5. the night we meet

73 31 17
                                    

Saga menemui Zeeana lagi esoknya setelah pulang sekolah, mendengar Zeeana akhir-akhir ini sering bimbingan dengan Bu Lisnur terkait lomba puisinya, Saga berharap Zeeana tak akan merasa tertekan, apalagi memikirkan nilai yang selalu membuatnya ciut, insecure. Saga langsung mendekati Zeeana yang baru keluar dari kantor.

"Zee."

Zeeana sedikit tersenyum kepada Saga, menunggunya di sini. Kemudian Saga memberikan roti dan minum di dalam sebuah plastik pada Zeeana.

"Buat lo." Namun, Zeeana enggan menerima, tidak enak, lagipula kenapa tiba-tiba Saga baik sekali padanya, hari biasa pun baik sih, tapi kenapa hari ini sangat baik sampai memberikannya makanan yang baik pula. Zeeana menolak dengan hormat.

"Enggak usah kak."

"Gapapa. Gue udah beli pakai uang sayang banget kalo dibuang, mending buat lo, Zee." Dengan berat hati, Zeeana mengulurkan tangan menerima buah tangan dari Saga. Dia lapar, pulang sekolah biasa dia menemui teman-temannya di kantin, kali ini tidak. Tepatnya belum bisa kembali bermalas-malasan lagi.

"Makasih, kak."

"Lo mau langsung pulang?"

"Enggak sih." Zeeana sudah tak sabar ingin segera menemui teman-temannya yang menunggu di kantin.

"Gue boleh bicara dulu sebentar?" Tapi karena untuk Saga, akhirnya Zeeana menganggukkan kepalanya tidak masalah untuk bicara, lagipula sebentar, berarti tak akan lama sampai menghabiskan waktu 30 menit mungkin, dia akan bicara dengan cowok itu di sini. "Syaratnya apa, Zee, gue kayak masih punya hutang sama lo, gak enak, apalagi lo mungkin cape persiapan." Ternyata tentang itu.

"Gak deh kak, gak ada syaratnya, gue tarik kembali ucapan gue. Jadi, lo gak usah kayak punya hutang apapun sama gue. Lagian kak kan ini demi kebaikan gue, gue gak masalah. Gue ikhlas." Honestly, Zeeana tidak masalah, syaratnya di awal hanya pemanis dan pegangan untuk nilai-nilainya aman ke depannya, namun dia sudah menyerah sekarang.

Zeeana akan kembali pada dirinya sendiri, tak akan memedulikan nilai, apalagi ayahnya yang masih mendesaknya bertemu dengan anak temannya dulu, tapi Zeeana merasa aman karena ibu berada dipihaknya, sementara waktu.

"Gue udah takut banget kalo itu hal yang bakal bikin penolakan buat gue."

"Gak kok. Kak Saga kalo tau syaratnya pasti dukung."

"Emangnya apa?" Saga tak dapat menahan rasa penasarannya yang makin dibiarkan, dia semakin amat penasaran.

"Rahasia. Kan gue udah sukarela ikutan lomba puisi, itu demi kebaikan gue, menambah pengalaman baru. Sekarang syaratnya udah gak penting soalnya gue emang gak pernah peduli sama nilai sih kak."

"Oke. Tapi, Zee, lo gak usah tertekan sama nilai rendah ulangan harian lo, asal kan itu hasil sendiri, it’s fine."

"Gue nyontek, kak." Zeeana terkekeh, dia menyontek, tak pernah berusaha mengerti materi dan mengerjakan ulangan dengan sungguh-sungguh, seperti bersiap-siap serta belajar sebelum ulangan tiba, itu dia tidak pernah. Makanya tidak masalah nilai kecil, hanya akhirnya ada penyelesan, walau sedikit, akibat Zeeana tak pernah benar-benar berusaha.

Demikian lewat pengalaman berpuisi ini, Zeeana akan berusaha yang terbaik untuk menang.

"Kurang-kurangin."

"Iya, kak, sekali lagi makasih ya kak Saga, terus buat ini, thanks." Lalu Zeeana menenteng plastiknya tinggi-tinggi, mengucapkan rasa terima kasih.

Saga menganggukkan kepala sebagai balasan terima kasih.

By the way tahu tidak mengapa Saga sangat suka dekat dengan perempuan itu, karena walaupun Zeeana tidak pernah memedulikan nilainya, berbanding terbalik dengan Saga. Zeeana membuat khas tersendiri, menariknya yang sudah lama hancur seorang diri.

Virgo (End)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant