Holly Trap

6.6K 563 12
                                    

Sengatan rasa sakit di lengan kanan menyadarkan Elise dari tidur singkat, dia tidak lagi ingat kapan kantuk mendera hingga tidak kuasa lagi untuk terjaga. Lagi, dia menggunakan lengan kanan sebagai bantal, sudah sering sebelumnya sampai dia kesulitan mengikat rambut sendiri, rasa sakit tidak membuatnya bisa memetik pelajaran. Saat dia menggeliat, mos di atas meja tersentuh, sontak komputer berlogo buah apel di depan muka memancarkan sinar terang benderang. Elise mengerjapkan mata berulang kali, lelah bekerja semalaman ditambah serangan cahaya barusan.

"Auch!" erangan lolos. Punggungnya seperti dijalari aliran listrik. Elise mendorong kursinya menjauh dari meja, lalu merenggangkan tubuh. Gemeretak tulang mengisi sunyi.

"Oh! Mama! Harusnya aku tidak begadang semalam!" sesal terucap. Dia kembali merapatkan diri ke depan komputer menekan tombol Kontrol dan S. setelah dokumen tersimpan dia kembali meregangkan tubuh membuka kedua tanganya lebar.

Kalau saja dia lebih cepat mulai, tentu dia tidak perlu begadang demi mengejar target revisi yang sudah dia susun. Acara makan malam dadakan semalam melintas di kepala, secepat itu pula tanganya terangkat dan mendarat kuat ke pipi.

"It was a dream, silly had!" Elise mengerjapkan kelopak mata yang berat, melirik ke lantai, sandal jepit tua lelap di pojok. Putus.

"I need more water, my brain definitely dry." Tangan Elise bergerak ke tempat botol air hijau muda mendekati kuning miliknya biasa tersimpan. Dia membuka tanpa melihat isi botol langsung teguk. Kosong. Yang satunya lagi sama.

"Oh, God!" mata Elise terpaku pada layar computer, sudah pukul setengah Sembilan pagi. "Ofcourse, I need a lot of food too!"

Elise bangkit dan berjalan terseok keluar kamar.

Di depan kamarnya, Deo membuka pintu, dia juga baru keluar. Bedanya, sang kakak beraroma wangi, kemeja biru laut licin menempel di tubuh, rambut tersisir rapi.

"Morning, Mainly Sloth!" sapa Deo.

"Hola, Aquamen," balas Elis diikuti uapan panjang.

Kantuk masih melekat erat, hingga kelopak mata hanya mampu membuka setengah. Mendekati tangga Elise harus berpegangan pada tepian dengan kedua tangan agar tidak jatuh, jadi dia memasukkan dua botol air minumnya ke topi jaket di bagian belakang.

Menapaki lantai satu, Elise membuka matanya lebar sekilas. Dia melihat sang Ayah sedang duduk di sofa depan tv, bersama dua orang entah siapa, dia menyapa tanpa melihat lalu kembali memejamkan mata, menggunakan tangan meraba udara menuju dapur.

"Deo, batuin adekmu, dong! Lagi sekarat gitu, nabrak vas bunga kan ancur," ucapan sang Ibu tertangkap telinga.

"Muchas Gracias, but I can help me, My Queen!" Elise yakin pada ucapannya, dan kembali mengambil langkah. Sengatan keras menyerang tulang kering. "Who the hell put this bloody table on my way?" teriaknya tanpa membuka mata.

"Bangun setan, bangun!" Deo menyapu wajah Elise dengan kain basah.

Elise menepis kain dan membuka mata lebar, penampakan wajah Deo dengan mata menyala dan rahang mengeras terpajang.

"Oh, hello hen ... some!"

"Maaaaaaaaa! Aku dipanggil ayam sama Elise!" teriak Deo.

"Am I have to care about that, Brother?"

"Lucifer!" Deo menutup perdebatan mereka dengan dorongan keras di kepala Elise sebelum pergi.

Elise mengelus jidatnya sembari berjalan ke wastafel, mencuci botol air minum lalu menyiapkan sarapannya sendiri. Nasi hangat, dan telur dadar tidak lupa tumis bayam yang tersimpan di balik tudung saji.

"Minah, tadi Bu Ana datang ngundang kita makan malam di rumah samping," ucap sang Ayah.

Handuk melingkari leher, tanpa keringat, pria paru baya itu pasti gagal berolahraga, pikir Elise.

"Jadi, kamu ikut nggak?"

"Ajakan atau pertanyaan, Pa?"

Ayahnya mendelik tajam. "Tetap aja jawabannya enggakan?"

"Seratus!" Elise menepuk tepian meja dengan kedua tangan.

"Katanya udah janji sama Nenek."

"Aku lagi ada kerjaan, Pa. Harus diselesaiin dulu."

"Yowes, serah kamu lah, Minah." Ayahnya berlalu sambal mengelus dada.

Kembali ke rumah Ethan? No way!

Fokus, fokus dan fokus, Elise memaksakan kepalanya untuk tetap bekerja dengan teliti. Ester dan Jojo sangat mengganggu hari ini, tidak seperti biasanya. Pinjam ini lah, pinjam itu lah. Karena sedang sibuk Elise mengiyakan saja.

Elise sudah merencanakan menu makan malamnya hari ini, telur ceplok tumis kecap. Toh dia hanya makan sendiri dan Ibunya sudah mengumumkan pemberitahuan tidak akan memasak, makan malam rumah sebelah.

Jam tujuh, ponselnya mengeluarkan lenguhan, low bath. Elise menoleh ke tempat carger, kosong, pasti di kamar sebelah. Sudah lah, toh dia bisa mengecek e-mail di komputer. Elise lanjut bekerja. Berikutnya dia memerlukan sticky note, stabilo, dan semua perlengkapan menulis guna kepentingan revisi, dia akan mencetak beberapa bagian dengan kesalahan terbayak. Hebat mejanya kosong. Semua barang itu kah yang diperlukan oleh Jojo dan Ester. Waktunya geledah kamar.

Mulai dari kamar Jojo. Terkunci. Kamar Ester, sama. Mereka jelas sudah merencanakan ini.

"It's ok!" Elise menenangkan diri, kembali ke kamar, ada e-mail dari kepala Publisher katanya mau menelepon mala mini jam Sembilan, ada yang perlu dibicarakan. Dia membutuhkan carger.

"Dasar adik sialan!" runtuknya. Jika begini, dia harus ke rumah sebelah memarahi Jojo dan Ester. 

Tiba di depan pintu kamar, Elise baru sadar, dia lupa mengembalikan uang Ethan yang kemarin.

Elise memutuskan membasuh muka, mengambil jaket merah dan berjalan ke rumah tetangga tanpa alas kaki. Dalam hati dia melafalkan doa untuk tidak melabrak Jojo dan Ester.

Keysha, dia yang membuka pintu. Senyuman lebar tersungging di paras moleknya.

"Ell, hay. Kata Deo, kamu lagi semedi di dalam peti," sambutnya ramah dengan suara yang membuat seisi ruangan tamu menoleh padanya.

"Nggak di dalam peti, kok. Kayangan sama Dewi Quan Yeen," balas Elise berusaha santai, dalam hati dia menyumpahi Kakaknya.

"Elise, sayang!" Tante Ana, Ibu Ethan berjalan cepat ke arahnya. "Ayo masuk. Tante kangen banget sama kamu."

Elise tersenyum membalas pelukan. Well, dia bisa berubah menjadi baik.

Tante Ana menarik Elise ke dapur, menyuruhnya mengambil piring dan memaksanya makan. Senyuman di depan wajah Wanita itu berubah saat wajah Ester dan Jojo yang tertangkap mata. Mereka membalas dengan senyum kemenangan.

Elise duduk di kursi dapur selagi yang lain bersenang-senang di depan, dia tidak begitu memperhatikan siapa saja yang ada di sana.

"Peek a boo!" Ethan melompat dari belakang menekan bahu Elise kuat.

"You again?" desis Elise setelah menatap Ethan. Baju kaus putih dan rambut yang dibiarkan tergerai. Luar biasa tampan menodai mata.

"Aku kali ya ngomong kaya itu, this is my house."

"Dalah, balik aku! Niatku baik loh, ngebayar utang." Elise meletakan lembaran seratus ribu di meja.

"Becanda. Oh iya, kemarin aku janji buat masakin kan? Steak sapi mau?"

"Ini di piring makanan kan, bukan mainan."

"Itu masakan Mama, bukan aku. Pokoknya aku masakin, udah itu letakin aja."

"Mubazir!"

Ethan mencakar pinggang, menatap Elise gusar.

"Ini uang, utangku lunas ya." Sekali lagi Elise menunjukkan lembaran uang pada Ethan.

Pria bermata sipit itu tersenyum. "Udah lah, simpan aja."

Keysha mendekati mereka. "Beb, temanin aku di dalam dong!"

Ethan berjalan melewati Elise. Mulutnya menguman kata, diam di situ.

Apa yang dia inginkan sekarang?

Love Back TAMATDonde viven las historias. Descúbrelo ahora