2. your eyes tell

131 41 35
                                    

Kebetulan kelas 12, kelas Saga masih belajar matematika peminatan oleh Bu Sri, sama dengan guru matematika peminatan Zeeana sekarang. Setelah membantu Bu Sri mengembalikan buku paket ke kantor yang telah dipakai kelas tadi, beliau menitipkan hasil kertas ulangan kelas 11 MIPA kemarin pada Saga untuk diberikan ke ketua kelas masing-masing, Saga terakhir ke kelas Zeeana. Memberikan kertas terakhir yang berada di tangannya pada Zeeana, perempuan itu sudah tidak kelihatan excited dari awal, atau pun itu gelisah dengan hasil yang hendak diterimanya.

"Nilai lo kurang bagus nih."

"Jelek kan." Zeeana sudah lebih dulu menerima dengan lapang dada.

Sementara itu Ryuki, berteriak karena nilai ulangan harian peminatan matematika kali ini dia mendapatkan nilai paling tinggi di kelas, untuk pertama kalinya. Zeeana pun heran, namun dia tak terlalu memedulikan.

"Bisa diperbaiki kali." Justru masalahnya Zeeana tidak suka memperbaiki nilai ulangan, dan berakhir dia selalu mendapatkan nilai itu-itu lagi, hasil remedial pun tidak sama bagus dan puas dari nilai asli. "It's okay, nilai lo bukan ukuran sukses enggaknya nanti kan," sambung Saga, melihat ketidaksemangatan dari ekspresi Zeeana.

"Iya, kak." Lagipula Zeeana tidak pernah mengharapkan nilainya akan bagus. "Gue cuma sebel. Jadi harapan terakhir ayah, tapi gue gak bisa bikin bangga," katanya.

Zeeana duduk kembali di kursi, langsung menghela napas kecewa. Lalu Saga, dia memutuskan istirahat sebentar di samping perempuan itu. Sebelum Ryuki tiba-tiba memisah ruang diantara mereka yang telah duduk berdampingan, tampak tidak terganggu, kecuali Saga.

"Gapapa, ini baru ulangan harian, Zee." Ryuki menimpali.

"Iya sih, gue gak pernah peduli nilai gue gimana." Padahal Zeeana-nya pun ikut merasa bersalah dalam hatinya, karena tidak dapat memenuhi asa ayahnya sejak awal.

Dia mengeluh untuk hari ini dan nilai ulangan hariannya yang buruk, lagi-lagi menghembuskan napas. Kemudian beberapa kali mencoba melapangkan dada, it's okay. Dia sampai di sini sudah berusaha, bit by bit sih.

"Berguru sama Virgo Junaya sana," kata Ryuki.

"Siapa?"

"Virgo Junaya."

"Dia siapa?"

"Btw, Zee, lo setuju? Maksud gue soal puisi, lo mau mengajukan diri gak?"

"Oh itu, maaf ya kak, enggak deh, gue nanti makin bingung benerin nilai gue gimana." Padahal Zeeana sudah menolak dengan sangat sopan santun kemarin lewat chat pada Saga, sebab yang diinginkan Zeeana di masa remaja ini adalah bermalas-malasan.

"Saga, lo serius nanya gituan ke Zeeana?" Bahkan Ryuki pun heran, pasalnya Zeeana selama ini hidup dengan tak ada ambisi, gairah, dan hanya datar, masuk sekolah pagi kemudian pulang sore ke rumah. Terus mengulang seperti itu tanpa ada hal yang didamba-dambakannya dalam hidup sambil menunggu. Berbeda dengan Ryuki yang sibuk mengagumi seseorang lalu mengikuti ekskul ke sana-kemari sembari berbaur.

"Kenapa?"

"Dia gak akan mau."

"Tapi, puisi lo cantik, Zee."

"Makasih, kak, tapi mungkin masih ada yang lebih dari gue." Zeeana bersyukur untuk itu. Dia menulis puisi hanya saat sedang tidak ada bahan gerak dan termenung, sambil meratapi nasibnya di dalam sendiri. Mungkin satu sampai dua kali ada ide cemerlang dan ditulisnya ke dalam selembar kertas.

"Eh tapi serius, emang Virgo siapa, gue rasa pernah denger nama itu tapi lupa di mana."

"Kemarin lo ketemu dia di depan kantor, Zee." Zeeana menengok pada Ryuki dan kemudian dia ingat lagi, tapi tak semua. Zeeana tidak melihat seutuhnya pada cowok yang adalah Virgo Junaya itu.

Virgo (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang