38. Bunda kenapa?

58.9K 6.8K 297
                                    

Jenuh.

Rasa jenuh menyelimuti suasana hati bumil. Ya, Mayang jenuh dengan kesehariannya yang begitu-begitu saja.

Apalagi di saat semua pekerjaan rumah sudah diselesaikan dan Kirana belum pulang dari sekolah. Otomatis dia sendirian di rumah, tanpa melakukan aktivitas apa pun.

Akhir-akhir ini, wanita itu juga merasa jengah dengan suaminya yang jarang di rumah. Semenjak membuka usaha pemancingan, Damar lebih sering pulang larut malam hingga Mayang merasa diabaikan oleh suaminya. Biasanya, setiap pagi Damar selalu membantu mengerjakan pekerjaan rumah, namun kini tidak lagi terjadi, laki-laki itu malah berangkat ke kebun lalu pergi ke bengkel sampai sore. Mereka hanya bertemu saat sarapan, makan siang, dan malam setelah itu berpisah lagi hingga larut Damar menyusul sang istri yang sudah terlelap.

Perasaan Mayang semakin tak karuhan ketika melihat status WhatsApp temannya yang lolos seleksi PPPK guru pada tahun ini. Rasa iri dan penyesalan hinggap menyelimuti hati Mayang, kata andai, andai dan andai memenuhi otak ibu hamil itu.

Setetes air mata luruh dari pelupuk mata, Mayang terisak, dia merasa lelah dengan kondisinya saat ini. Pikiran-pikiran negatif memenuhi kepalanya, hingga dia berpikir, apakah suaminya mulai jenuh dan bosan dengannya? Apakah dia sudah tidak menarik lagi? Belum lagi, satu-satunya pendapatannya saat ini adalah dari suaminya, karena dia sudah tidak membuka les-lesan sampai setelah melahirkan nanti. Mayang semakin takut, dia takut jika nasibnya akan menjadi istri tersakiti seperti di film-film ikan terbang.

Mungkinkah Mayang hanya larut dalam cerita di film, hingga saat ini pikirannya berkelana kemana-mana.

Bupuh Wandari :
Nduk, Bupuh masak udang balado. Mau dibungkus ndak? Nanti biar dibawa Mas Damar pulang.

Melihat pesan yang dikirim bupuh, sepertinya lebih baik Mayang keluar rumah guna untuk menjaga kewarasannya. Mayang masih sadar, dia tidak boleh larut dalam pikiran-pikiran negatif.

Mayang :
Ndak usah Bupuh, Mayang aja yang ke warung. Sekalian jemput Kirana sekolah.

Tak pikir lama, ibu hamil itu memutuskan untuk keluar rumah. Dia tidak peduli akan perkataan suaminya yang melarang untuk sering naik motor sendiri, bukannya apa, Damar sendiri merasa ngeri saat melihat istrinya mengendarai motor dengan kondisi perut besar. Laki-laki itu takut dan tak ingin terjadi apa-apa dengan istrinya, terlebih sudah mendekati hari perkiraan lahiran.

oOo

"Haduh, Mayang! Kok ya nekat toh bawa motor sendiri, mana boncengin Kirana lagi." Seru Bupuh Wandari saat melihat ibu hamil dengan baju daster dan sweater yang melindungi dari panas siang ini.

Mayang pun hanya terkekeh, dengan santainya dia menggandeng tangan Kirana yang masih berbalut seragam sekolah.

"Apa toh, Bupuh? Wong ya Mayang baik-baik aja juga." Jawab Mayang disertai tawa kecil. Lalu ibu hamil itu menyuruh anak gadisnya untuk duduk dan mengambil jajan yang dimau.

"Ngeri ah, Nduk. Tinggal nunggu hari lahir aja kok nekat bawa motor sendiri."

"Gapapa, si adik bayi yang kepengin naik motor." Balas Mayang kembali disaat merasakan pergerakan dari dalam perutnya, dengan naluri keibuannya Bupuh Wandari pun ikut mengelus perut keponakannya yang sudah turun. Tanda tak akan lama lagi waktunya lahiran.

Usai mengambilkan Kirana jajan, Mayang pun mengambil piring lalu mengisinya dengan gorengan dan sambal udang balado kesukaannya. Wanita itu tidak sungkan, karena sudah terbiasa dengan bupuhnya.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now