Gula Kapas

5.1K 425 7
                                    

Tangan Ethan tidak kunjung lepas. Erat sekali pegangannya pada tangan kanan, Elise menuntun seolah dia adalah benda porselen yang jika jatuh pecah berkeping-keping. Mereka sudah tiba di pintu rumah.

Kedekatan ini secara menyebalkan membangkitkan kenangan masa lalu di kepala. Saat berusia delapan tahun, Elise jatuh dari sepeda karena dikejar angsa. Ada Deo dan Nathan juga di sana, mereka malah menertawakannya hingga berguling di atas rerumputan. Pada hal saat itu, lututnya membentur aspal, berdarah dan sakitnya luar biasa. Ethan saat itu baru muncul dari dalam rumah, membawa tiga cup es krim, kepayahan. Melepaskan makanan manis dan menyegarkan di tengah siang panas itu, dia berlari ke arah Elise, membatunya berdiri dan memapahnya ke dalam rumah tidak lupa dia berteriak memanggil sang mama untuk segera mengobati kakinya.

“Aku bisa sendiri,” ucap Elise. Matanya terpaku pada kayu di depan. Tidak berani menatap Ethan, apa lagi setelah berbicara menggunakan nada tinggi. Ia harus menjauh sebelum kenangan lama akibat situasi ini menenggelamkan kepalanya.

“Paling enggak, aku anterin kamu sampai kamar. Harus naik tangga kan?” suara Ethan tenang.

“Nggak usah, Kak Ethan. Lagian aku harus ngunci pintunya lagi dari dalam,” alasan keluar dari mulut Elise, berharap kali ini pemuda itu mengerti.

Ethan perlahan melepaskan pegangan tangannya perlahan. “Kamu lagi berusaha menjauh dari aku lagi kan?”

Kali ini Elise mendongak menatap wajah Ethan tajam. “Enggak!”

“Kalau gitu, izinin aku nganter kamu sampai dalam!”

Elise menepuk jidatnya. Lalu merogoh kantong jaket, mengambil ponsel dan mengulurkannya pada Ethan. “Masukin nomor Kak Ethan di sini, nanti aku kabarin kalau aku udah aman di tempat tidur!”

“Ok!” Ethan mengalah. Dia meraih ponsel mengetik sesaat, tidak segera dikembalikan pada sang pemilik.
“Lihat apa? Udah sini balikin!” protes Elise melihat kelakuan Ethan.

Ethan tersenyum mengulurkan ponselnya kembali pada Elise. “Emang nggak bisa aku anterin kamu sampai atas? Kalau kepleset di tangga gimana?”

“I’m not a kid!” Elise merengek. “Tunggu deh, Kak Ethan mendadak baik. I can smell it, this wrong.  Seriusan are you a psikopat or something?”

“Napa lagi sih?” Ethan merapatkan telapak tangannya ke pipi Elise, menatapnya tajam.

“Dulu, mendadak baik terus ….”

“Ka ….”

“Nggak usah janji!” potong Elise.

Ethan tertawa getir. Tangan kanan terangkat, menyentuh kepala lalu terbenam di dalam helaian rambut lurus nan hitam. Waktu kecil, Elise kerap kali cemburu dengan rambut bagus itu.

“Canda!” Elise mencoba mengalihkan situasi. Dia melepaskan jaket, memberikannya pada Ethan. “Good night.” Elise mendorong pintu.

“El.”

“Yah?”

“See you tomorrow.”

Elise hanya melambai kecil dari balik pintu. Malam ini luar biasa aneh.

Ethan tidak langsung pergi, deru mobilnya baru terdengar saat Elise berteriak dari lantai dua, mengatakan dia selamat.

Jam sepuluh malam, dia terjaga, Flo mengiriminya video untuk diedit.

Keinginan untuk menunda besok saja terlintas. Elise kembali menarik selimut dan berbaring. Namun, kantuk yang tadi telah menguap pergi. Jadi dia memutuskan untuk bangun dan langsung mengedit.

