43. Lumpuh?🔪

24.5K 3.2K 2.4K
                                    

Tak percaya. Gadis itu tak percaya melihat apa yang yang ia lihat. Hidupnya mendadak terasa hancur lebur melihat apa isi kardus yang Daven bawa entah dari mana.

Mulutnya pun terasa tak mampu hanya untukmu mengeluarkan suara. Semua terasa kosong secara tiba-tiba. Luka seolah menggores dalam hatinya yang mulai lebur.

Tawa pecah dari ketiga orang yang berada di sekelilingnya membuat tubuhnya hampir saja ambruk jika saja Febri tak menahan tubuhnya.

"Hadiahmu sangat indah bukan?" bisik Febri mendaratkan kecupan pelan pada pipi gadisnya hingga pada saat itu juga tangis Vani pecah ruah.

Air matanya mengalir deras tanpa bisa di cegah. Ia meraung keras memanggil nama Ican, meminta keajaiban agar sahabatnya itu kini berdiri tegak di hadapannya.

Sayang, harapan tinggallah harapan. Semua itu tak akan dapat terjadi. Darahnya mendadak terasa berhenti mengalir. Ia tak merasakan mual melainkan rasa sakit kehilangan. Hidupnya begitu menyedihkan kah sekarang?

Di depan sana, kepala Ican yang terpisah dari tubuhnya menjadi pemandangan pertama yang menyakitkan hingga jenazah laki-laki itu dengan organ dalam yang telah acak-acakan benar-benar membuatnya tak dapat berpikir lagi.

Ia meraung lebih keras membuat tawa Febri semakin pecah.

"Ah, Sayangku. Jangan menangis, tertawa lah, aku lebih suka melihatmu tertawa," bisik Febri kembali. Ia mendengus leher gadis itu kemudian kembali tertawa bak iblis di tengah kegelapan.

"LEPASIN! LO GILA, FEBRI! SETAN! IBLIS! GUA BENCI SAMA LO!"

Ia meronta hebat dari Febri yang kini memeluknya erat. Kalimat umpatan dan kebencian memenuhi ruangan itu tapi sama sekali tak membuat Febri menyesali apa yang telah ia lakukan.

Ia hanya sedikit marah pada mulut gadisnya itu hingga ia membalikkan tubuh Vani dan menampar kuat pipi gadis itu.

Plak!

Suara tamparan terdengar menggema di ruangan itu berbarengan dengan tangis Vani yang semakin pecah.

"Brengsek!" teriaknya marah. Ia menghempaskan tangan Febri yang kini hendak memeluk tubuhnya kembali.

Tatapan gadis itu penuh amarah sekarang. Ia memukul tubuh Febri secara beruntal tanpa bisa menahan isak tangisnya walau hanya sebentar.

"Brengsek katamu?" tanya Febri tersenyum sinis. "Akan kutunjukan brengsek itu seperti apa, tapi karena aku menyayangimu, aku tak akan menjadi brengsek untukmu sekarang juga."

Vani menutup mulutnya tak percaya saat Febri menarik tangan Caren, memeluk tubuh gadis itu erat dan menciumnya kasar penuh tuntutan.

Caren menerimanya dengan senang hati membiarkan Febri yang kini mulai menggerayangi tubuhnya di depan mata Vani. Ia menjulurkan lidah pada kekasih Febri itu sebelum akhirnya memejamkan mata dengan suara desahan yang membuat Vani tak sanggup lagi walau hanya untuk berdiri.

Gadis itu terduduk di lantai. Menelungkupkan wajah di kedua lutut dan kembali meraung dengan keras. Ia sudah tak ingin lagi menyaksikan Febri yang mulai melucuti pakaian Caren di depan matanya.

Memang, sekali brengsek tetaplah brengsek. Ia menjerit di dalam hati. Keadaan dirinya benar-benar kacau. Febri brengsek! Sialan! Psychopath! Gila! Setan! Iblis! Kimak!

Deru napasnya memburu hebat. Dadanya tiba-tiba terasa sesak hingga seseorang menariknya ke dalam sebuah dekapan.

"Mau balas dendam atau kabur?" tawar Daven menyerahkan pisau lipatnya pada orang yang seringkali ia sebut dengan "kakak ipar".

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]Where stories live. Discover now