36

282 14 0
                                    

Udara semakin dingin dimalam yang sudah menunjukan pukul 11 malam. Ditambah lagi hujan yang lumayan deras tanpa diiringi petir menambah suasana semakin uenak bergelung dikasur. Apalagi kalau ditemani selimut bernyawa.

Elang melirik kamar Maya yang sudah dimatikan lampunya. Sudah kesekian kalinya Elang menggerakkan kepalanya untuk melihat ruangan yang didalamnya terdapat sosok mungil berponi.

Elang menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam "Gila lo Lang. Hadeuhh"

Televisi yang kini sedang menyala diabaikan oleh Elang tanpa dinikmati. Elang sengaja menyalakan televisi bukan untuk mencari hiburan. Hanya sekedar mengisi keheningan yang menemani dirinya selain suara air hujan.

Elang tidak bisa tidur setelah hampir saja dia mencium satu-satunya wanita yang ada diruangan ini. Entah apa yang akan terjadi jika dirinya tidak bisa mengendalikan diri dan membiarkan setan-setan biadab disekelilingnya menguasai dirinya.

Elang ingat sekali kalimat keramat yang dia ucapkan dengan polosnya.

"Boleh gue cium?"

Masih terngiang-ngiang ditelinga Elang. Ekspresi kaget Maya juga terekam jelas di ingatan. Untung saja Maya tidak spontan berteriak yang mampu membangunkan tetangga satu RT. Tidak ada gerak berlebihan seperti mnedorong tubuh Elang ataupun menendang telur berharga Elang. Hanya bulatan mata Maya yang melebar dari biasanya. Sepertinya Maya kaget.

"Yaiyalah, gue aja kaget sama diri sendiri. Gue aja gak berani nyium Rere. Apalagi nyipok. Tampang aja mesum akut, tapi aslinya kaku kurang praktek" batin Elang.

"Setan disumur kuat banget ternyata" lanjut Elang dalam batinnya.

"Cuma cewe pake daster doang loh, Lang. Punya burung baperan amat dahh ah, lemah!" keluh Elang pada dirinya.

"Rere yang suka pake baju seksi, selalu tampil cantik, selalu ngegoda aja, gak nyampe bertindak segitunya juga anj!" Elang membandingkan.

Sampai sekarang Elang masih merasakan gelenyar aneh dihatinya. Irama degupan dijantungnya begitu asyik dirasakan menurut Elang. Seperti sekali jedug maka ambyarlah love love kecil berhamburan didadanya. Bukan lagi kupu-kupu yang berterbangan bebas didalam perut Elang. Organ tubuh Elang memang beda. Rasa nikmatnya pun tidak bisa dijelaskan.

Ibu jari milik Elang pun tidak luput dari pandangan Elang. Elang terus memandanginya. Disaat kondisi imannya yang tinggal remahannya saja, Elang sedikit bersyukur, junior milik Elang tidak bringas mengganas. Hanya sebatas menyentuh bibir mungil Maya yang tidak sempat ia cicipi. Tidak berani berbuat macam-macam. Satu macam saja Elang sudah ketar-ketir seperti bocil. Apalagi sampai berbuat hal yang tidak senonoh. Elang yakin, Elang tidak akan berani melakukannya. Disisi Elang manusia awam, Elang juga sangat menjunjung kehormatan dan harga diri wanita. Walaupun...

"Ternyata bibir polosan lebih menggoda yaa.." pikir Elang sambil tersenyum kikuk.

Dalam hati Elang selalu terjadi pro kontra untuk mencicipi perpaduan dua enzim yang katanya nikmat rasanya.

"Argghhhhh.. gak aman pala gue!"

"Harus charger iman dulu inimah kalo deket sama dia!" Dia yang dimaksud Elang adalah Maya.

Yang membuat Elang lebih heran adalah Maya tidak menolak dan tidak menghentikan Elang untuk berhenti dari aktivitas yang mampu menimbulkan sengatan listrik tersebut. Elang sudah berbaik hati diluar otak sadarnya, menawarkan diri sebelum mencicipi. Tapi, Maya bungkam.

"Kayanya kalo gue terusin, Maya juga gak nolak deh" tebak Elang sok tahu.

Sekelebat bayangan bibir merah Rere lah yang membuat Elang tersadar untuk berhenti dari aksinya. Elang sedikit merasa bersalah. Hanya sedikit. Selebihnya, menyesal.

BERONDONGDonde viven las historias. Descúbrelo ahora