Flo membuat video tentang masak-memasak kadang dia membuat konten lain. Mereka diperkenalkan oleh Bude Elise tiga tahun yang lalu. Selain berurusan dengan video, tidak ada hal yang lain yang mereka bicarakan. Gadis berponi lucu itu hanya suka berbicara di depan kamera.

Tercebur dalam kesibukan, Elise lupa sudah di mana letak jarum jam dan jatuh tertidur di depan komputer. Posisi ini terulang lagi, tangan kananya digunakan sebagai bantal. Begitu bangun dan direntangkan, nyeri menjerit.

“Not again!” sesalnya.

“Elise, Adik Kak Deo tercinta,” panggilan lembut mengalun dari balik pintu kamar.

“Mau apa?” balas Elise sembari menguap.

“Buka pintu kamarnya sebentar, Sayang. Kakak mau bicara.”

Elise memenuhi permintaan Deo. Radar curiga kembali menyala, jangan sampai ini berhubungan dengan Ethan lagi.

Segera setelah pintu membuka, Deo mengarahkan tangannya ke  kening Elise.

“Demam kamu udah turun.”

“Terus?”

“Hari ini temanin Jessica belanja ya. Aku pengen banget, tapi aku nggak dapat izin dari kantor. Mau ya?”

“Aku lagi ….”

“Please!”

“Kalau sampai Kak Jesika kena flu jangan salahain aku ya!”

“Tara!” Deo menunjukkan masker di tangan kiri.

“Tap ….”

“Setengah jam lagi. Bye!”

Elise mendengus kesal. Moo Deo sedang baik, jika dia menolak masalah lama bisa menguar kembali. Elise terpaksa menuruti. Belasan menit kemudian, dia sudah selesai mandi dan berpakaian. Namun, masalah datang, tangan kanannya tidak bisa digerakkan untuk menyisir rambut hanya sebatas melekuk membentuk huruf V.

“Mama!” Elise turun ke lantai bawah, mencari bantuan.

Ibu Elise dan Ibu Ethan ada di dapur, tangan mereka berlepotan tepung.

“Sisirin rambut Elise dong, Ma,” pintanya sembari mengulur sisir biru muda.

“Kenapa tangan kamu sakit lagi? Lihat nih, Mama lagi sibuk minta Ayahmu sana!”

“Tante?” Elise menoleh pada Ibu Ethan.

“Bentar, El. Tante cuci tangan dulu.”

“Aku aja sinih!”

Elise bergidik mendengar suara Ethan. “Nggak makasi!”

“Seriusan tahu.” Ethan menyambar sisir dari tangan Elise. “Balik sana!”

Elise berbalik. Rambutnya panjang hingga siku. Ethan mulai menyisir pelan sekali. “El, ini rambut apa ijuk?”

“Tuh kan!” Kesal membuat Elise lupa pada tangan kanannya, dia mengangkatnya serentak dan aliran rasa sakit menggigit bak ratusan jarum suntik menusuk. “My hand!”

“Tuh kan. Betah aja dong!” Ethan menyisir lagi. Sebenarnya, rambut bergelombang Elise tidak seperti yang dia katakan.

“Kak Ethan nggak kerja?”

“Hari ini lagi malas.”

“Eleh, terus karyawan Kakak mau kan apa coba?” Ucap Elise sok bijak sana.

“Semalam kan ada acara tuh. Nah, aku tahu mereka pada cape, makanya hari ini mau masuk agak siang aja.”

“Oh!” Elise jadi malu sendiri.

“Diikat kaya gimana? Kepang dua? Atau dipakaiin pita merah norak kamu itu?”

“Ikat kaya biasa aja!” balas Elise malas.

“Di sini?” Ethan menyatukan rambut Elise di tengah kepala.

“Hm.”

“Yakin nggak mau dikepang dua pakai pita?  Terus pakai gaun merah muda kamu itu.”
Di dapur, kedua wanita yang sudah melahirkan mereka tertawa.

“Kak Ethan!” Bisa-bisa Elise merajuk lagi kalau begini












Love Back TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang