

3K 286 33
                                    

Situasi sekitar begitu senyap. Seolah tidak ada satu nyawa manusia pun yang hidup di sana. Rumah Pak Aki tampak lengang. Tawa ceria cucu-cucunya kini tergantikan dengan deru nafas tegang dan keringat dingin yang bercucuran.

Tidak ada yang bisa menyangka bahwa sekarang Muthi 'tidak lagi sendiri'. Setelah tidak sadarkan diri bersama Harrir dan Mehri, penglihatan terhadap dunia ghaib kedua sepupunya tiba-tiba terbuka lagi. Sebab secara tidak langsung, mereka bertigalah yang pertama kali membuka gerbang penghubung antara Pak Yanto dan cucu-cucu Pak Aki—melalui mainan-mainan itu. Perihal sihir antara Uyut Rakhmat dan ayah Pak Yanto, itu merupakan cerita lain. Hanya saja, dampak dari teror ghaib yang dikirimkan masih bisa terasa sampai sekarang karena media santetnya belum dihancurkan.

Dan jahatnya, Pak Yanto tidak berinisiatif untuk menghancurkannya. Karena... sesuai praduga ketiga sepupu tersebut, benda itu Pak Yanto jadikan tameng— jaga-jaga jika ada masalah dengan keturunan Pak Aki, ia bisa balas dendam melalui santet tersebut. Itulah mengapa Harrir sampai menghardiknya dengan Laknatullah.

Pak Aki dan nenek masih berada di Indramayu, belum selesai dengan urusan mereka. Itulah yang menyebabkan teror yang dirasakan berlipat ganda; pertama, para sepupu melanggar pantangan di kampung tersebut bahwa setiap ada dukun yang meninggal, jangan keluar rumah. Dan mereka malah naik sepeda dan main dengan asyiknya. Jadi, jin milik Pak Yanto mencari inang baru. Kedua, karena tidak ada tameng nenek dan Pak Aki, jin jahat yang mengganggu dari kotak media santet itu bekerja dengan sangat mulus.

Para sepupu sudah berusaha berdoa semaksimal mungkin. Hanya saja, mereka masih penakut dan hal tersebut menjadi minus yang cukup besar untuk melawan gangguan ghaib. Mereka melakukan pengusiran dengan doa, tetapi di sisi lain hati mereka percaya tak percaya. Mereka mencoba ibadah sekuat mungkin, tapi mata tetap melirik ke sana kemari, tak khusyuk, tak fokus, dan tak benar-benar menghayati ibadah karena takut, takut, dan takut.

Padahal, kunci untuk melawan gangguan ghaib adalah yakin dan berani.

Sulit dipercaya juga saat segala informasi tentang Pak Yanto yang masih menyimpan kotak itu di lemarinya hanya bergantung pada penglihatan batin Mehri. Muthi dan Harrir langsung setuju, karena mereka juga 'melihat' walau tidak setajam apa yang Mehri tangkap. Para sepupu yang lain bisa saja mengutamakan logika mereka dibanding percaya. Namun yang pasti, tidak ada waktu untuk—terutama—Om Imam untuk menentang kejadian mistis dengan fenomena ilmiah.

Malam ini, Om Imam yang sangat skeptis dengan hantu, hatinya mulai luluh dan sedikit demi sedikit percaya bahwa mereka semua ada untuk menganggu mereka. Malah dia mau membantu dengan sepenuh hati menemukan kotak itu.

"Ini cuman seginian doang?" Ali melirik sekitar.

Muthi menghitung. "1 2 3 4 5 6. Iya segini doang."

Jawad mengerutkan dahi. "Satu, dua, tiga, empat lima. LIMA EUY."

"Eh?" Muthi kembali menghitung. Benar. Hanya ada 5 orang. "Eh enggak, ih! Bener 6. Aku lupa ngitung diri sendiri."

Abang Jawad kembali menghitung. "Eh heeh bener ada 6. Abang lupa ngitung diri sendiri juga." Jawad menggaruk kepalanya sendiri.

Entah obrolan itu tepat atau tidak, yang pasti otak mereka sudah ngaco akibat kelelahan.

"Yeeee kirain apaan," senggol Mehri.

"Pantesan! Da Aa téh gak lihat hantu di sekitar kita. Kenapa tiba-tiba nambah satu? Berarti Aa indigo beneran." Harrir malah cekikikan, bersyukur ia tadi tidak mengada-ngada melihat penampakan agar dikira jago.

"Emang ada indigo bohongan?" tanya Ali.

"Ada mungkin," Harrir mengangkat bahu.

"Yang kayak gimana?" tanya Mehri.

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora