18. Kejutan

69.5K 7.4K 415
                                    

Hai 🥺

Akhirnya bisa menyapa kalian kembali, sebelumnya aku ucapkan terima kasih atas doa kalian. Alhamdulillah keadaan ku sudah membaik dan bisa beraktivitas kembali🥺❤️

Cukup satu minggu ini aja istirahatnya, rindu kalian itu berat ternyata. Hihi.. canda kok.

Tandai typo ya, jangan lupa vote dulu sebelum membaca

Happy reading teman-teman tercinta ❤️

oOo

Jam dinding menunjukkan pukul empat dini hari. Mayang terbangun dari tidurnya lantaran merasa tidak nyaman, seingatnya semalam dia masih memakai mukena dan tertidur di ranjang. Kini mukena wanita itu sudah terlipat rapi di meja rias.

Melihat Damar yang masih mengorok pun Mayang bisa tebak kalau suaminya lah yang melepas mukenanya.

"Aduh, bocor. Pantesan nggak nyaman." Gumam Mayang mendapati bercak noda darah di kain sprei berwana coklat muda itu dengan kontras. Lagi-lagi dia kedatangan tamu yang tak diundang. Mayang pikir setelah menikah dia akan segera diberi rezeki kehamilan, namun sepertinya di bulan kedua pernikahannya ini dia belum dipercaya untuk mendapatkan rezeki itu.

Mungkin Allah kepengin aku fokus ke Kirana dulu. Batin Mayang mengingat dia merasa belum bisa mendalami perasaan Kirana.

Usai mandi Mayang berjalan ke dapur, wedang jahe rasanya cocok untuk menghangatkannya. Sekalian dia buat untuk suaminya yang mungkin sebentar lagi akan bangun, mengingat sudah waktu subuh.

"Lho? Kok di meja? Bukannya semalam sudah aku panaskan?" Gumam Mayang heran begitu melihat panci yang berisi sayur semur yang sudah dia panaskan semalam ada di meja makan.

Begitu melihat isi dari panci tersebut, kening Mayang mengerut mengetahui bahwa isinya tinggal setengah dari yang semalam dia panaskan.

"Pasti Mas Damar ini yang makan. Udah nggak dipanasin centongnya dibiarin tenggelam lagi, kalau kayak gini ya mambu (basi) toh." Gerutu Mayang dan mulai memutar kepala untuk mengolah kembali potongan ayam yang masih tersisa. Sayang kalau dibuang.

Tak perlu waktu lama, ayam goreng dengan sambal terasi serta lalapan sudah tersaji di meja makan. Tinggal menunggu nasi yang masih belum masak. Mayang tersenyum melihat hasil kerjanya, menjadi seorang istri ternyata dia lebih produktif dari sebelumnya.

"Kok pagi banget masaknya?" Suara Damar menyapa telinga Mayang, laki-laki itu berjalan ke meja makan lalu menyeruput wedang jahe yang sudah disiapkan sang istri.

Mayang pun mengalihkan pandangannya pada Damar yang sudah terlihat segar, juga sarung hitam polos yang bertengger indah seakan menghangatkan kaki pria tersebut. Mayang menduga Damar usai menjalankan kewajiban subuhnya.

"Mas Damar semalam makan lagi, ya?" Tanya Mayang tanpa basa-basi.

Dengan jujur pria itu mengangguk kepala setelah merasakan hangatnya wedang jahe yang usai dia telan.

Merasa heran lalu Damar bertanya, "kenapa memang?"

"Pasti sayurnya nggak dipanaskan lagi?"

"Nggak. Kan udah kamu panaskan sebelumnya?"

"Lha iya. Tapi kan habis itu Mas Damar aduk-aduk lagi, ya nggak enak dong kalau dimakan pagi ini. Mana centong sayurnya dibiarin tenggelam, kan jadi basi, Mas."

Tangan Damar menggaruk kepala dengan canggung, dia tidak tau cara mainnya.

"Ya maaf. Habisnya semalam saya makan lagi, setelah Rohman sama Aji pulang." Ujar Damar tak sepenuhnya jujur. Bahkan efek dari kekenyangan semalam, baru saja dia buru-buru ke kamar mandi untuk 'menabung' emasnya. Beruntung Mayang sudah bangun dan keluar kamar lebih dulu, sehingga pria itu tidak perlu drama tanya jawab dengan istrinya. Walaupun, biasanya setiap pagi dia juga harus 'menabung', namun pagi tadi dia sampai dua kali bolak-balik kamar mandi.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now