35. Luka dan Cinta

39.5K 3.3K 81
                                    

Happy Reading!

"

Assalamu'alaikum, Ma, Pa," ucap Alissa lemah begitu sampai di depan pintu rumah kedua orang tuanya.

Ia berjalan terseok dengan kaki yang masih terasa sakit, tetapi rasa sakit di hati Alissa jauh lebih besar dibanding rasa sakit akibat pecahan beling yang mengenai telapak kakinya. Ah bukan. Sepertinya ini bukan rasa sakit, tetapi rasa kecewa.

Lestari yang melihat putrinya datang dengan keadaan mengenaskan sontak berlari cepat ke arah Alissa, ia menatap panik sekaligus khawatir pada putri semata wayangnya itu.

"Astagfirullah, Ya Allah. Ini kenapa bisa kayak gini, Nak? Sini duduk dulu, biar mami obatin," pinta Lestari seraya memapah Alissa menuju sofa.

Ibu mana yang tak syok jika mendapati anaknya pulang-pulang dengan keadaan seperti mayat hidup? Ditambah darah yang mengucur deras dari kaki Alissa membuatnya bergidik ngeri.

Alissa sama sekali tak menolak, ia hanya mengikuti langkah maminya tak bersemangat dengan pandangan lurus ke depan, air matanya terus jatuh dengan sendiri, tanpa bisa Alissa hentikan.

"Sini duduk, papi ambil kotak P3K dulu," ucap Malik seraya beranjak dari tempatnya, ia bergegas pergi mengambil kotak P3K yang berada di dalam laci kamarnya.

Lestari pun mendudukkan Alissa dan membantu gadis itu untuk membukakan sepatunya yang sudah tak berbentuk. Bau anyir darah langsung tercium sangat jelas, membuat Lestari bergidik ngeri hanya dengan melihatnya.

"Kenapa bisa sampai kayak gini Sayang? Kamu kenapa?" tanya Lestari seraya mengelus puncak kepala Alissa.

Namun, Alissa sama sekali tak memberikan jawaban, mulutnya terus bungkam dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Matanya terlihat memerah dan membengkak akibat terlalu lama menangis.

Ia marah, kecewa, sakit hati, tetapi Alissa hanya bisa mengekspresikan semua itu dengan menangis. Hanya air mata satu-satunya cara ia membagi lukanya saat ini. Semua kekuatan dalam dirinya seperti dicabut secara paksa, membuatnya menjadi sosok yang sangat lemah.

"Ini diobatin dulu, nanti infeksi kalau dibiarin semakin lama," ucap Malik yang datang dengan membawa kotak persegi berwarna putih di tangannya.

Lestari menganggukkan kepala kecil seraya mengambil alih kotak tersebut dari tangan suaminya. Ia meluruskan kaki Alissa dan menjadikan pahanya sebagai sanggahan. Tangannya dengan cekatan menuangkan alkohol pembersih di kapas.

Ia lalu membersihkan luka Alissa seraya sesekali melirik Alissa dan melihat reaksi gadis itu, tetapi sepanjang kakinya dibersihkan ia sama sekali tak mengeluarkan ringisan apa pun. Alissa seperti benar-benar sudah mati rasa.

Atau mungkin, sakit yang menjalar di kakinya tak sebanding dengan sakit di dalam dadanya.

Namun, Lestari memilih untuk ikut bungkam dan fokus membalut kaki Alissa dengan perban, ia sadar saat ini putrinya sedang tak baik-baik saja. Juga saat ini Alissa pasti membutuhkan waktu untuk sendiri, berdamai dengan hatinya.

"Nah sudah. Kamu mau langsung ke kamar?" tanya Lestari seraya kembali menutup kotak P3K yang ada di atas meja.

Kali ini Alissa membalasnya dengan anggukkan kecil tanpa suara. Ia menoleh ka arah papinya yang sedari tadi berdiri menonton. "Papi, bisa gendong Kakak ke kamar?" mohon Alissa dengan suara yang sangat pelan, bahkan hampir menyerupai bisikan.

"Kenapa mau di gendong?" pancing Lestari.

"Kakak capek, kakak udah gak sanggup walaupun cuma harus jalan ke kamar," adu Alissa sendu.

Marry Me! Where stories live. Discover now