01. Bintang Kehidupan

12.9K 991 58
                                    

Disclaimer

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

[Happy reading!!]

"AURIGA!! MAS UDAH BILANG JANGAN BAWA KUCING LAGI KE RUMAH! TUH KUCING DAH BANYAK KAMU PUNGUTI! LAMA-LAMA NIH RUMAH JADI PENITIPAN KUCING!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"AURIGA!! MAS UDAH BILANG JANGAN BAWA KUCING LAGI KE RUMAH! TUH KUCING DAH BANYAK KAMU PUNGUTI! LAMA-LAMA NIH RUMAH JADI PENITIPAN KUCING!"

Danan baru balik kantor langsung dibikin engap saat melihat adik bungsunya itu kembali membawa kucing liar dari luar. Masalahnya bukan sekali ini saja, tapi sudah banyak kucing yang dibawa oleh adiknya itu. Untung saja Abel, adik keduanya mau memodifikasi ruangan belakang rumah biar dijadikan rumah dan tempat bermain kucing.

Danan sudah hafal banget jawaban seperti apa yang akan diberikan oleh adik bungsunya itu.

"Tadi cuma kasih whiskas doang eh terus dia ikut, bukan salah adek mas Danan."

Auriga Adhlino Sabian. Kecintaannya sama kucing membuat laki-laki berparas tampan itu selalu membawa whiskas kemana-mana untuk dia kasih ke kucing jalanan. Siapa sangka dia yang di sekolah sering urak-urakan tetapi lemah kalau sudah berhubungan sama kucing terlantar. Berbeda banget sama kakaknya yang kedua, Kak Ivan. Kakaknya itu bahkan alergi sama bulu kucing, tapi alergi nya cuma sekadar bersin-bersin saja, tidak sampai pada gejala yang serius. Makanya tiap pagi atau pulang koas, Kak Ivan sering bersin-bersin.

Auriga memiliki kepribadian yang mudah bergaul dengan siapapun, dan tegas pada pendiriannya. Dia memiliki stok kesabaran yang sangat minim, jangan salah kalau hampir setiap waktu dia berada pada mode 'senggol bacok'. Tapi itu hanya di sekolah, kalau di rumah jangan ditanya, segalak-galaknya Auriga, Mas Danan lebih galak lagi.

"Ya kan kamu bisa usir kucingnya Auriga, kasian kakak kamu nanti bersin-bersin mulu kalau di rumah. Kamu gak kasian?" tanya Mas Danan dengan wajah lelah.

Sekasar-kasarnya Danan atau pun saudaranya yang lain, tidak ada yang berani menggunakan ungkapan gue-elo di rumah ini. Itu salah satu didikan Mama dan Papa yang tidak mau anaknya berkata tidak sopan sesama saudara sendiri. Boleh menggunakan ungkapan itu, tapi di luar rumah dan tidak boleh diberikan kepada saudara sendiri. Makanya tidak heran melihat perubahan sikap Auriga dan saudara-saudaranya di rumah.

"Si Kakak juga ga komplain kok adek bawa kucing ke rumah. Lagian kucingnya gak pernah adek masukin ke rumah pas kakak di rumah."

"Itu karena kakak kamu gak bisa marah sama adik-adiknya. Ngeluhnya ke Mas doang."

"Ya sudah berarti gak apa-apa, si kakak juga jarang di rumah."

Danan hanya bisa menahan dirinya dengan menarik napas panjang. Berurusan dengan Auriga harus punya stok kesabaran yang banyak, berbeda dengan adiknya itu yang defisit stok kesabaran. Mas Danan sudah bekerja di salah satu perusahaan arsitektur terbaik di Jakarta. Kesehariannya memang dihabiskan di kantor dan di lapangan kerja, tapi itu semua dia lakukan untuk keluarganya.  Semua dia lakukan untuk adik-adiknya. Siapa yang bakal manjain adik-adiknya kalau bukan dia? Sementara Papa dan Mama sibuk dengan pekerjaan dan dunia mereka sendiri.

Hiraeth || Huang Renjun (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang