18

450 24 0
                                    

"Kambing memang kau ya!!!" Maya berbicara sambil mengatupkan giginya. Matanya sudah tidak tahan seperti ingin mencuat keluar.

Elang menahan tawanya melihat ekspresi Maya.

"Serius Tante" ucap Elang sengaja dimanja-manjakan.

"Jijik kali aku dengernya. Sejak kapan kau lahir dari adeknya mamakku,hah?" tanya Maya tidak terima.

"Sejak kapan lo punya darah Medan?" Elang bertanya mengejek.

"Isshh!" Maya mendesis. Matanya menyipit sinis.

"Nanti, gue mau kawin dulu sama cogan Medan" ucap Maya asal.

"Sama gue mau?" Elang menaikkan sebelah alisnya.

Pertanyaan yang membuat Maya sedikit terkejut.

"Males"

Males nolak

Maya menggigit bibir bawahnya. Jantung satu-satunya tidak tahu diri.

"Gue juga gak mau sama elo" ucap Elang akhirnya. Tawa Elang pecah memenuhi ruangan.

Maya hanya duduk terdiam kaku melihat Elang tertawa. Bukan karena terpesona. Namun, Maya tidak menyangka dengan penolakan Elang yang terlalu terang-terangan.

Maya sangat merasa rendah dibawah rendah. Disisi lain rendah karena pekerjaannya. Lainnya lagi, sebegitu tidak pantasnya kah Maya dicintai?

Maya sedikit kecewa.

"Satu lagi yang belum gue lanjutin.." ucap Ealng mengakhiri tawanya.

Maya diam. Hanya manik mata Maya yang mewakili bibirnya.

"Kalo lo ngelanggar dari semua peraturan ini.." ucap Elang menggantung.

Mata Elang menyusuri tatapan Maya dengan dalam. Elang geram karena ekspresi Maya yang sangat datar.

"Gue siap nerima konsekuensi dari elo" ucap Maya melanjutkan ucapan Elang dengan tegas.

Elang tersenyum miring.

"Seratus!"

"Okelah" pasrah Maya. Maya tidak akan kesulitan dengan semua perjanjian Elang. Selama itu tidak melibatkan dengan pekerjaannya.

Maya tidak punya pria. Maya bisa memasak. Namun, Maya punya perasaan. Itu mungkin yang akan membuatnya lebih sulit.

Maya mengamati Elang yang sedang menulis. Posisi mereka saat ini bak sekretaris dengan bossnya. Namun, yang membedakan, Maya duduk bersandar di kursi. Sebelah kakinya ia naikkan keatas paha.

"Sini jari lo" titah Elang setelah berkutat dengan pulpennya.

Maya menyerahkan tangannya.

"Jari, bukan tangan" protes Elang.

"Terus gue harus nyopotin jari gue satu-satu lalu gue serahin ke elo gitu?" komen Maya.

"Ngomong jari yang mana yang lo mau. Tinggal gue lipet" lanjut Maya sambil mempraktekkan.

Maya melipat jempol, telunjuk, jari manis, dan kelingking.

"Nih, kaya gini" Maya menyisakan jari tengahnya dan menyerahkannya tepat di wajah Elang.

Elang memundurkan kepalanya.

"Ribet amat. Buruan mau yang mana?" tanya Maya nyolot.

Elang meraih tangan Maya dan melipatnya menyisakan jari manis. Pandangan Elang tidak lepas dari wajah Maya. Antara sebal, gemas dan ingin menerkam Maya hidup-hidup karena Maya nyerocos dengan intonasi yang mengundang keributan.

BERONDONGWhere stories live. Discover now