04. Amarah Papa

212 100 3
                                    

Sindy menghela napas setelah kepergian Aldino yang baru saja mengantarnya pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sindy menghela napas setelah kepergian Aldino yang baru saja mengantarnya pulang. Dia masuk rumah dengan kondisi badan yang lemas. Sindy tak habis pikir kenapa Tara tega meninggalkannya pulang. Lihatlah, mobilnya sudah terparkir di garasi.

Sindy melangkah dan tidak menemukan siapa-siapa di dalam rumah. Bertepatan dengan itu Tara turun dari lantai dua menuju ke dapur.

Sindy memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta penjelasan perihal kejadian tadi.

"Tara, tunggu!" panggil Sindy.

Tara berhenti berjalan. Tangannya bersedekap di depan dada. "Apa?"

"Lo kenapa ninggalin gue pulang? Harusnya kan kita pulang bareng tadi," ucap Sindy.

"Ups, sorry. Gue lupa kalo kita harus pulang bareng," jawab Tara enteng.

"Tar, lo kenapa si? Lo ada masalah apa sama gue? Kenapa sikap lo begini banget ke gue?" Sindy mencoba bertanya baik-baik namun Tara justru terpancing emosi.

Tara tersenyum miring. "Tanya aja ke diri lo sendiri!"

Setelah menjawab dengan ekspresi menahan emosi, Tara berlalu pergi meninggalkan Sindy. Lagi-lagi Sindy hanya bisa diam, untuk kesekian kalinya dia gagal untuk mengeluarkan unek-unek Tara kepadanya.

••|••|••

Pada jam makan malam. Marwan, Ilona, Sindy, dan Tara berkumpul di meja makan. Namun tak seperti biasanya, kali ini malam itu dipenuhi suasana ketegangan. Marwan menatap Tara dengan galak, sementara yang ditatap hanya bersandar di kursi tanpa rasa bersalah.

"Tara." Marwan berkata dengan penuh ketegasan.

Tara bergeming. "Hmm."

"Papa mendapat chat dari Sindy. Apa benar kamu meninggalkan Sindy dan pulang duluan?" tanya Marwan. Sementara Sindy hanya menunduk dalam tak berani melihat sang Papa.

Tara hanya diam. Wajahnya datar, tak menunjukkan ekspresi apapun.

"Jawab Papa, Tara!" sentak Marwan.

Tara mendengus kesal. Dia tak mengeluarkan sepatah kata apapun, dia bangkit dan pergi meninggalkan meja makan. Bahkan makanannya pun belum terjamah sama sekali.

Marwan semakin marah. Beliau menggebrak meja membuat semua orang di sana kaget. Refleks langkah Tara terhenti. Kedua matanya sudah berkaca-kaca lantaran menahan emosi yang tidak bisa dia luapkan.

Tangan Tara terkepal.

"IYA! AKU EMANG NINGGALIN SINDY TADI!! KENAPA? PAPA PASTI MAU NGOMELIN AKU DAN BELAIN SINDY TERUS, KAN?? YA EMANG AKU SALAH! TAPI APA PAPA PERNAH MIKIRIN PERASAAN AKU? NGGAK, KAN? YANG ADA DI PIKIRAN PAPA SAMA MAMA CUMA SINDY SINDY DAN SINDY!! AKU EMANG NGGAK PENTING!"

Marwan melotot. Berani-beraninya anak itu meninggikan suara kepadanya. Marwan bangkit, secara refleks menggulung lengan bajunya ke atas.

Melihat itu, Ilona panik. Wanita itu tidak ingin Marwan menyakiti anak mereka. Meskipun Tara bukanlah anak kandung Ilona, tetapi Tara hanyalah seorang anak biasa yang masih butuh kasih sayang.

Diary About Sindy •END• {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang