27. Mulai Nyaman?

16 8 0
                                    

Kemarahan sang papa masih berlanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemarahan sang papa masih berlanjut. Marwan mendekati Tara, lalu...

Plakkkkk

Pipi Tara memerah karena tamparan Marwan. Tara hanya menyeringai, tidak peduli. Rasa sakit yang ditimbulkan kali ini tidak seberapa dengan rasa sakit yang ditimbulkan karena sering diabaikan.

“Siapa yang mengajari kamu mencuri hah?!” bentak Marwan.

“Kamu anak siapa sekarang?! Bukan anak maling, kan?! Kenapa bisa-bisanya kamu mencuri?”

Tara melipat kedua tangannya ke depan dada. Marwan yang sudah muak melihat tingkah anaknya itu berusaha keras meredam emosinya.

“Sebagai hukuman, kamu tidak mendapat uang jajan selama tiga bulan ke depan!! Dan malam ini kamu saya kurung di kamar!”

Tara mengangguk. “Ya. Makasih atas hukumannya.”

Marwan kemudian menyuruh mereka pergi, namun mengikuti Tara untuk memastikan anak itu tidak kabur. Setelah Tara masuk ke kamarnya, Marwan segera mengunci pintu lalu menyimpannya di dalam laci.

Di tempat lain, Aldino sedang melihat-lihat beberapa foto yang tadi siang dikirim Tara untuknya. Foto-foto itu adalah foto Sindy sedang berduaan bersama seorang lelaki. Sepertinya sedang menolong lelaki yang terjatuh dari motornya itu.

Aldino menghela napas. Jadi ternyata Sindy selama ini menjauhinya karena dia sudah mempunyai gebetan alias doi?

Saat sedang meneliti foto ketiga dimana terlihat Sindy sedang menarik kaitan helm si cowok, Tiba-tiba sebuah telepon masuk dari Tara. Tanpa pikir panjang dia langsung mengangkatnya.

“Halo, Tar?”

Terdengar suara isakan di seberang.

“Tara? Lo nangis?”

”Al..” Suara Tara terdengar serak dan parau.

“Iya Tara lo kenapa? Kenapa nangis? Cerita ke gue?”

”Gue dikurung di kamar. Dan nggak dapat uang jajan lagi.”

“Hah? Kok bisa? Emangnya kenapa?”

”Gue dituduh Sindy nyuri uangnya Papa.”

“Sindy nuduh lo?”

”Iya, Al. Tapi lo jangan bilang ini ke Sindy, ya. Takutnya dia makin marah dan ngadu yang lain-lain ke Papa.”

Pikiran dan hati Aldino kalut mendengar kabar ini. “Astaga. Iya-iya. Kalian ternyata nggak akur, ya.”

”Ya gitu, Al. Lo janji kan nggak akan nanyain ini ke Sindy?”

“Iya gue janji. Tapi lo yang tenang dulu. Besok dan seterusnya gue yang akan bayar makan siang lo, tenang aja ya.”

”Gue ngerepotin banget ya Al? Maafin.”

Diary About Sindy •END• {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang