Hujan Basah Sekalian

11.1K 811 11
                                    

Pintu di depan mata Elise seperti mulut raksasa yang menganga dengan taring tajam habis diasah. Sekali lewat, kepalanya tersabet. Dia bisa saja berbohong dengan mengatakan sudah memberikan rantang makanan, toh tidak ada yang akan tahu. Namun, kepalang tanggung ibaratkan sekarang dia sudah basah kuyup setelah melewati pintu rumah.

Tangan Elise terangkat perlahan menekan bell, lalu dia mundur selangkah mulai menghitung detik. Jika genap lima menit dia akan menekan lagi.  Menit ketiga hitungannya, gagang pintu bergerak. Elise menunduk, berharap yang membuka pintu adalah Ayah atau Ibu dari Ethan. 

“Maaf, ada yang bisa dibantu?”
Tekanan suara itu, meski sudah bertambah berat, Elise mengingatnya dengan baik.

“Ini!” Elise mengulurkan rantang, kepalanya masih menunduk melihat keset abu-abu-abu di lantai. “Dari tetangga sebelah.”

“El,” sapaan halus sedikit nada terkejut mengalun. “Kamu El 'kan?”

Elise menahan napas, lalu mendongakkan kepala. Pria kekar, jangkung, memakai pakaian chef berwarna hitam, alis tajam dan mata elang itu ... Ethan tidak salah lagi, dia mengenali wajah sombong itu seketika. Mereka terakhir bertemu sekitar tujuh atau delapan tahun yang lalu. 

Setelah penolakan itu, Elise lebih sering diam di kamar. Saat SMA dia mengambil banyak kelas tambahan dan kursus jadi waktu di rumah begitu sedikit. Sewaktu kuliah mereka tidak pernah bertemu sama sekali. Lalu, setelah Ethan mulai membangun usaha restorannya, dia tidak pernah pulang. Dia mungkin masih sering ke rumah bertemu Deo. Tapi, setiap kali ada tamu yang datang, toh Elise  kabur ke kamar.

“Kamu apa kabar? Lama ya nggak ketemu.” Senyuman manis terpajang di wajah Ethan.

Lutut Elise bergetar, dia tidak boleh terpesona pada pria itu, setampan-tampannya dia tetap saja dia membencinya.

“Baik. Permisi!”  Elise siap memutar kaki dan kabur.

“Kak Lucas ada di rumah?” Pertanyaan  Ethan mencegat.

“Ada!” Elise mulai meremas ujung baju kaos putih kusam bergambar tasmanian devil yang dia kenakan.

“Deo nggak kerja kan hari ini?”

“Iya.”

“El, kamu kok kaku gitu sama aku?” Ethan menunduk, memperhatikan raut wajah Elise.

Elise menggigit bibir, kalimat lama Ethan melintas di kepalanya, “dia itu pembawa sial!” Rasa sakit menyengat dada kembali. Dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi di sini.

“Permisi!” Elise memutar kakinya segera mungkin. Keadaan ini tidak bisa dia kendalikan lagi, seharusnya saat dia keluar dari rumah seperti sekarang ini, rumah Ethan bukan tujuan pertama.

“El!” panggil Ethan.

Elise menahan napas, dia memasukkan tanganya ke dalam saku jaket lalu berbalik. “Iya, Kak?”

“Thanks.”

Elise mengangguk kaku, kepalanya seolah sedang terprogram menjadi robot kaku dengan kosa kata terbatas.

“Hem!” harusnya dia mengatakan sama-sama.

Ethan tersenyum sesaat sebelum rantang pemberian Elise barusan lepas dari tangan dan berdentum ke lantai. Isinya berhamburan keluar, nasi kuning, rendang dan opor ayam.

“Ka ….” Elise ingin sekali berteriak kencang mengomeli, dia sudah cukup dewasa untuk mengingatkan manusia sombong di depan. Namun, yang jatuh bukan hanya rantang melainkan juga tubuh Ethan.

“Kakak kenapa?” tanya Elise dari tempatnya berdiri. Tubuhnya membatu, dia sama sekali tidak berani mendekat.

Ethan memegang kepalanya, dia meringis kesakitan berusaha bangkit.

Love Back TAMATحيث تعيش القصص. اكتشف الآن