49. Kita Selesai (2) 🔪

31.6K 3.4K 1.8K
                                    

"Sedari awal aku sudah ragu jika dia benar-benar mati. Jika membunuhnya semudah itu, sudah pasti dia telah mati sedari aku masih muda. Sudah pasti aku akan membunuhnya, namun nyatanya adalah dia seperti tak terkalahkan. Bahkan walau usianya sudah setua ini, tidak ada yang bisa membunuhnya."

Xander menghembuskan napas kasar. Keraguannya terbukti, saat dulu Daven berhasil membunuh ayahnya dengan cara mendorong dari lantai dua hingga berguling-guling di tangga dan merenggang nyawa, ia memang ragu akan fakta itu. Dan ternyata benar, ayahnya sekarang masih hidup.

"Dia sudah membunuh ibu dan istriku. Apa sekarang dia akan membunuh kekasih anakku?" Xander menghempaskan gelas di meja dengan kasar. Dia menggeram tertahan. Ayahnya adalah musuh terbesar dalam hidupnya. Musuh yang membuat hidupnya benar-benar sunyi. Bahkan anaknya sendiri pun harus terpaksa dibawa pergi oleh mertuanya.

Ia tersiksa saat tak boleh bertemu dengan anaknya sendiri, dan ia benar-benar merasa gagal sebagai ayah saat hanya untuk memenuhi nafkah anaknya sendiri pun tak boleh.

Mertuanya melarang keras dirinya untuk bertatap muka dengan Febri. Hutan adalah jalan satu-satunya yang Febri dan ia tempuh saati ingin bertemu. Xander tahu, ya, ayahnya adalah penyebab istrinya meninggal dunia saat Febri masih kecil, dan tak menutup kemungkinan jika Febri pun bisa tiada di tangan ayahnya. Namun ... apa ia tak boleh memeluk darah dagingnya sendiri?

"Aku rasa tidak." Raka menengadahkan wajah menatap langit-langit ruangan. "Kau ingat apa syarat yang diberikan oleh Sam saat kau ingin menikah?"

Xander terdiam, ia menatap Raka. "Dia meminta anakku."

"Aku rasa itu juga akan sama, dia akan meminta anaknya Febri nanti, tapi bukankah dia sudah terlalu tua? Aku jadi ragu jika dia akan mengajukan syarat yang sama." Raka kembali berpikir keras.

Kedua terdiam. Mereka tampak fokus dengan fikiran masing-masing hingga Raka kembali bersuara.

"Sudahlah, tidak usah terlalu di fikirkan! Yang jelas, sekarang Vani baik-baik saja. Si frenta itu tak akan bisa menyentuh Vani. Kau tahu sendiri watak ayahmu bukan? Dia tidak suka jika ada orang yang mengusik kehidupanmu ataupun Febri. Walau sejujurnya aku ragu mengatakan ini, tapi aku rasa, dia sudah mulai menyayangi Febri seperti rasa sayang pada umumnya."

"Maaf, Tuan, tapi tuan muda terus mengingau." Seorang maid datang dan menyampaikan suatu hal yang terjadi pada Febri membuat Xander bergegas untuk ke kamar putranya. Dia langsung duduk di sisi Febri yang tampak gelisah dengan terus mengingaukan kalimat rindu yang jelas disampaikan untuk ibunya.

"Suhu tubuhnya semakin panas," panik Xander kala kulitnya terasa seperti terbakar saat bersentuhan dengan kulit Febri. Sudah lama rasanya ia tak melihat Febri demam tinggi seperti ini. Sialan! Deru napas seorang ayah itu memburu hebat. Ia mengepalkan tangan merasa marah pada sosok yang sering Vani sebut dengan kata ayah. Berani sekali laki-laki itu mengatakan perkataan yang membuat Febri menjadi lemah seperti ini. Jika saja bukan Vani yang Febri inginkan, sudah pasti akan ia habisi laki-laki sialan itu.

"Mom, aku rindu ...." Febri bergerak gelisah. Ia berusaha mencari posisi yang nyaman. "Tidak, tidak! Jangan pergi!"

Laki-laki itu semakin terus gelisah membuat Xander segera mengguncang tubuh putranya kuat. "Febri!"

"Tidak! Hiks, jangan tinggalkan aku, Mom."

"Febri, bangunlah." Xander ikut gelisah. Ia tak berhenti berusaha untuk membangunkan Febri yang memang jatuh tak sadarkan diri tadi tanpa ia sadari, saat di mana ia memeluk tubuh anaknya untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

"Mommy!" Febri menjerit. Tanpa sadar ia menggenggam tangan ayahnya erat. "Jangan pergi atau ajak aku ikut denganmu!"

"Febri, kumohon, tenanglah." Xander menjatuhkan kepalanya di dahi Febri. Ia menempelkan bibirnya di dahi Febri. "Aku juga merindukan mommy-mu, kau tak sendiri, Sayang. Kumohon tenanglah." Xander membisikan kalimat itu lirih. Ia menempelkan pipinya pada dahi Febri yang berkeringat dingin. Tanpa sadar air matanya menetes. Ia juga sangat merindukan istrinya, sangat ... bahkan jika bukan karena Febri, sudah dari lama ia memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن