33. Datang untuk Pergi

3.9K 603 281
                                    

[Happy reading!!]

Aku mau nawarin tissue kalau butuh, agak panjang memang

i'm sorry 🛐🛐🛐

Auriga masuk ke rumah Dean dengan lunglai, tanpa ada semangat hidup

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Auriga masuk ke rumah Dean dengan lunglai, tanpa ada semangat hidup. Dia duduk di ruang tamu dengan pandangan mata yang kosong. Entahlah, dia jadi ragu untuk pulang hari ini. Tapi dia sudah terlanjur janji untuk pulang.

"Kenapa mukanya gitu?" tanya Dean.

"Pulang atau enggak?"

"Ya pulang lah, lo kira rumah gue tempat penitipan anak apa? Minggu depan lo juga udah masuk sekolah lagi, liburan lo udah berakhir. Mending pulang deh," saran Dean, memang kalau sama Auriga harus sabar-sabar. 

"Minggu depan 1 Agustus, gue juga ulangtahun. Masih ingat ga ya mereka?"

"Ya ingatlah, apalagi sekarang juga ada kembaran lo. Bisa jadi pesta besar-besaran nih," ucap Dean terdengar antusias.

"Kado gue bakalan jadi kado spesial bagi Agha," ungkap Auriga.

"Kado apaan? Lo udah beliin kado?"

"Ada dua. Salah satu kadonya ada di bawah kasur lo kak. Kalau gue gak bisa kasih, lo yang bantu kasih ke Agha."

"Lo...?"

"Gue udah gak dikasih izin buat main bersama Agha, Papa takut nanti Agha kenapa-kenapa karena gue. Mungkin memang benar ya kak, kalau gue gak bisa buat jagain Agha, gue cuma bisa nyakitin dia aja." Auriga menatap kosong entah ke arah mana, tatapannya terlihat sedih.

"Ga... jangan gini lagi. Katanya udah gak apa-apa."

"Tadi gue ke tempat Papa. Gue kira Papa akan senang dengan kedatangan gue, gue kira Papa akan langsung memeluk gue seperti dulu, gue kira Papa akan tanyain kabar gue, gue kira Papa mau minta maaf. Tapi... Papa malah kelihatan kaget, Papa kelihatan gak senang. Papa bahkan gak cariin gue dua minggu ini. Wajah Papa senang saat menyebut nama Agha doang, saat Papa bilang mau ngabarin sesuatu hal yang bagus terkait donor mata Agha. Gue tau kak, gue tau Papa pasti akan bilang Agha sudah punya nama pendonor. Padahal Papa gak tau, kalau gue lah yang ada di daftar itu. Kalau Papa tau, Papa senang atau sedih ya kak?"

Dean tertegun. Hanya dengan mendengarnya saja, rasanya sangat menyakitkan. Apalagi berada di posisi Auriga.

"Kak... gue butuh banget Papa. Gue gak masalah dulu Mama ngebenci gue, tapi kalau Papa, kalau Papa yang benci dan diemin gue, gue gak bisa. Gue butuh Papa di hidup gue, tapi Papa sudah gak butuh gue... Papa udah ga butuh cahaya gue."

Dean mendekati Auriga, merangkul Auriga yang butuh semangat dan kehadiran seseorang untuk bisa membangkitkan jiwanya kembali. 

"Gue pengen banget dipeluk Papa, tapi Papa bahkan gak mau memeluk gue barang sedetikpun tadi. Papa bilang mau peluk gue di rumah, padahal gue butuhnya sekarang."

Hiraeth || Huang Renjun (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now