Lebih Baik Pendam Saja!

3.2K 296 24
                                    

Zahra bernyanyi dengan nada yang tak karuan. Ia melipat selimut, matanya  diam-diam melirik pintu kamar yang langsung menghubungkan teras. "Bangun tidur kuterus inget kejadian yang malem...."

Bug!

Bantal kapuk yang dilempar Harrir tepat mengenai sasaran. Zahra mengaduh setelah sebelumnya berteriak berang.

"Diem atuh A!" teriaknya jengkel.

"Ente yang diem!" Harrir berseru, ekspresinya mengeras tak mau kalah.

"Bilang aja takut! Sok-sokan berani sih," sindir Zahra.

"Enak aja! Kalau takut mah bilang bukannya nutupin sama nyanyi-nyanyi gak jelas," Harrir menyindir balik. Zahra mencibir. Perdebatan mereka berdua lumayan mengisi kekosongan siang ini.

Mehri meraih ponselnya, tanda silang masih berada di sana. "Masih gak ada sinyal mulu. Perasaan dulu kalau ke sini gak pernah kayak gini," katanya.

Ali yang penasaran ikut membuka ponselnya. "Eh iya bener. Kenapa ya? Terus nanti kalau Pak Aki nelepon gimana?"

"Mana saya tahu. Saya 'kan ikan," jawab Mehri tak acuh dan meninggalkan yang lain menuju ruang makan. Semua mata memandang langkah Mehri dan menghilang di balik pintu.

"Dih," kata Ali singkat.

"Gila woi males banget hari ini. Gabut edan," ucap Harrir sambil bersandar ke bantal yang ia taruh di depan tembok.

"Main lagi aja wéh. 'Kan udah ada jadwalnya," usul Zahra.

"Ntar malem ajalah," sahut Ali, meluruskan kakinya yang pegal.

"Yaudah." Zahra tak berkutip beberapa saat. "Tadinya mau tidur udah isya téh." Semua orang tahu, Zahra tidak pernah tidur sesiang itu. Ia pasti tidak ingin mengalami kejadian seram lagi seperti kemarin malam.

"Bukan gitu. Takutnya ada yang ngucapin salam kayak tadi malem. 'Kan ganggu." Harrir berpendapat.

"Bodo amat Ijah! Jangan ceritain itu mulu serem woey," Muthi mulai bersuara, kepalanya melirik tajam Zahra dan Harrir bergantian dari balik buku.

"Assalamu'alaikum...." Harrir mendekati Zahra, meniru suara berat yang membuat bulu kuduk meremang itu.

"CEKÉK GERA²!" Zahra hendak menerkam namun Harrir mundur secepat kilat menghindari serangan adiknya itu.

"Tapi Ali penasaran asli. Kok hantu bisa ngucapin salam? Sopan banget," tanya Ali, menegakkan tubuh dan menoleh kepada Muthi. Harrir dan Zahra ikut menoleh, menunggu Muthi menjawab.

"Apa?" tanya Muthi heran.

"Ya, kenapa?" Zahra mengulang pertanyaan Ali.

"Jin muslim meren²¹," jawab Muthi singkat. Ia pun melanjutkan kegiatan membacanya, tidak ingin terganggu.

"Terus kenapa harus nakutin?" tanya Harrir.

"Gak tahu atuh."

"Gak asik."

"Terserah gw."

⚰️⚰️⚰️

Ketika malam tiba, mereka melakukan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, yakni bermain permainan papan. Saboteur.

"Akhirnya main permainan yang lain ya bun," Mytha mengambil kartu miliknya.

"Bener bun," sahut Jawad. Mereka bermain selama 30 menit dan berlangsung menyenangkan--namun sesekali melirik ke arah pintu ketika malam semakin larut.

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz