55

250 21 2
                                    

"Eh, boss! Ketemu di sini" Toro terkekeh melihat Elang yang sedang duduk santai di depan bar Cambria. Tepatnya sebuah cafe berornamen ala Eropa yang sangat ramai pembeli.

Elang menggerling sedetik. Kemudian fokus kembali ke ponselnya,"Musibah gue ketemu lo" tutur Elang.

Tanpa beban Toro ikut duduk diseberang meja yang Elang duduki.

"Sensi amat boy. PMS lo ya?"

"Gak usah sok akrab gitu. Jijik gue"

"Yaudah, mari kenalan. Biar makin sayang" Toro tersenyum sambil menyodorkan tangannya.

"Najis!"

Toro menarik kembali tangannya sambil terkekeh,"Gue Riantoro. Satu angkatan sama elo"

"Gak nanya!"

"Ya Tuhan. Jutek amat"

Elang diam.

"Nunggu siapa lo?" tanya Toro dengan ramah.

"Bukan urusan lo"

Toro mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Kemudian berdehem,"Gue mau ketemu my baby Maya nih"

Elang mendelik sesaat dan bertingkah seolah tak peduli.

"Bodoamat!"

"Gak cemburu?"

"Gak!"

"Oh!"

Toro kemudian ikut memainkan ponsel yang menganggur di dalam sakunya. Toro melirik sekilas Elang lagi sebelum menatap layar ponselnya sambil berdecak. Elang ternyata judes tak terkira. Tapi Toro yakin, Elang bersikap begitu hanya kepada Toro saja.

Padahal banyak sekali yang ingin Toro bicarakan dengan Elang. Tentang Maya yang ngidam sosok Elang tentunya.

Telinga Toro sampai berdenging tiap kali bertemu dengan wanita berponi itu. Karena yang dibahas hanya itu-itu saja. Itu yang dimaksud adalah tentang perasaannya yang tidak terbalaskan.

Tik...

Tok...

Tik...

Tok...

Kedua lelaki tanggung itu pun berdiam diri tanpa pembicaraan berarti selama belasan menit. Semuanya berada di dunia dalam genggaman masing-masing.

"Ck.. cewek kalo ditungguin suka gini nih" keluh Toro sambil melirik jam ditangannya.

"Kalo cinta gak usah protes!"

"Buset dah, nyautinnya gak selow amat boy" Toro tertawa karena sikap Elang yang sangat terlihat membenci dirinya.

Sepertinya menarik.

"Tau deh apa aja yang ditempel di muka. Sampe berakar gini pantat gue" pancing Toro.

"Maya gak punya makeup lebay"

"Tau aja lu. Lagi milih baju seksi terbaik buat ngasih surprise ke gue kali ya"

Elang memicing,"Dia bukan lonte"

Toro terbahak dalam hati,"Andai lu tau, Lang"

"Oh ya? Bukan lonte memang. Tapi pelacur pribadinya gue. Gimana dong?" Toro bersiul senang.

Telinga Elang memanas. Begitupun hatinya. Hati Elang  berdenyut seakan di gigit semut merah serombongan.

"Gak ada yang bisa nyentuh dia penuh perasaan selain gue" lanjut Toro berbohong.

"Ahhh... Sayang banget gue sama dia" ucap Toro dengan senyuman jahil.

Elang masih tidak bersuara. Namun, hunusan matanya mengungkapkan semuanya.
Berbeda dengan Toro yang pandai berakting seolah nyata dan tanpa beban. Elang sebaliknya, dibalik sikap diamnya ada api yang berkobar siap membakar Toro jika lelaki itu bercuit lagi.

BERONDONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang