11. Dibalik duka

60.8K 7.6K 894
                                    

Happy reading!

Tandai typo ya, terima kasih☺️

oOo

Waktu subuh kediaman Pak Warno sudah mulai ramai dikunjungi tetangga yang melayat. Mobil ambulance telah meninggalkan rumah Pak Warno setengah jam yang lalu.

Suara isak tangis menyambut kedatangan jasad Bu Tini. Keluarga, saudara, tetangga semua menangis kala melihat Riska dan Ari menangis tersedu di sebelah almarhumah. Sedangkan, Mayang dan Pak Warno hanya terdiam lemas, mereka terlalu lelah sampai tidak sanggup mengeluarkan air mata lagi.

"Minum dulu, Nduk. Tubuhmu lemas." Ucap Bu Sipah yang sejak tadi merangkul tubuh Mayang bersama Wandari.

Mayang menggeleng kepala, dia sudah tidak memiliki tenaga. Bahkan dia sempat tak sadarkan diri beberapa menit yang lalu.

"Mayang, tabah ya Nduk.." bisik Wandari tak henti-hentinya agar Mayang tetap sadar. Mata gadis itu kosong, seperti orang linglung.

"Ibu mau lihat Mayang menikah, Bupuh. Tapi sekarang ibu malah ninggalin Mayang. Mayang ndak bisa bahagiakan ibu." Gumam Mayang lirih namun berhasil mengalihkan perhatian Pak Warno. Lelaki paruh baya itu berkaca-kaca melihat putri sulungnya yang lemas tak berdaya.

Bahkan diakhir hidup Bu Tini, beliau meminta agar Pak Warno membiarkan Mayang hidup bahagia dengan pilihannya sendiri. Termasuk dengan pasangan hidup Mayang.

"Mayang capek, Bupuh. Mayang udah ndak bisa nangis lagi. Mayang harus ikhlas kan, Bupuh? Biar ibu tenang?"

Tangis Bupuh Wandari dan Bu Sipah semakin deras, mendengar perkataan Mayang yang tenang namun sangat menyakitkan. Bahkan air mata Pak Warno turun dengan sendirinya, sungguh hatinya hancur dan tak akan kembali utuh setelah hari ini.

Para pelayat tak henti berdatangan, Bu Tini merupakan orang yang ramah di mata tetangganya. Dulu beliau orang yang aktif ikut berkegiatan bersama ibu-ibu PKK desa, namun karena penyakit jantung yang diderita beberapa tahun ini menjadikan beliau pasif tidak ikut serta kegiatan lagi. Selain karena anjuran dokter untuk tidak lelah dan kerja keras, Bu Tini juga mendapat larangan dari suami dan anaknya.

Damar memasuki rumah duka, wajah lelaki itu tampak sendu begitu melihat tatapan Mayang yang nampak kosong. Damar menghampiri Pak Warno dan duduk di sebelah kanan bapak Mayang yang sengaja kosong.

Begitu mendengar kabar dari Agus dini hari tadi Damar bergegas keluar rumah dan ikut membantu membereskan rumah Pak Warno, serta memasang tenda dan kursi-kursi untuk para pelayat. Sehingga Damar sudah melihat jelas bagaimana keadaan Mayang sejak dini hari tadi.

"Pak Warno panggil saya?"

Pak Warno menghela nafas, namun matanya tak berpaling memandang jasad sang istri yang berada di depannya.

"Apa lamaran mu masih berlaku?" Tanya Pak Warno lirih.

Kening Damar mengernyit sebelum mengangguk mantap, "masih, sampai bapak memberi restu."

"Jika sanggup nikahilah putriku saat ini juga, di depan almarhumah istriku." Kata Pak Warno tanpa ragu, juga Damar yang sontak mengiyakan.

"Saya sanggup. Sebelumnya saya izin ke orang tua saya dulu, Pak."

Damar pun keluar dari rumah dan menemui kedua orang tuanya yang berada di halaman rumah, serta Ratih yang juga ikut melayat. Pak Tejo tidak keberatan sama sekali, bahkan Bu Tejo menyerahkan satu cincinnya sebagai mas kawin yang belum dipersiapkan sebelumnya.

Sebelum itu Bu Tejo izin masuk rumah untuk menemui Mayang, dia ingin melihat keadaan calon istri putranya. Mereka tidak keberatan jika memang harus dilangsungkan ijab kabul terlebih dahulu, mengingat situasi dan kondisi berduka seperti ini.

Nikahi Aku, Mas! Where stories live. Discover now