21. Waktu dan Perhatian

3.3K 563 74
                                    

[Happy reading!!]

Auriga berada di ruang makan, berdua bersama Agha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Auriga berada di ruang makan, berdua bersama Agha. Auriga sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. Wajahnya lebih pucat dari biasanya. Bekas tamparan dari Mama kemaren berhasil meninggalkan jejak di wajah Auriga. Salah dia juga yang gak sempat mengompresnya kemaren. Jadinya sekarang bengkak dan merah kebiruan. Kepalanya juga sejak bangun tadi berdenyut hebat. Mungkin karena efek semalam kehujanan.

Tidak ada suara antara Agha dan Auriga. Mereka saling diam.

'Hattchiinn!'

Auriga juga terkena flu. Dia bersin-bersin, mana hidungnya sudah merah.

"Gha... masih marah?" tanya Auriga pelan sambil menatap kembarannya itu.

Agha hanya diam.

"Masih marah ternyata—haatchiin!'

Auriga kesal karena sekarang dia sedang flu setelah semalam hujan-hujanan. Bete banget dia kalau sudah bersin+hidung meler. Rasanya pengen cabut hidung.

"Harapannya udah terkabulkan? Masih mau diemin aku?" Auriga menatap kembarannya itu sedih. Agha masih tampak marah dan kecewa sama dia.

'haatchiin!'

Agha jadi khawatir sama Auriga karena mendengar suara bersin dan juga hidung Agha yang tampaknya sedang flu berat. Apalagi suara Auriga yang terdengar berbeda.

"Gak usah lama-lama marahnya mah," ucapnya sambil menarik napas susah payah karena hidungnya yang mampet.

Agha cuma bisa diam.

"Diam mulu deh, kemaren aja marah-marah." Auriga berdecak kesal. Dikacangin memang ga enak.

'haatchiin!'

Setiap bersin rasanya badan Auriga langsung panas dingin. Apa itu termasuk efek demam? Flu? Mana kepalanya juga sakit.

"Gimana tidurnya semalam? Nyenyak gak?" tanya Auriga yang lagi-lagi tidak dijawab Agha.

"Lagi sariawan ya? Berat banget mulutnya diajak bicara." Auriga menahan kesal karena kembarannya itu hanya diam saja.

"Agha..."

Tetap aja gak digubris.

"Sombong banget sama saudara sendiri."

"Aghaaaaaa," panggil Auriga sebal, dia mau denger Agha ngomong tapi susah banget.

'Gini kali ya yang dirasain bang Abel kalau bujuk gue?'

"Marahnya mau sampai kapan sih? Papa juga semalam marah, masa kamu juga sih." Auriga sudah hampir merengek, suatu hal yang jarang dia lakuin tapi sekarang tanpa sadar dia ngelakuin itu di depan kembarannya sendiri.

"Aghaaaa..."

"Mau dibeliin roti bakar gak nanti?" Auriga mencoba berbagai cara biar Agha mau bicara lagi sama dia.

Hiraeth || Huang Renjun (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now