21. hug

18 7 0
                                    

Zeeana baru tiba, akhirnya menunggu di sana sendiri sebab Relia pergi ke toilet untuk membuang air pel kotor, bagian piketnya, sementara yang lainnya baru pergi ke kantin untuk membeli makanan.

Kelas Relia berada dekat dengan kantor guru, ada lorong di sampingnya dan di seberang itu kantor. Zeeana kini menunggu sendiri, duduk hanya diam, sesekali memandangi ponselnya menanti pesan dari seseorang yang tak ada kabar, akhir-akhir ini buruk menghubunginya, sulit.

Namun tiba-tiba suara bentakkan seseorang memecah sepi yang melanda. Suara itu bersumber di lorong kelas. Zeeana tidak suka rasa penasaran, bukan tipe orang yang senang mengetahui gosip orang lain dan membicarakan, walau sering bergabung dengan orang-orang yang semacam itu, Ryuki, Joyie dan Relia sih. Jadi, kini Zeeana diam, layaknya tak ada dan tak mendengar apa-apa.

Meskipun begitu pun, telinga tak bisa pura-pura mendengar apa yang orang itu bicarakan bukan? Suara di sana mungkin efek sekolah sudah kosong kini terdengar menggema.

“Apalagi sekarang, Ayah sudah bilang selama belum lulus dan dapat nilai baik. Jangan berurusan sama perempuan, bolos, terkena masalah lagi, nilai rendah, olimpiade pun kacau kemarin, masih tidak ada kapok-kapoknya? Sudah tertinggal dari Saga berapa banyak? Sekali lagi berbuat begitu, Ayah tidak akan membiarkan.”

“Hanya untuk itu Ayah ke sekolah?” Suaranya adalah Virgo. Zeeana yakin tidak keliru akan suara cowok itu. Kini bersama Ayahnya? Pembahasan mereka berat. Jika telinganya bisa sesaat untuk tidak mendengar suara-suara itu, dia ingin.

“Nilaimu terus turun. Masih belum intropeksi?”

“Maaf, Ayah.”

“Sekali lagi dapat yang terburuk dan kalah dari Saga. Ayah akan lepas tangan soal adikmu.”

“Dia pun putri Ayah.”

“Kita tidak tahu Bundamu, kan.”

“Ayah nuduh Bunda lagi, padahal Ayah yang seperti itu?”

Suaranya semakin samar-samar, mereka bicara dengan suara yang pelan sampai tamparan yang kembali menggema terdengar oleh telinganya, Zeeana pun yang tak menyaksikan dan hanya mendengar, sudah tahu apa itu.

“Akui itu.”

Lalu suara itu hilang menggantikan derap langkah lebar yang mendekatinya, satu lagi pergi dari lingkungan itu, Zeeana takut. Dia takut ketahuan sedang berada di sini dan diam-diam mendengarkan, sebaliknya dia tertekan setelah tahu itu.

Pintunya dibuka dari awal, Zeeana sedang duduk di bangku guru, dan benar orang itu melewatinya, kemudian berhenti memandang keberadaan Zeeana di dalam. Netra mereka beradu, orang itu memang Virgo Junaya, Zeeana tak keliru akan mengetahui suaranya dan benar.

Tatapannya hanya berhenti sebentar, lantas pergi melangkahkan kaki. Bahkan sebelum menampilkan netra hina memandangi Zeeana, membentuk rasa bersalah daripada rasa ketakutan ketahuan lagi. Zeeana paham itu, Virgo berhak marah yang mendengarnya diam-diam seperti orang penasaran.

Dia pun pasti kesal dengan Zeeana yang cuma bungkam lantas mendengar semuanya. Zeeana segera berdiri, mengambil tas sekolah yang dia simpan di atas bangku lalu keluar kelas. Menahan lengan cowok itu dan langkahnya yang berat.

“Virgo.”

“Apa?” Untuk cowok itu memberi waktu agar memperhatikannya sebentar.

“Gue minta maaf.”

Tidak ada balasan. Dia melepas cekalan Zeeana di lengannya kemudian meneruskan langkahnya yang berhenti. Zeeana menghela napas, mengikuti Virgo dan berdiri di depannya. “Maaf, gue denger pembicaraan lo sama Ayah lo. Semuanya, bahkan dari awal.”

Virgo (End)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