21. Benjamin Aiden

44.2K 3.8K 58
                                    

Happy reading!

"Hai, Zoe."

Kegiatan menulis Alissa seketika terhenti kala mendengar sapaan dari pria yang cukup familiar baginya itu, ia mendongakkan kepalanya menatap Aiden yang berdiri di depan mejanya.

Setelah memastikan tebakannya benar, Alissa kembali melanjutkan kegiatan menulisnya yang tertunda, bersikap tak acuh dan menganggapnya angin lalu seperti tak ada Aiden yang tengah menatapnya secara terang-terangan saat ini.

"Zoe, i miss you. Berhenti bersikap kayak gini sama aku," ucap Aiden lirih.

Ia sama sekali tak peduli dengan keadaan kelas yang tengah ramai karena freeclass saat ini, tujuannya hanya satu, yaitu untuk membujuk Alissa, Zoe-nya.

"Zoe," panggil Aiden lagi saat tak mendapat jawaban apa pun dari Alissa. "I'm sorry. Apa kita gak bisa mulai semuanya dari awal lagi? Aku masih sayang sama kamu, Zoe." Matanya menatap intens pada Alissa yang sama sekali tak bergeming dari tempatnya.

"Zoe..."

Brak!

Bosan mendengar celotehan Alissa yang seolah-olah membuatnya terlihat sebagai orang paling jahat itu membuat amarah Alissa seketika terpancing. Ia menggebrak mejanya, membuat beberapa teman kelasnya terlonjak kaget. Saat ini mereka benar-benar sudah menjadi tontonan seisi kelas.

Mata Alissa menatap nyalang pada Aiden yang setia berdiri di depan mejanya, kilat-kilat amarah terlihat jelas terpercik di antara kedua bola mata indahnya itu.

"Stop! Berhenti buat gue terlihat seolah-olah adalah orang yang jahat di sini, Aiden," ucap Alissa membentak. "Lo enggak capek kayak gini terus?"

Aiden terdiam, berusaha mencerna segala ucapan Alissa barusan.

"Dulu lo yang seenaknya putusin hubungan kita dengan dalih gak bakal bisa LDR kan? Kenapa setelah lo balik lagi ke sini, setelah gue bahagia tanpa lo, dengan seenaknya lo ngerusak hidup gue. Dengan seenaknya lo minta balik seolah-olah lo orang paling polos tanpa dosa di sini!" amuk Alissa, mengeluarkan seluruh amarah yang bercokol di hatinya.

Ia benar-benar sudah muak melihat sikap Aiden beberapa hari ini, bahkan beberapa siswa terdengar menggunjingnya karena terlalu jual mahal pada Aiden. Nyatanya, hatinya masih terlalu sakit jika mengingat kembali luka yang sempat Aiden torehkan dulu.

Dua tahun yang lalu, Aiden adalah dunianya, Aiden adalah segala-galanya bagi Alissa. Pria itu yang selalu menjadi penyemangat Alissa kala merasa bosan dalam hidupnya, dan dia juga yang menjadi penyemangat Aiden hingga bisa berubah drastis seperti sekarang.

Hubungan mereka bahkan sangat erat seolah tak terpisahkan, apalagi setelah Alissa dikenalkan pada papa Aiden dan begitu pun sebaliknya, Alissa juga mengenalkan Aiden pada kedua orang tuanya. Alissa bahkan sudah membangun sedikit demi sedikit mimpinya untuk hidup menua bersama Aiden kelak.

Sayangnya, mimpinya dihancurkan oleh pria itu. Setelah memenangkan medali emas olimpiade sosial tingkat internasional dan mengharumkan nama Indonesia, Aiden mendapat tawaran untuk menjalani program pertukaran pelajar di Swiss. Tentu saja hal itu menjadi berita paling menggembirakan bagi Alissa, ia merasa berhasil membawa kekasihnya keluar dari dunia yang gelap.

Namun, setelah menyetujui tawaran pertukaran pelajar itu, Aiden malah memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Alasannya klasik, Aiden tak bisa menjalani hubungan jarak jauh, apalagi dengan perbedaan waktu yang cukup jauh.

"Aku minta maaf tentang itu, Zoe. Aku pengen semuanya kembali seperti dulu lagi, kita bersama-sama lagi. Setelah lulus, aku bakal datang ngelamar kamu di hadapan mami dan papi," mohon Aiden.

