15. KELINCI 🔪

45.5K 4.2K 1.1K
                                    

Tau ah, rasanya, susah kali buat bangun feel, berasa nggak bisa bikin cerita lagi gua!

Kenapa susah banget buat cerita yang alurnya udah kepikiran, sedangkan yang nulisnya dadakan tanpa mikir dulu, malah lancar, kesel gua lama-lama, anjim

***

"Kalau nggak ikhlas ngomong, anjing!" Daniel yang baru sama tiba dengan Alex langsung menghadiahi pukulan kuat pada rahang Febri. Dadanya naik turun menahan emosi. Kenapa harus diungkit?! Kalau Febri tak ikhlas menolong sepupunya selama ini, katakan sedari awal! Katakan pada dirinya!

Febri menghela napas pelan sembari mengusap rahangnya yang semakin lebam.

"Gua ikhlas nolong Geby, dan harusnya Revan iklhas juga dong adeknya buat gua, nggak usah ikut campur kayak gini!"

"Dia bakal ikhlas kalau lo perlakuin Vani baik-baik, Begok! Kalau lo siksa kayak gini, gua pun nggak iklhas. Mana cantik lagi, dia itu udah jadi incaran gua pas di Bandung, tapi lo keburu ngelaim dia jadi punya lo, gua suka dan sayang sama dia."

Alex langsung menatap Daniel horor sementara Revan tak tahu harus berekspresi seperti apa.

Kedua tangan Febri mengepal kuat mendengar pengakuan sahabatnya itu.

"Nyari mati nih, bocah," batin Alex.

"Cabut omongan lo, atau gua bunuh lo Daniel?!" Febri mencengkram kerah baju Daniel kuat, menatap laki-laki itu tajam. "Nggak ada yang boleh sayang sama Vani kecuali gua sama keluarganya!"

Daniel menyentakan tangan Febri. "Kalau lo sayang ngapain lo siksa, Begok?!" Kesal dan marah Daniel rasakan, cinta kok main pisau. Cinta apa itu?! Ingin ia menghancurkan wajah tampan Febri, tapi sayang, ia masih sangat menyayangi nyawanya.

"Itu bukan urusan lo! Gua bilang cabut omongan lo, atau gua cabut nyawa lo?!"

Baik Daniel maupun Alex meneguk ludahnya dengan kasar saat Febri mengeluarkan sebuah pistol dari balik sakunya. Sementara Revan tak tahu harus bereaksi seperti apa? Kenapa dirinya tak dianggap di sini?! Ia kan pengen baku hantam! Woy! Ia ada di sini! Tolong ajak dirinya baku hantam! Bukan jadi penonton keributan! Sialan, sialan sialan!

"BERCANDA, FEB!" Daniel sontak berteriak kala pistol itu sudah menempel di dahinya, rasanya seperti terbang melayang ke langit ke tujuh tapi ditolak malaikat karena tak membawa kunci. Jantungnya, deg-deg ser.

Febri tidak main-main dengan ucapannya. Tidak ada tanda-tanda laki-laki itu akan mengampuni Daniel, membuat Daniel mati-matian mengumpatu mulutnya yang tak bisa diajak kerja sama, kok, bisa ia salah ngomong tadi! Akh! Mulut yang begitu menyebalkan!

"PLEASE, FEB! JANGAN BAPERAN JADI ORANG! LO TAU SENDIRI, GUA ORANGNYA BAIK, NGGAK SUKA REBUT PUNYA ORANG, NGGAK SUKA NGINTIP ORANG MANDI KAYAK ALEX, NGGAK SUKA HUTANG DI KANTIN, NGGAK SUKA BUNUH KAYAK ELO, EH, KOK SALAH NGOMONG LAGI SIH?! MAKSUD GUA, SUKA BUNUH KEBERANIAN ORANG MAKSUTNYA. AMPUN FEB!" Daniel semakin berteriak histeris kala Febri menarik pelatuk pistolnya membuat Febri tertawa pelan.

"Pelurunya udah nggak ada, Begok!"

"Anjrot!"

***

"Aku mau ke toilet dulu."

"Hm, jangan lama-lama!" Farel melepaskan genggamannya pada tangan Naya membuat perempuan itu segera pergi dari sana tanpa mengucapakan sepatah kata lagi.

Farel hanya menghela napas pelan kemudian menunduk untuk menatap Tasya yang tengah memeluk kakinya erat lantaran tak sabar untuk membeli eskrim.

"Ih, pengen esklim!" Anak itu menggembungkan pipinya kesal kemudian menggigit kaki Farel kuat melampiaskan rasa kesalnya.

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz