13. Sifatnya Berbeda

108 55 0
                                    

Malam hari, Sindy melamun seorang diri hingga larut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari, Sindy melamun seorang diri hingga larut. Pikirannya tertuju kepada anak laki-laki yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Aldino. Si tersangka yang membuat Sindy seperti sekarang.

Sindy mengingat kejadian tadi siang, dimana Aldino menggendong Tara dan Tara yang kelihatan bahagia. Sindy tak tau harus bagaimana dalam bersikap kala itu.

Sebisa mungkin, Sindy berusaha untuk menjauhkan Aldino dari Tara namun setiap hari nampaknya mereka malah semakin dekat.

Sindy menghela napas. Moodnya malam ini benar-benar hancur. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia tidak bisa seperti ini.

Rasanya dia ingin menghubungi Aldino untuk bertanya apakah maksud dari perbuatannya tadi siang. Tapi itu mustahil, mereka hanya sebatas teman. Tak sopan jika Sindy menanyakan hal seperti itu kepada Aldino.

"Lu goblok banget, Sin. Lo suka sama cowo yang jelas-jelas suka sama cewe lain."

Rasa sesak di dada muncul. Mata Sindy mulai berlinang. Air matanya mulai turun membasahi pipi.

"Mulai besok lo harus jaga diri dan jaga hati lo, Sin. Jangan mau lo sakit hati terus kaya gini."

Sindy membekap wajahnya dengan bantal, lalu dia menangis sejadi-jadinya hingga tanpa sadar dia terlelap tidur. Bahkan dia tidak sadar bahwa ponselnya berdering, tertera nama seseorang di sana.

1 missed call Aldino

••|••|••

Keesokan paginya, Sindy sudah memarkirkan mobilnya. Seperti biasa, Tara langsung meleceng turun dari mobil dan meninggalkan Sindy begitu saja.

Saat Sindy ingin keluar dari mobil, tiba-tiba dia teringat satu hal.

Sindy nampak mencari sesuatu, ketika barang yang dicarinya tak didapatkan membuat Sindy bercucuran keringat dingin.

Tak sengaja Sindy melihat kearah spion yang menunjukkan kursi belakang mobil, ternyata benda yang dia cari sedang berdiam disana.

Sindy mengambil benda itu, benda yang membuatnya selalu tersenyum dan merasa paling bahagia, yaitu raket. Raket peninggalan Diana.

"Untung ketemu," Sindy mengelus raket yang sudah berada dalam pelukannya itu.

Sindy keluar dari dalam mobilnya dengan penuh senyuman. Perasaannya pagi ini tidak seperti pada saat tadi malam, jauh lebih baik berkat raket itu dan semangatnya yang tak sabar menunggu pertandingan nanti.

Sindy berjalan sambil bersenandung kecil sambil membawa raket kesayangannya itu.

Tiba-tiba langkah Sindy terhenti saat ada yang memanggil namanya.

"SINDY!" Aldino mengeraskan suaranya lantaran jarak mereka yang lumayan jauh. Cowok itu baru saja datang, hal itu terlihat jelas dari tas yang masih bertengker pada pundak cowok itu.

Diary About Sindy •END• {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang