1. Warung Bupuh

80.2K 7.7K 609
                                    

Senyum merekah di bibir Mayang. Hari ini pekerjaan rumah telah selesai, baju kotor sudah tercuci semua, masak untuk orang rumah sudah selesai, lantai rumah pun sudah kinclong, juga cucian piring yang menumpuk tadi sudah beres dalam sekejap mata.

"Lihat deh, rajinnya kayak gini aja masih dimarahin terus. Apalagi kalau aku nggak bisa apa-apa. Yang ada malah ditendang lah dari rumah." Gumam Mayang berlalu ke kamar mandi.

Tepat memasuki waktu dhuhur Mayang menyelesaikan mandinya, dia pun menunaikan ibadah sholat sebelum nanti berangkat ke warung bupuh, kakak perempuan dari Pak Warno.

"Bu, lho kok udah jahit lagi." Tegur Mayang melihat ibunya sudah berkutat di balik mesin jahit. Kesehatan Bu Tini menurun saat divonis mengidap penyakit jantung. Keseharian Bu Tini hanyalah di rumah, selain menjadi ibu rumah tangga beliau juga seorang penjahit yang sudah terkenal di daerah mereka. Kualitas dan kerapian jatihan Bu Tini tidak dapat diragukan, tak heran pelanggan Bu Tini banyak yang rela mengantri jauh-jauh hari, apa lagi semenjak Bu Tini sakit, sehingga beliau tidak lagi seproduktif dulu.

"Lha mau ngapain lagi, wong mau bantu masak ya nggak dibolehin. Mau nyapu aja ya dilarang, padahal ibu udah sehat." Ujar Bu Tini tanpa menoleh pada Mayang, karena sejak Mayang lulus kuliah dan memutuskan untuk kembali pulang semua pekerjaan rumah sudah dikerjakan oleh Mayang.

Walaupun Mayang bangunnya siang, tetapi Mayang masih melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Prinsipnya, tidak perlu disuruh atau pun diingatkan pasti juga akan dikerjakan. Justru dengan adanya diperintah membuat Mayang malas dan enggan untuk mengerjakan sepenuh hati.

"Kan ada Mayang, ngapain ibu bantu masak. Selagi ada Mayang di rumah, udah ibu santai aja. Udah tanggung jawab Mayang juga kan."

Bu Tini menghentikan gerakannya lalu menoleh pada Mayang yang sedang berdiri di sampingnya, "Tapi nanti kamu capek, Nduk."

"Ya Allah Bu, cuma beresin rumah sama masak aja, kan udah biasa. Kalau Mayang capek kan ya bisa minta pijat bupuh, toh." Jawab Mayang dengan terkekeh, walaupun dalam hati dia membatin, "cuma hati Mayang aja yang capek, Bu. Mungkin kalau nggak karena ibu, Mayang udah pasti merantau aja."

"Oiya, jadi ke warung?"

"Jadi, gapapa kan tak tinggal sendiri di rumah?"

"Ya gapapa, ndak ada yang mau nyulik ibu." Balas Bu Tini dengan becanda. Mayang pun berpamitan lalu pergi ke warung milik bupuh Wandari, dengan menaiki sepeda mini miliknya.

Bupuh atau budhe, sebutan untuk kakak perempuan Pak Warno. Mayang sangat dekat dengan bupuhnya, karena sejak kecil dia menjadi keponakan kesayangan dari bupuh yang kebetulan tidak punya anak perempuan. Bupuh Wandari memiliki warung makan juga warung ngopi yang ada di pinggir jalan raya. Tak jarang Mayang membantu di warung bupuhnya, namun semenjak pulang dari kota dia belum pernah lagi ke warung dan hari ini dia akan menyambangi warung milik bupuh.

Setelah keluar dari gapura desa tak jauh Mayang mengayuh sepeda melewati jalan raya, dan sampailah di depan warung. Untung saja hari ini cuaca agak mendung, sehingga menggunakan sweater untuk menutupi dress batik tanpa lengannya tidaklah salah.

Suasana warung masih sepi, jadi Mayang masih bisa manja-manjaan dengan bupuhnya, sebelum nanti ramai pengunjung di jam istirahat makan siang.

"Lho kan, Mbak Pinah lihat siapa yang datang." Teriakan Bupuh pada pegawainya begitu melihat Mayang menghampirinya dengan ekspresi sumringah.

"Hehe, assalamualaikum, Bupuh." Sapa Mayang berniat memberi pelukan pada bupuhnya. Namun bupuh malah menghindar dan memberi tatapan sinis.

"Waalaikumsallam, masih ingat toh sama bupuh?" Tanya bupuh dengan ketus, lalu mencubit pipi Mayang dengan gemas.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now