Oh, Sandal Kesayangan

6.7K 578 9
                                    

Pertemuan ini jauh lebih buruk dari kata canggung, Nathan tidak mengenali Elise sama sekali dan pria itu pun sudah jauh berubah. Dulu, dia kurus hitam dan dekil. Sekarang proporsional, putih dan menawan, meski tingginya masih satu jengkal di bawah Ethan. Dia datang menggandeng seorang gadis berambut pirang, berparas cantik dan bermata biru memesona. Bukan saat yang tepat mengingat masa lalu bahkan memang sebaiknya dilupakan saja.

"Mbak, ini koper sama tas saya tolong di bawah ke mobil ya," pinta Nathan saat matanya beradu dengan Elise.

"Nathan dia...." Ethan seperti hendak menjelaskan, segera Elise menyikut.

"Its ok," bisik Elise. Dia menarik dua koper besar, dan memanggul tas hitam besar. Membawa barang berat bukan masalah, dia sudah sering mengangkat kentong cat dan bawaan Ester dan Jojo.

"Ell!" Ethan menarik salah satu koper dari tangan Elise.

Elise memilih mengabaikan Ethan dan berjalan menuju mobil dengan barang bawaannya, setelah semua tertata di bagian belakang mobil, dia mengulurkan tangannya pada Ethan.

"Apa?" Ethan menatap bingung.

"Minjam duit, aku pulang pake taxi aje. Besok pagi aku balikin," kata Elise blak-blakan.

"Mobil masih muat, Ell. Gedean badan aku juga dari pada kamu."

"Terus singgah di mana lagi?"

"Langsung pulang."

"And the girl? Mata Elise mengecil."

"Ah, iya. Kita antarin dia dulu kayanya. Nathan possessive banget sama cewenya."

"Ok. Pinjamin dong!" Pada batas kesabarannya, Elise mengguncang bahu dan mengentak kaki mirip Jojo kalau menginginkan sesuatu.

"Aku yang ngajak kamu ke sini, masa aku lepas. Masuk mobil!"

"Hell no!" Elise mengembungkan pipi hingga membulat.

Kedua tangan Ethan mendarat di bahu Elise. "Masuk please, I begging you!"

Sesak di dada makin menjadi, mendorong napas panjang nan kasar diembuskan oleh Elise.

"Pleaseeeee!"

"Im not a fucking kid, though, kalau itu yang Bang Ethan takutin. Aku bisa pulang sendiri. Atau Deo? Dia ...."

Jari telunjuk Ethan merapat di bibir Elise. "Ssst. Aku udah janji, ngantar kamu sampai depan pintu. Nathan emang nyeblin, tahan beberapa menit ya, ok?"

Elise hanya bisa menarik napas panjang. Saatnya mengalah dan mengikuti Ethan.

"Nggak singgah di POM bensin dulu?" tanya Elise setelah masuk kembali ke mobil dan duduk di samping Ethan di bagian depan, Nathan dan Wanita Indonesia asli di belakang.  Tadi dia mengira Wanita itu orang asing atau berdarah campuran ternyata saat mendengar caranya berbicara, mendok. Ethan juga sudah memberitahukan dari mana asalnya.

"Singgah dong. Jeli banget sih mata. Jelalatan tuh mata."

"Tadi katanya nggak singgah ke mana-mana. Jelalatan?  Om kali yang gitu. Dari tadi matanya ke sana kemari," runtuk Elise. Matanya menatap lurus ke depan.

"Om?" Ethan tertawa lebar. Kalau aku nggak ngeliat ke depan tabrakan lah kita. Marah mulu! Nggak kasihan entar manisnya keburu ilang?

"Emang permen karet?"

Ethan hanya tertawa. Dalam situasi ini mereka berdua secara tidak langsung mengabaikan Nathan di belakang. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di POM bensin.

Pacar Nathan, Karin turun dari mobil, katanya mau mampir ke toilet. Elise ikutan turun, matanya tertuju ke mini market samping tempat pengisian. Mendadak saja, dia ingin membeli beberapa bungkus jajan, tapi saat merogoh saku tidak selembar uang pun yang tertinggal.

"Mau apa ayo?" Ethan melingkarkan tanganya di bahu Elise.

"Jajan."

"Yuk, aku traktir."

"Idih, traktir katanya lagi...." Kalimat Elise terpotong, Ethan mengeratkan pelukannya hingga dia kesulitan bernapas.

"Kalau buat beli berapa  bungkus jajan masih bisa kali!"

"Masa? Aku mau borong sama tokonya sekalian!"

Mata Ethan membuka sempurna, sekali lagi dia mengeratkan lingkaran tangan. "Ya, Tuhan ni anak ngeselin banget! Lagian kalau kebanyakan makan jajan, entar giginya sakit lagi loh."

Sakit gigi masalah Elise sewaktu masih kecil dan dua abangnya ditambah dua cowo sebelah malah patungan membelikannya cokelat dan permen.

"Lima ribu deh, pinjamin!" telapak tangan Elise terbuka  mengulur lagi ke arah Ethan.

Ethan merogoh saku, mengeluarkan selembar seratus ribu. "Beliin rokok juga, ok!"

"Aku nggak ngerokok, sorry!" Elise berlari meninggalkan Ethan. Dia membeli beberapa jajan kemasan dan minuman kaleng, di total semua lima puluh ribu, hebatnya dia melupakan pesanan sang pemilik uang.

"Buruan!" Ethan berteriak saat Elise keluar dari mini market, mobil sudah terparkir di tepi jalan. Memeluk jajanya, Elise berusaha berlari. Dam! Sesuatu yang aneh terasa di kaki. Saat dia melihat, splendid! Sandalnya putus.

Ethan tidak bisa berhenti tertawa selama beberapa menit, dia sengaja mengabaikan Nathan yang menanyakan ada apa dengan mereka berdua di bangku depan.

"Udah dibuang aja!"Sudah payah Ethan mengatakan kalimat itu dengan napas tersengal, Lelah karena tertawa.

"Nggak ah, mau aku mumiin aja, kali aja jadi baru, kenanganya banyak tahu!" Elise memasukkan kripik kentang ke dalam mulut, mengunyah dengan wajah cemberut. Tadi cabe sekarang sendal, semoga mala mini tidak jadi lebih panjang.

"Coba salah satunya?"

"Dikejar anjing Pak Leo."

Tawa Ethan makin kencang. Mata jepangnya makin tak kelihatan.

"Plese stop! Its not a joke!" mohon Elise tidak tahan melihat tampang Ethan di samping.

"Ok!" Ethan kembali diam.

"Sorry, Kak Ethan, bisa singgah sebentar di Bank di samping taman kota, aku mau nukarin uang," pinta Karin.

Elise menoleh pada Ethan, yang ditengok menggerakkan kepala perlahan, seperti karakter dalam film horror yang tengah ketakutan.

"You are the driver!" kata Elise datar. Membantah pun percuma.

"Thanks God!" hela Ethan lega.

Mobil kembali menepi. Karin turun ditemani Natan.

Ethan sibuk menggeser layar ponsel.  Elise melirik kerah pria  berambut sebahu itu. Aneh, semua seperti mimpi. Pertemuan beberapa hari yang lalu dan hari ini jauh berbeda.

Jangan sampai kau terbiasa dengan kenyamanan ini, Elise jangan lagi, kepala mengingatkan.

"Rokokku mana?" tanya Ethan.

Elise pura-pura mengobrak-abrik kantong belanjaan, dan meraih permen karet di dasar plastik. Nah, sama-sama awet di mulutkan?

Ethan menarik napas. "Nggak usah sok akrab deh, pake acara ngajarin aku soal bahaya merokok!"

Kalimat tajam itu menyentil jantung Elise sekilas. "Siapa yang ngajarin? Just save my own lung. Situ yang rokok, asapnya nyebar kemana-mana!"

"Ya,udah mendingan kamu pulang pake taxi!"

"Udah dari tadi juga!" Elise siap mendorong pintu, turun dan berjalan kaki pulang ke rumah.

Tangan Ethan mendadak menahan, dia tersenyum. "Just kidding!"

"Lucu juga kagak!"

"Nggak adil, bego!" Tangan Ethan mendorong kepala Elise. "Kalau kamu aja ngomong sesuka hati. Cross my heart, I never ever hurt you again."

Aneh, mengapa dia harus berjanji? Pikir Elise. Sungguh ini malam yang panjang.

27072021

Love Back TAMATWhere stories live. Discover now