12. Menghukum 🔪

52.6K 5.3K 797
                                    

Kenapa udah malam Minggu, padahal rencananya Minggu ini aku mau update tiga part, tapi ternyata udah malming ngak jadi deh.

Maaf sekali kalau kalian nunggunya lama

Happy reading

Vote nggak butuh waktu satu menit

Harap dimaklumi jika ada typo, keyboard gua laknat minta di ganti

"Vani!" teriak Febri saat tiba-tiba saja tubuh Vani sudah berada di dekat jendela, mencoba untuk kabur. "Kau benar-benar! Aku akan memotong kakimu!"

"Kemari!" Febri kembali berteriak membuat Xander yang berdiri di sebelahnya muak. Apalagi saat Vani tak kunjung mendekati anaknya. Seharusnya gadis itu tahu, bahwa Xander berusaha menyelamatkan dirinya, tetapi apa yang gadis itu lakukan, memilih kabur? Sungguh manusia yang tak bisa berpikir. Apa dia fikir bisa kabur dari Febri? Tentu saja tidak! Lebih baik tetap berbaring di atas kasur dan tunggu Febri mengobati kakinya, karena Febri tak mungkin menyepelekan ancaman ayahnya.

"Terserah, aku tak perduli lagi." Xander memilih pergi dari sana. Lebih baik ia melihat foto istrinya dari pada harus kembali menolong Vani. Sekarang keputusan berada di tangan Febri, mau memotong kaki perempuan itu pun tak masalah. "Aku merubah keputusanku, silakan jika ingin memotong kaki itu. Aku sudah menyiapkan pisau yang tajam di dalam lemari. Aku rasa pisau yang tajam cocok untuk gadismu agar tak terlalu merasakan sakit."

Mendengar perkataan ayahnya, Febri menyeringai. Pintu yang semula terbuka kini Xander tutup rapat. Kebetulan sekali, kamar Febri itu kedap suara hingga suara kesakitan yang akan Vani keluarkan nanti tidak akan terdengar olehnya.

"Kemari, Sayang. Mari bersenang-senang!" Tawa setan Febri menggelegar membuat Vani semakin ketakutan. Kakinya terasa sangat sakit, darah pun terus mengucur dengan derasnya.

"Berhenti, Feb! Berhenti! Atau aku lompat dari sini?!" Tubuh Vani bergetar hebat. Air matanya tak ingin berhenti, ketakutan merajai dirinya. Ia berjalan terpincang-pincang menuju balkon kamar membuat tawa Febri semakin menggelegar.

"Kau fikir kau akan mati di sana? Tentu saja tidak, kau akan jatuh ke dalam kolam renang dan aku akan memasukkan banyak kodok dan cacing di dalam sana. Mereka akan merayap di tubuhmu yang indah ini dan masuk ke sini." Telunjuk Febri masuk ke dalam lubang telinga Vani. "Bukan kah itu sangat menjijikkan?"

Febri semakin tertawa melihat wajah Vani yang semakin pucat. Ia menatap ke bawah, menarik Vani semakin mendekati pembatasan balkon. "Ayo, kubantu."

"Nggak! Nggak mau!" Vani memeluk tubuh Febri erat saat laki-laki itu hendak mendorongnya. Ia semakin menangis kencang dan mencengkram punggung Febri.

Febri tersenyum miring melihat ketakutan Vani. Ia menarik kuat gadis itu agar kembali memasuki kamar. "Berbaringlah dengan tenang, semuanya tidak akan terasa sakit."

"Nggak! Kamu bohong! Mana ada kaki dipotong nggak sakit! Aku nggak mau, Feb! Maaf!"

"Diam! Atau aku nggak cuma potong kaki kamu, tapi juga tangan kamu!" Febri menggeram, ia membanting tubuh Vani kuat saat gadis itu kembali bangkit dari atas kasur. Tubuh Vani semakin bergetar hebat. Ia menangis sesegukan merasakan pusing saat kepalanya membentur kepala ranjang dengan kuat.

Dulu, yang Vani takuti adalah kegelapan dan hantu, tapi sekarang yang paling Vani takuti adalah Febri, iblis yang menjelma menjadi seorang manusia tampan. Tak ada yang bisa ia lakukan kini selain menangis.

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]Where stories live. Discover now