37. Kakak Kirana sakit

56.1K 7K 270
                                    

Usai mandi sore dan pamitan pada anak bungsunya, Pak Warno bergegas berkunjung ke rumah Mayang, untuk menjenguk Kirana yang pagi tadi demam.

Rasanya ada yang kurang seharian ini, biasanya Kirana akan pulang ke rumahnya selepas sekolah dan akan main di sana seharian. Hari ini gadis kecil itu tidak menampakkan sisi cerianya, karena sakit. Pak Warno bergegas menjenguk usai diberitahu Riska tadi. Sepertinya Kirana benar-benar sudah berhasil mengambil hati Pak Warno.

"Panasnya udah turun, Pak. Tapi katanya masih pusing kepalanya." Jawab Mayang berbisik karena Kirana baru tertidur beberapa menit yang lalu.

"Tapi nggak gejala demam berdarah toh? Soalnya lagi musim lho."

"Nggak, Pak. Tadi sih pas periksa trombositnya normal, semalam lho badannya panas banget sampai pagi belum turun - turun padahal udah minum obat. Makanya tadi pagi Mayang panik, langsung telepon Mbak Ratih buru-buru minta antar ke puskesmas sama Mas Bambang juga." Jelas Mayang, pikirnya masih teringat saat Kirana membangunkannya di tengah malam. Mayang terkejut saat merasakan tubuh Kirana panas dengan mata berkaca-kaca, belum lagi mereka hanya berdua karena Damar tengah mengantar Pak Tejo dan Bu Tejo ke luar kota, menghadiri acara saudara jauh.

Mayang berusaha untuk tidak panik. Namun, tetap saja dia tidak bisa bersikap tenang karena baru kali ini menghadapi kondisi seperti ini sendirian, tanpa ada Damar di sampingnya.

"Lha kamu kok ya ndak telepon bapak apa Riska, minta ditemani tidur sini."

Mayang beranjak dari duduknya lalu mengikuti sang bapak yang berjalan keluar kamar dan berlalu ke ruang tengah, mereka membiarkan Kirana sendiri agar tidak merasa terganggu.

"Lha kemarin Mas Damar udah mau telepon Riska, tapi tak tolak. Wong ya cuma semalam aja, pikirnya Mayang. Lagian juga Riska lagi ujian, kasihan kalau keganggu."

"Ujian, ya di sini masih tetap bisa belajar toh. Tapi nanti sudah pulang kan ayahnya Kirana?"

"Udah, Pak. Palingan nanti habis magrib perjalanan pulang." Jawab Mayang lalu berjalan ke dapur mengambil suguhan untuk bapaknya.

"Nggak usah buat kopi, Nduk. Bapak sudah ngopi." Ucap Pak Warno begitu melihat Mayang berlalu ke dapur.

Sore itu bapak dan anak perempuannya mengobrol berdua, sampai panggilan dari Kirana menghentikan keduanya. Rasa haru menyelimuti hati Mayang ketika melihat interaksi Kirana dengan bapaknya. Siapa sangka, bapak yang selama ini Mayang kenal keras kepala dan otoriter bisa diluluhkan hatinya dan menerima kehadiran gadis kecil itu dengan tangan terbuka. Sejauh ini, tak ada lagi Pak Warno yang banyak menuntut dan mengatur Mayang seperti sebelumnya.

Kirana bagai peri kecil dalam hidup Mayang.

"Mbah No, bobok sini?" Tanya Kirana bergelayut manja di pangkuan simbahnya. Gadis kecil itu sedang disuapi makan malam oleh sang bunda, walaupun masih harus drama dahulu, karena Kirana merasa indra perasaanya pahit, tidak berfungsi dengan baik.

"Kirana mau Mbah No tidur sini?"

Kirana hanya mengangguk lemah, sembari menatap sang bunda yang juga menatapnya.

"Kan nanti malam ayah udah pulang, Kak. Mungkin sebentar lagi bupuh sama Mbak Nabil ke sini, masa Mbah No juga disuruh bobok sini?"

"Mbak Nabil bobok sini, bunda?"

Mayang mengangguk kepala, lalu menyuapkan sesendok nasi pada sang putri, "iya. Tadi siang pas kakak bobok bupuh telepon bunda, katanya mau bobok sini nemenin kakak sama bunda. Gapapa ya Mbah No nggak bobok sini?"

"Tapi Tante Riska ke sini nggak?" Tanya Kirana kembali dengan mulut penuh.

"Ditelan dulu, Nduk." Tegur Pak Warno pada Kirana, lalu berkata, "Tante Riska nanti ke sini sama Om Ari. Tante mau belajar dulu, soalnya besok masih ujian. Nanti Kirana tanya sendiri ya? Tante mau bobok sini nggak."

Nikahi Aku, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang