13. Sama, tapi beda orang

2.9K 542 49
                                    

[Happy reading!!]

Malam itu, belum lama setelah Papa memindahkan Auriga ke kamar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam itu, belum lama setelah Papa memindahkan Auriga ke kamar. Auriga terlihat sangat gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya, rambutnya seketika basah. Bulir-bulir keringat terlihat jelas di wajahnya. Helaan napas berat menandakan tidurnya yang semakin terganggu akan sesuatu. Semakin lama semakin gelisah.

Papa yang baru saja tertidur di samping Auriga langsung terbangun karena helaan napas Auriga yang terdengar berat. Beberapa kali Auriga menggelengkan kepalanya dan terlihat sangat gelisah dan ketakutan.

"Dek..." Panggil Papa pelan yang tidak digubris Auriga.

Semakin lama helaan napas Auriga terdengar berat dan dia juga kelihatan susah bernapas.

"Dek, hei bangun nak. Adek." Papa mengguncang tubuh Auriga. Seketika mata Auriga segera terbuka dan ekspresinya sangat kaget saat itu.

Keringat terlihat jelas di wajah Auriga, napasnya juga langsung ngos-ngosan, seakan habis lari.

"Adek mimpi buruk?"

Auriga menganggukkan kepalanya pelan. Wajahnya masih terlihat panik dan bingung dalam satu waktu.

Papa langsung memeluk anaknya itu.

"Cuman mimpi, gak apa-apa. Ada Papa di sini." Papa menenangkan Auriga yang masih kaget dengan mimpinya. 

"Mau minum?" tawar Papa.

Auriga menggeleng sambil tersenyum ke Papa. 

"Udah gak apa-apa kok Pa. Tadi adek hanya mimpi buruk aja." Auriga tersenyum dan meyakinkan kalau dia baik-baik saja.

"Emang adek mimpi apa sampai dadanya sesak gitu Papa lihat?" tanya Papa masih khawatir.

"Ga tau, masa adek lihat wajah adek sendiri diusir sama warga-warga terus dikatain pembohong."

"Cuman mimpi nak, jangan dipikirin ya." Papa menepuk punggung Auriga pelan.

"Tapi adek gak punya kembaran kan Pa? Adek mimpi ada yang minta tolong, dan wajahnya mirip sama adek."

Deg.

Jantung Papa tiba-tiba memompa lebih cepat dari biasanya.

Apa ini? Apa selama ini ikatan batin mereka saling terpaut?

"Cuman mimpi kan Pa?" tanya Auriga pelan. Papa menatap anaknya itu, mengeratkan pelukannya dan menepuk punggung Auriga pelan.

Papa sangat yakin kalau mimpi Auriga tadi pertanda ikatan batin antara Auriga dan kembarannya.

"Kalau mimpi itu datang lagi, bilangin dia harus kuat dan kamu juga harus kuat." Bisik Papa pelan. Auriga hanya diam tanpa bertanya lebih, karena dia sudah kembali mengantuk.

Hiraeth || Huang Renjun (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now