46

223 20 3
                                    

"Gak masuk aja, Tor?" tawar Maya pada Riantoro a.k.a Toro yang sedang duduk di kursi bambu depan kontrakan.

"Ngga usah Tan, gue disini aja" tolak Toro dengan halus.

"Kalo masuk ke--yang lain mah, hehe" jeda Toro diakhiri cengiran naughty-nya.

"Gue mau" lanjut Toro diakhiri jilatan sensual dibibirnya.

Maya menggerling sebal. Semua pria sama saja. Kalau gak buaya, ya... otaknya hanya berisi tentang selangkangan wanita.

Maya dan Toro baru saja pulang dari puskesmas. Luka di lengan Maya terusik kembali. Sehingga, mau tak mau Maya harus menjahit kembali lukanya ke tukang jahit yang merangkap jadi kang suntik juga.

Maya tidak bisa melakukannya sendiri. Jadi, dia meminta bantuan Toro untuk mengantarkannya ke Puskesmas yang paling jauh. Karena yang dekat tidak ada.

"Issh, otak lo... " Maya melengos masuk ke kontrakan meninggalkan Toro.

Walaupun sedikit menyebalkan, Toro termasuk pelanggan setianya Maya. Toro selalu meminta jasa Maya untuk sekedar menemaninya jalan-jalan, malam mingguan, ataupun pergi nongkrong bersama teman-temannya.

Yang tidak diketahui oleh Rere ataupun orang-orang Cambria adalah Maya tidak pernah melepaskan keperawanannya untuk ditukar dengan uang. Pekerjaan yang dilakukan Maya tidak sehitam nama Ladies of Cambria yang sudah tersohor menaungi para wanita penjaja lorong sempit.

Maya cerdik, dari awal Maya sudah memutar otaknya agar tidak terjerumus didunia perlontean. Ia hanya menerima laki-laki muda dibawah usianya. Sugar daddy, om-om beristri, atau para petinggi negara, tidak masuk kedalam list Maya.

Harta berharga milik Maya, sampai saat ini masih aman saja. Dan, ia berharap tetap aman sentosa sampai tiba jodohnya.

"Kerja yang bener! Utang aja yang digedein, tete lo noh, gedein juga!" hardik Rere tiba-tiba.

Maya yang sedang memilih baju sontak menoleh karena suara keras Rere. Niatnya ke kontrakan hanya untuk berganti baju saja, karena baju yang ia kenakan ternodai oleh darah. Setelah, itu Maya akan pergi lagi bersama Toro.

"Maksud lo apa ya?" Maya merasa tidak punya hutang pada siapa pun. Kepada Bu Mega pun, Maya sudah titip uang kontrakan untuk dua bulan kedepan.

Rere kemudian berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponselnya "Tete lo tepos" celetuknya.

Maya memakai baju kemejanya dengan sedikit kesusahan. Dengan pelan Maya berkata "Iya, gue tau".

"Gue makin curiga hubungan lo sama Elang itu gak biasa" Rere masih berkutat dengan ponselnya.

"Elang bilang kalo lo punya hutang banyak sama dia. Sebanyak apasih nyampe Elang gak mau lepasin elo?" tanya Rere penasaran.

"Walaupun ya... gue sama dia udah baikan, tapi gue gak mau jadi cewek bodoh dibalik kalian berdua" lanjut Rere yang sedikit membuat Maya kebingungan.

Maya mengernyitkan dahinya.

Gak mau lepasin gue? Lah, Elangnya aja buka pagar lebar-lebar buat gue

"Gak usah ngarang deh Re, gue udah gak ada urusan lagi sama laki lo"

Rere menghentakkan ponselnya ke kasur "Lo yang ngibul"

"Lo mau rebut cowok gue kan?!" Rere emosi lagi. Urat-urat dilehernya menonjol bersamaan dengan luapan amarahnya.

"Cowok gue tajir melintir! Pantes lo suka. Tapi, lo tau diri! Gak usah sok suci buat cowok gue yang imannya setara dengan para ulama!" oceh Rere dengan semangat membara. Maya akui Elang memang punya iman dan Amin yang kuat.

BERONDONGWhere stories live. Discover now