34. Kepergian Sindy

25 6 0
                                    

Drtt

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Drtt... Drtt... Drtt...

Ponsel itu terus bergetar tiada henti, mau tak mau Sindy harus mengangkat telpon dari Marwan itu.

"Hallo, Pa."

"Kamu di mana, Sin? Ini sudah malam, kenapa belum balik? Kamu pulang duluan di sekolah tadi? Papa sudah lapor polisi tadi," suara di sebrang sana terdengar sangat cemas.

"Papa," lirih Sindy.

"Kamu kenapa sayang? Dimana? Diculik? Bilang sama Papa," Marwan yang tambah cemas saat mendengar balasan dari Sindy.

"Sindy baik-baik aja, ini Sindy di London," dengan berani Sindy mengatakan hal itu.

"HAH?"

Bugh

Terdengar suara benda terjatuh dari sebrang, nampaknya ponsel itu terjatuh dari genggaman Marwan.

"Papa?!"

Dan hasilnya nihil, tak ada lagi jawaban dari sebrang sana. Nampaknya ponsel sang papa telah mati lantaran terbentur ke lantai.

Sindy mengamati panasnya terik matahari di London dari balik kamarnya yang tinggi itu. Saat ini Sindy berada di sebuah apartemen milik sang papa yang berada di London.

Drtt... Drtt... Drtt...

"Mama," dengus Sindy ketika melihat nama mamanya tertera disana.

"Hallo, Ma."

"Papa sama Mama susulin kamu ke London ya," ucap Marwan disebrang sana.

"Papa? Gak usah, Pa."

"Lah? Kenapa?"

"Gak mungkin kita ninggalin Tara sendiri di rumah, Pa."

"Betul juga. Anak itu pasti akan bertindak semaunya lagi."

Ketika mendengar perbincangan sang mama dan papa yang menyebutkan nama Tara, Sindy langsung teringat oleh Aldino. Karena sepasang kekasih itulah yang membuat Sindy tergerak untuk pergi untuk meninggalkan semuanya dan menghapus semua kenangan yang pernah terukir.

"Papa," panggil Sindy.

"Iya? Kenapa, Sin? Pulang sini yuk," bujuk Marwan.

"Sindy mau lanjut kuliah disini aja, Pa," izin Sindy dengan sangat hati-hati.

"Yang benar kamu?" nampaknya Marwan sangat gelisah mendengarnya, dia tak sanggup untuk pisah jauh dengan Sindy, sudah cukup perpisahannya kepada Diana, jangan lagi dia harus berpisah dengan anak kandung satu-satunya itu.

"Iya. Papa gak usah khawatir."

"Gak usah khawatir gimana? Kamu di sana sendiri lho. Susah kalo pisah sama orangtua, Sindy."

Diary About Sindy •END• {Terbit}Where stories live. Discover now