35. Kehancuran

30 6 0
                                    

Lima tahun kemudian...

Kuliah Sindy berjalan dengan lancar walaupun pada awalnya sedikit gagal lantaran Sindy yang sangat anti melihat hal-hal seperti darah dan lainnya, namun lambat laun gadis itu mulai terbiasa.

Sindy di London hidup dengan tenang, walaupun ada satu cowok yang sangat kepo dengannya, cowok itu sangat peduli terhadap Sindy, namun Sindy sangat enggan untuk berteman lebih dekat dengan seorang cowok. Sindy pun tak ingin menggantikan Cahya dalam hidupnya, teman-teman ceweknya pun hanya sekedar teman biasa saja.

Hari ini Marwan akan ke London untuk menghadiri acara perpisahan sang anak.

Sedangkan Tara, anak itu tidak menyambung pendidikannya lagi dikarenakan tak ada biaya karena sang mama dan papa itu telah bercerai.

Flashback on

"Gue gak bisa tinggal diam, Sindy pasti menderita disana, ini semua akibat Tara!" Cahya mengepalkan kuat tangannya yang sedang mengemudi mobilnya itu.

Sesamainya Cahya di kediaman Tara, dia mengetuk pintu dan mendapati Cahya bersama Aldino di rumah yang terbuka lebar itu.

"Sini lo," Cahya merenggut rambut panjang Tara, kesabarannya sudah habis dan Cahya bertindak tanpa rasa takut sama sekali.

"Lo apa-apaan?" sontak saja Aldino langsung menepis jambakan Cahya.

"Apa-apaan sih lo, Al? Dia memang pantas diginiin!"

"Lo kenapa tiba-tiba jadi singa gini?" tanya Aldino.

"Lo masih ingat gak sih sama Sindy? Bodoh lo bodoh!" umpat Cahya.

"Gue, gue ngerasain sakitnya Sindy tuh gimana. Aghh bajingan lo!"

"Maksud lo gimana sih? Gue gak ngerti sumpah," balas Aldino.

"Pergi lo!" usir Tara.

"Gue belum se—"

"TARAAAA!" panggil sang papa membuat perkataan Cahya terpotong.

"Foto apa ini?!" Marwan menyodorkan foto saat Tara di club, saat-saat dimana Aldino hampir mencium dirinya karena halu yang berlebih. Marwan mendapatkan foto itu dari kamar Sindy.

Plak

"Keterlaluan."

"Om..." lirih Cahya.

"Iya? Kenapa? Mau cari Sindy? Sindy kan di London," jawab Marwan dan Cahya menggeleng kuat.

"Sindy di London?" kaget Aldino, pantas saja selama beberapa minggu itu dia tak menjumpai Sindy di rumah itu.

"Ini gara-gara lo!" Cahya menunjuk Aldino.

"Gue?"

"Sudah-sudah. Kita bicarakan baik-baik didalam saja," Marwan mengajak ketiga remaja itu masuk.

"Gini, Om..."

"Sindy, gue minta izin, maafin gue," batin Cahya sebelum bercerita.

"Eh, ada Cahya. Tante buatin minuman dulu ya," ucap Ilona.

"Gak usah, Tan. Tante duduk sini aja, dengarin cerita dari Cahya," pinta Cahya dan Ilona pun menurutinya saja.

Sekarang sudah ada Marwan, Ilona, Aldino dan Tara yang dipenuhi amarah kepada Cahya, ingin sekali dia mengusir Cahya agar angkat kaki dari situ.

"Cahya kangen sama Sindy. Sindy pergi ke London itu buat lupain Aldino," tunjuk Cahya lagi.

"Waktu hari kelulusan, Tara nembak Aldino. Sebenarnya Sindy sudah lama mendam rasa ke Aldino, Om, Tante. Ini Cahya punya bukti," Cahya memperlihatkan isi chatnya dengan Sindy serta rekaman suara mereka ditelpon pada hari pertama Sindy menginjak London.

Diary About Sindy •END• {Terbit}Where stories live. Discover now