5. "Kamu naksir sama Dik Mayang ya, Mar?"

58.9K 7.3K 549
                                    

"awakmu iku, mbok ya dipakai olahraga. Esok-esok bar subuhan terus lari-lari rutin kan yo iso. Ojo terus di nggo glimbungan ae. Kapan iso kuru nak ngono carane. (Badanmu itu, mbok ya dipakai olahraga. Pagi-pagi habis subuhan terus lari-lari rutin kan ya bisa. Jangan terus dipakai rebahan aja. Kapan bisa kurus kalau gitu caranya)."

Lagi-lagi hari ini kegiatan Mayang diiringi dengan omelan bapaknya. Kebiasaan Pak Warno jika sedang tidak enak badan atau capek, apa pun yang ada di depan mata beliau bisa saja salah. Namun apesnya Mayang, semalam dia lupa mengisi kendi (wadah air minum dari tanah liat). Sehingga pagi ini Pak Warno sudah emosi akibat capek setelah pulang dari piket malam.

Mayang yang sedang membilas cucian pun hanya diam mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan bapaknya. Walaupun dalam hati sakit, ingin rasanya sekali dia membantah namun Mayang sadar jika dia membantah yang ada bapaknya akan semakin marah dan berujung membentak siapapun, tak terkecuali Bu Tini.

Mayang tidak ingin hal itu terjadi. Kondisi kesehatan ibunya yang menjadi prioritas Mayang. Namun, Mayang tidak bisa menjamin akan terus bertahan jika terus seperti itu.

"Dwi anaknya Pak Rozak saja sudah ada yang melamar, pekerjaannya di Surabaya sudah bagus padahal dia hanya lulusan SMK. Sudah bisa beli motor sendiri buat bapaknya. Bentar lagi ya dinikahi sama calonnya yang polisi itu."

Air mata Mayang menetes bercucuran, hatinya sakit kala mendengar perkataan Pak Warno yang membandingkannya dengan anak tetangga.

"Sudah hampir tiga bulan kamu lulus, belum juga dapat pekerjaan. Apa iya mung mengandalkan jadi guru les cukup buat hidupmu? Kamu itu masih prawan, mbok ya jaga penampilanmu. Kalau punya badan bagus kan ya ada yang lirik, kamu belum punya anak lho. Mbok ya dijaga-"

"Pak cukup!" Teriak Mayang dengan keberaniannya kali ini.

Mayang sudah muak dengan semua, seakan semua uneg-unegnya ingin dia keluarkan. Bukan hanya sekali dua kali bapaknya berkata seperti itu, namun sayang kali ini Mayang sudah tidak kuat untuk mendengar semua.

"Mayang capek Pak! Mayang udah nggak kuat lagi, bapak kira Mayang memutuskan pulang dan cari pekerjaan di sini juga demi siapa? Demi ibu dan bapak! Stop banding-bandingkan Mayang dengan anak siapapun itu, kalau Mayang bisa egois sudah pasti Mayang nggak akan pernah pulang ke sini setelah Mayang lulus. Tapi apa? Karena rasa bakti Mayang pada ibu, Mayang pulang. Mayang pengin rawat ibu, ya kenapa kalau memang Mayang belum dapat pekerjaan? Bapak malu karena anaknya nganggur?! Asal bapak tau banyak kesempatan yang sudah Mayang sia-sia karena Mayang memilih untuk pulang, kalau pun bukan karena ibu sudah pasti Mayang keluar dari rumah ini. Kenapa? Karena sikap bapak yang seperti ini, membuat Mayang muak."

Pak Warno semakin naik pitam kala mendengar bantahan dari Mayang,"Lho berani bantah kamu!"

"Kenapa? Mayang bantah karena Mayang capek! Setiap hari Mayang mendam sakit hati karena ucapan bapak. Apa iya bapak ndak mikir perasaan Mayang saat bapak bicara seperti tadi?! Siapa toh Pak yang mau nganggur?! Bapak bicara kayak tadi seolah-olah Mayang nggak ada gunanya di rumah ini, padahal semua kebutuhan di rumah Mayang yang urus. Memang bapak ndak pernah mikir perasaan Mayang!" Teriak Mayang di depan wajah Pak Warno yang sudah terbakar emosi.

Spontan tangan Pak Warno terangkat dan akan melayangkan tamparan pada wajah Mayang yang sudah memerah banjir air mata.

"Kenapa berhenti?! Tampar Pak! Tampar aja! Mayang ndak papa kalau mau bapak tampar. Biar sekalian Mayang tau kalau memang Mayang tidak ada gunanya di rumah ini!"

Tangan Pak Warno pun mengepal, lalu berjalan mundur dan meninggalkan Mayang dengan raut wajah emosi yang terpampang. Mayang hanya bisa menangis tergugu sampai tidak kuasa menahan kakinya untuk berdiri.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now