Alissa tersenyum kecut mendengarnya, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Sayangnya lo terlambat, Den. Ada pria lain yang lebih berani buat minta gue ke mami dan papi, bahkan pria itu dengan lantang ngucapin ijab kabul dengan nama gue di dalamnya," batin Alissa.

Melihat Alissa sama sekali tak menjawab, Aiden berinisiatif untuk mengambil kedua tangan Alissa dan menggenggamnya dengan erat. Ia meronggoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah cincin berwarna rose gold bertahtakan berlian di sana. Cincin itu ia masukkan ke dalam jari manis tangan kanan Alissa.

Beberapa siswa yang melihatnya bahkan memekik tertahan, tak kuat melihat adegan uwu yang tersaji di hadapan meraka sekarang.

Tubuh Alissa tersentak kala melihat cincin itu kini bertahta di tangannya, dengan cepat ia mengeluarkan cincin itu dan mengembalikannya pada Aiden.

"Sorry, gue gak bisa nerima ini. Lo udah gak punya kesempatan buat itu, karena di dalam sini..." Alissa menyentuh dadanya. "Udah ada orang lain yang bertakhta dan itu bukan lo, Ai."

Aiden menerima cincin tadi dengan raut kecewa yang luar biasa, menatap Alissa sendu dan mencari kebohongan di dalam mata gadis itu. Aiden melihatnya, ia bisa melihat ada sekilas kebohongan yang tersirat di dalam sana.

"Aku bakal terus berusaha, walaupun kesempatan itu cuma satu persen. Aku bakal nebus semua kesalahan aku dulu, Zoe," ucap Aiden seraya berjalan meninggalkan meja Alissa.

----

Aiden melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah, tempat yang menjadi pelariannya sejak awal bersekolah di SMA Budi Bangsa dulu. Begitu kakinya memasuki area tersebut, hembusan angin yang lumayan kenyang seketika langsung menyapanya.

Ia melangkah menuju bagian sudut dan mendudukkan tubuhnya di sana, tak peduli jika seragamnya akan kotor karena debu yang ada di sana. Matanya memandang lurus ke arah langit terbuka yang cukup cerah siang itu.

Ingatannya kembali melayang pada masa-masa sebelum ia bertemu dengan Alissa dulu. Saat di mana ia masih duduk di bangku SMP kelas akhir.

Saat itu, ibunya meninggalkannya untuk selamanya, membuat Aiden yang sangat dekat dengan sosok wanita yang melahirkannya itu menjadi sangat terpukul. Ia melampiaskan segala kesedihannya ke hal-hal negatif, seperti tawuran, merokok, balapan dan banyak lagi.

Hal itu berlanjut sampai ia menginjak bangku putih abu-abu, hingga ia bertemu dengan Alissa. Gadis pemberani tanpa rasa takut dengan sejuta pesonanya itu. Ia langsung jatuh hati saat bertemu Alissa pertama kali di area tawuran.

Hingga akhirnya keduanya saling menjalin hubungan, pelan-pelan Alissa mengubah segala kebiasaan buruknya. Ia terbebas dari yang namanya rokok, ia bisa melupakan kesedihannya dan mencoba mengikhlaskan kepergian ibunya.

Aiden bisa melihat di dalam diri Alissa ada sosok ibunya yang bersemayam di sana, apalagi setelah melihat sosok Alissa yang ramah pada semua, juga penyayang. Hal itu yang membuatnya jatuh cinta pada Alissa, membuatnya menyayangi Alissa dan ingin selalu melindungi gadis itu.

"SIALAN!" teriak Aiden. "ANJING!"

Aiden mengacak-acak rambutnya frustrasi, ia meruntuki kebodohannya dulu yang dengan mudahnya memutuskan Alissa. Padahal saat itu rasa sayang dan cintanya pada Alissa tak pernah kurang sedikit pun, ia hanya takut tak bisa memberikan banyak waktunya pada Alissa.

"Bodoh lo, Den!" maki Aiden pada dirinya sendiri.

Ia mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang kecil dari dalam sakunya. Tangannya membuka kotak itu dan mengeluarkan satu batang benda panjang berisi nikotin itu, ia lalu membakar rokok tersebut dan mengisapnya.

Berkat Alissa ia terbebas dari dunia gelap itu, dan karena Alissa pula ia kembali tenggelam di dunia yang sama.

----

To be continued...

La la la ~ Aiden jadi sad boy, yuk sama aku aja kalau Alissa enggak mau🤭

Ada yang masih ingat nama panjang Alissa? Yuk spam di sini!

Marry Me! Where stories live. Discover now