24. Semestanya Papa

3.4K 593 59
                                    

[Happy reading!!]

Abel masuk ke dalam kamar yang remang-remang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abel masuk ke dalam kamar yang remang-remang. Setelah bicara panjang bersama kedua orangtuanya dan juga bersama Danan serta Ivan, Abel hanya bisa pasrah menerima apa yang akan terjadi setelah ini. Kalau memang perpisahan menjadi jalan satu-satunya yang terbaik bagi kedua orangtuanya, maka dia hanya bisa menerima itu.  

Di kamar, dia melihat kedua adik kembarnya itu sudah tertidur pulas. Memang diskusi dan penjelasan yang dari Mama dan Papa tadi berlangsung sampai tengah malam, banyak hal yang dipertimbangkan dan didiskusikan. Apalagi Mama yang bersikeras meminta salah satu dari anak-anak mereka ikut dengannya, dan Mama hanya mau Danan dan Ivan. Danan masih mempertimbangkan, dia tidak bisa meninggalkan adik-adiknya begitu saja, tapi dia juga gak mau Mama nya sendirian. Sementara Ivan tentu saja menolak, dari dulu dia selalu menolak kalau Mama memintanya ikut. Dia hanya akan mau ikut apabila adik-adiknya juga diikutsertakan, kalau adik-adiknya gak pergi, maka dia juga gak akan pergi.

Bahkan Mama meminta kepada Papa agar dia bisa membawa Agharna bersamanya. Hal itu tentu saja langsung ditolak Papa tanpa Papa perlu mempertimbangkan yang lain. Hal itu gak akan pernah disetujui Papa.

Abel mendekati kasur adiknya itu. Dia menatap wajah kedua adiknya itu, wajah-wajah polos yang harus menanggung banyak luka. 

Abel mengelus rambut Auriga pelan. Dia juga sekalian memeriksa suhu tubuh adiknya itu yang tadi pagi sangat panas. Sekarang masih panas sih, tapi sudah gak sepanas tadi. Usapan tangan Abel di rambut Auriga membuat Auriga terbangun. Dia membuka matanya pelan dan berat.

"Eungh?"

"Kebangun ya? Sorry-sorry, lanjut tidur lagi aja." Abel berucap pelan bahkan hampir seperti berbisik takut kalau Agha juga ikutan kebangun. Dia mengelus rambut Auriga lagi lebih pelan, Auriga menutup matanya kembali, tapi dia sedikit meringis menahan sakit. Abel mengusap rambut Auriga, mencoba mengalihkan rasa sakit yang mungkin mengganggu tidur adiknya itu.

Setelah melihat adiknya kembali tertidur pulas, Abel merapikan selimut yang digunakan adik-adiknya itu dan mematikan lampu tidur yang ada di atas nakas.

Abel juga mengelus rambut Agha, dia tersenyum melihat Agha yang tertidur pulas di samping Auriga.

Pintu kamar dibuka oleh Danan, dia melihat Abel yang masih ngelihatin kedua adiknya itu.

"Bang..." Panggil Danan pelan. Abel langsung nengok. Danan memberikan instruksi kepada Abel agar keluar dari kamar sebentar.

Mereka duduk di sofa. Di sana juga ada Ivan. Mereka berdua menatap Abel, seakan ingin ngomong sesuatu tapi ragu untuk mengucapkannya.

"Mas Danan mau ngomong sesuatu?" tanya Abel yang dari dulu memang lebih peka terhadap apa yang terjadi.

"Abang gak apa-apa?" tanya Danan pelan.

"Dibilang baik-baik aja sih enggak, mana ada anak yang baik-baik aja di kondisi seperti ini." Abel menjawab tenang meskipun dari nadanya sudah jelas tau kalau dia sangat sedih.

Hiraeth || Huang Renjun (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang