8. Niat baik Damar

56.8K 7.1K 883
                                    

Mayang merutuki dirinya setelah kejadian di pinggir sungai beberapa hari yang lalu. Sungguh, dia sangat malu dan memilih untuk menghindari Damar. Bahkan setiap mengajar les dia selalu buru-buru pulang, agar tidak bertemu dengan lelaki tersebut.

Damar pun penasaran apa yang terjadi dengan gadis itu, apa mungkin gara-gara dia belum memberi jawaban atas permintaan Mayang saat itu?

"Mayang ndak pernah ke sini, Bupuh?" Tanya Damar saat makan siang di warung bupuh Wandari.

Seketika wajah Wandari meredup, sebelum menjawab, "beberapa hari ini penyakit ibunya kambuh, Mas. Jadi Mayang ndak pernah main ke sini. Lha bukannya Mayang ngajar les anaknya Mas Damar, masih ngajar kan?"

"Iya, masih Bupuh. Tapi saya tidak pernah bertemu." Jawab Damar sesuai dengan laporan Ratih, bahwa Mayang masih tetap mengajar sesuai dengan jadwal.

Bupuh Wandari yang memperhatikan ekspresi Damar pun menyungging senyum, dia tau kalau Damar sudah menaruh hati pada keponakannya.

"Hm- boleh Bupuh tanya, Mas?"

Damar mengangguk, "silahkan bupuh."

"Sebelumnya Bupuh minta maaf kalau pertanyaan ini terkesan kepo ya Mas, tapi Bupuh hanya ingin memastikan saja. Apa benar Mas Damar punya niatan buat mendekati atau berhubungan dengan Mayang, keponakan Bupuh?" Dengan ragu Bupuh Wandari bertanya pada Damar.

"Bukan bermaksud gimana-gimana Mas. Mayang itu juga anak perempuan Bupuh, selama ini anak itu sudah mengalami banyak tekanan dalam hidupnya. Bupuh hanya ingin yang terbaik untuk anak perempuan Bupuh."

Damar menghela nafas panjang, lalu tersenyum tipis pada wanita yang duduk di sampingnya.

"Insya Allah Bupuh, saya mohon restu Bupuh. Semoga niat baik saya ini akan diterima oleh keluarga besar Mayang."

Bibir Bupuh Wandari mengulas senyum, perasaan lega menghiasi hati Bupuh, walaupun tidak sepenuhnya. Setidaknya kini Bupuh sudah mengetahui isi hati Damar.

"Perjuangkan Mayang ya Mas Damar, Bupuh yakin kalau kalian berjodoh pasti akan diberikan jalan terbaik." Pesan Bupuh Wandari pada Damar.

Disisi lain, Pak Warno sudah mendengar gosip bahwa Mayang dekat dengan Damar, anak Pak Tejo, si juragan sayuran.

Pak Warno menanyakan hal tersebut pada istrinya, dan Bu Tini hanya menjawab seadanya. Karena beliau juga belum tahu pasti mengenai hubungan putrinya.

"Ya kalau pun benar ya sudah toh, Pak. Biarkan Mayang menentukan pilihannya sendiri. Toh, anakmu sudah besar." Kata Bu Tini dengan lemah.

"Ya ndak bisa. Dia harus mengenal laki-laki itu yang sebenarnya, lihat saja dia sudah pernah menikah dan sekarang setelah pisahan dengan istrinya dia memutuskan balik kampung. Pasti ada apa-apanya, ndak mungkin dengan suka rela dia pulang ke kampung kalau ndak punya masalah di kota."

Bu Tini terkejut kala mendengar bantahan dari sang suami. Hampir seperempat abad mereka berumah tangga membuat Bu Tini sudah banyak mengenal kepribadian suaminya. Beruntung dia masih bisa bertahan sejauh ini, namun belum pasti dengan anak-anaknya nanti.

"Mbok ya jangan keras-keras sama anak-anak, Pak. Dengan sikapmu yang seperti ini justru membuat anak-anak mu tertekan dan tidak bahagia. Mungkin aku bisa menerima sikapmu ini, tapi tidak dengan anak-anak." Ujar Bu Tini lirih dengan air mata yang sudah mengalir begitu saja. Beliau memiringkan tubuhnya membelakangi sang suami, rasa lelah menyelimuti hati Bu Tini.

"Entah sampai kapan aku bisa bertahan, Pak. Doakan saja aku diberi panjang umur dan sabar untuk menghadapimu."

Perkataan Bu Tini seakan menusuk hati Pak Warno. Hinggap rasa takut akan kehilangan, mengingat beberapa hari ini kesehatan sang istri menurun. Namun, dia tidak bisa begitu saja melepas Mayang pada seorang laki-laki yang baru saja dikenal oleh Mayang.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now