20. Smile 🔪

39.7K 4.2K 1.4K
                                    

Hello

Up lagi nih, aku lagi rajin up, kalian rajin juga dong vote sama komennya

Sebelum baca, aku minta pisau dulu dong, mau perang sama Febri 🔪

***

"VANI, KAMU DI MANA?!"

Febri melangkah cepat dan membuka pintu kamar mandi dengan kasar. Pintu itu mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring lantaran membentur dinding dengan kuat.

Brak!

Kosong! Kamar mandi itu kosong, itu berati Vani tidak ada di dalam kamar mandi. Gadis itu ke mana?

Mencoba untuk tenang. Febri menghirup udara banyak-banyak dan menghembuskannya secara perlahan, tetapi tetap saja, ia tak bisa tenang.

Berusaha mencari Vani di setiap sudut kamar itu, tapi Vani benar-benar tidak ada di sana, dan darah, darah siapa yang berceceran itu?

"VANI!" teriak Febri kesal. Diraihnya sebuah vas bunga kecil yang tak jauh berada darinya.

Pyaar ...!

Sebuah cermin besar yang berada di meja rias itu hancur berkeping-keping menimbulkan suara yang cukup nyaring.

Napas laki-laki itu memburu, antara marah dan khawatir. Vani di mana?

"Ini rumah gua, bukan rumah lo, anjim!" Revan berdiri di depan pintu dengan tampang kesal membuat Febri dengan cepat menoleh.

Dengan langkah lebar, Febri berjalan mendekati Revan. Tangannya menyusup ke dalam saku celana jeans yang tengah ia gunakan, meraih sesuatu yang runcing dan tajam dari dalam sana.

Pisau lipat kesayangannya.

"Maksud lo apa?!" Revan bertanya kesal ketika Febri membenturkan tubuhnya ke dinding dengan kuat dan langsung saja sebuah pisau menggores lehernya hingga bau anyir tercium dengan jelas di penciumannya.

"Vani di mana, Brengsek?!"

Kesal tak menemukan Vani, Febri menggores leher Revan tak terlalu dalam untuk melampiaskan rasa kesalnya.

"Lo salah kamar, Goblok!" maki Revan kesal, pisau yang masih berada tepat di lehernya itu membuatnya semakin kesal bukan main. Gara-gara Febri lehernya harus lecet! Sialan!

Febri menekan pisau itu di bahu Revan. "Nggak usah bohong! Gua nggak lupa kalau ini memang kamar Vani!" Rahang Febri mengerat membuat Revan memutar bola mata jengah.

Secepat kilat, Revan mencekal tangan Febri yang tengah memegang pisau itu. Di putarnya tangan itu hingga membuat tubuh Febri kini membelakangi dirinya.

"Akh, sial!" Febri meringis saat Revan semakin memuntir tangannya yang bisa saja patah sekarang jika terus dikuatkan. Febri tak bisa memberontak, Revan berusaha melepaskan pisau lipat itu dari tangan Febri. Diraupnya pangkal pisau itu ke belakang hingga terlempar jauh dari sana.

Revan melepaskan tangan Febri dengan menendang pantat laki-laki sedikit kuat.

"Kamarnya udah pindah di samping kamar gua, goblok!" maki Revan membuat mata Febri memincing tak percaya.

Vani memang pindah kamar. Anak itu kerjaannya memang selalu ikut-ikutan. Ia pindah ke lantai tiga, anak itu juga ikut pindah. Ia pindah ke lantai satu, Vani juga ikut pindah. Benar-benar mengesalkan!

"Di lantai tiga, tempatnya cari sendiri!" Dari nada bicaranya Revan masih sangat kesal, lehernya tiba-tiba terasa perih begitu juga dengan bahunya.

Jika saja ayahnya sedang berada di rumah, ia hajar Febri sepuas mungkin, tetapi sayang, sekarang ayahnya tengah berada di rumah sakit untuk menjenguk sang sahabat yang kakinya Febri tembak kemarin.

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang