7. Tujuh

366K 57.1K 10K
                                    

Happy reading ❤️
Shena = lalat!
~Calista = Angel or devil?🔥

****

Roftoop, lokasi yang menenangkan untuk berdiam diri. Juga tempat favorit Al dan Bara untuk berdiskusi. Keduanya berjejer di pembatas, sambil melihat ke bawah jalan raya yang begitu padat. Angin berhembus menerpa rambut acak-acakan mereka, menambah kesan macho kepada keduanya.

"Lo ... pengecut." Bara memecahkan keheningan. Ucapan itu membuat Al langsung menoleh. Harga dirinya ternodai.

Tangan kanan Al mengepal penuh amarah. "Atas dasar apa lo bisa bilang gitu hm?"

Bara menoleh menatap tajam Al. Dibalas Al tatapan yang tak kalah tajam. Keduanya beradu pandang seperti siap menghabisi satu sama lain.

"Tindakan lo tadi. Ngikat Calista di sini dan ngepung dia. Bukannya itu pengecut?" remeh Bara lalu tersenyum menyeringai.

"Gue pengen bikin mentalnya down ketika dikepung, terus dia ada inisiatif ngaku. Lo tau cara berpikir gue Bar." Al menjelaskan dengan seksama. "Gue mau ngungkap sebenernya dia siapa."

"Kenapa nggak lo hantam aja langsung?" tanya Bara penasaran.

Al terdiam sejenak. "Karena dia cewek. Kalo gue hantam, tetep aja lo bilang gue pengecut kan?" balas Al membuat Bara bungkam.

Betul, apapun itu nantinya pasti Al akan dicap pengecut. Cara paling benar adalah membuat mental Calista jatuh karena berada di dalam bahaya, lalu nanti pasti cewek itu akan mengaku siapa dirinya ketika keselamatannya terancam. Cara Al benar, walaupun anggapan orang dia pengecut.

Sayangnya cara itu tetap tak berhasil. Al penasaran, terbuat dari apa cewek itu. Bela dirinya bagus, cara bicaranya mengandung racun, serta mimik muka sadis yang bisa membuat siapapun takut. Mental Calista benar-benar hebat. Calista ... sangat istimewa.

Bara tersenyum miring sebelum berkata,
"Lo punya alasan lain buat nggak nyakitin dia secara fisik."

Dahi Al mengerut heran. "Alesan apa?" tanya Al yang masih tak paham.

"Cewek yang lo ceritain waktu sama gue, itu Calista 'kan?"

Detik itu juga Al bungkam. Bingung harus menjawab apa. Logikanya mengatakan tidak, tapi hatinya setuju akan opini Bara.

****

Calista melangkah masuk ke rumah yang seperti istana kegelapan. Nuansa dark serta hiasan dinding unik menempel di mana-mana. Pohon kering berwarna hitam yang sengaja ditaruh di ruang tamu menambah kesan seram. Tujuan utamanya ke sini untuk mencari seseorang.

"Keluar lo! Atau gue ratain nih rumah!" seru Calista.

"Calista! Ini rumah bukan hutan," ujar Leo---Om Calista yang turun dari lantai dua secara tergesa-gesa. Leo hapal betul, bagaiman perangai keponakannya itu, sangat bar-bar. Ia masih memakai setelan formal.

Menurut Calista, Om Leo itu tidak tampan, tapi berkharisma.

Wajah Calista begitu antusias lalu menyengir menyambut kedatangan Omnya. Om Leo kesayangan Calista. "Abisnya rumah ini kaya rumah horor yang di hutan-hutan sih."

Leo terkekeh lalu mengajak Calista duduk di sofa. "Ada apa ke sini?"

"Mau cari si Defan," ujar Calista. Ia ke sini untuk menemui sepupunya, ia rindu sangat dengan cowok kalem itu.

"Lagi kontrol di psikiater." Leo menjawab dengan raut wajah sendu.

Calista menghela napas pelan. Ia iba dengan sepupunya. Lalu tangannya mengelus tangan berurat milik Leo berusaha menyalurkan kekuatan. "Trust me, Uncle. Defan pasti bisa ngilangin trauma itu."

LAVENDER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang