Naga Api

5K 478 5
                                    

Amarah serta kegusaran didapatkan oleh Elise saat dia menelepon Ayahnya. Sang Ibu muncul dengan wajah sembab di layar ponsel, begitu pula dengan Jojo dan Ester. Elise menurunkan volume ponsel hingga tidak mendengarkan semua umpatan kesal mereka. Begitu puas, akhirnya Elise menuturkan sebenarnya dia menghilang bukan karena dia ingin pergi melainkan urusan pekerjaan.

“Kak Elise pikir kita percaya begitu?” sembur Ester.

Elise hanya mengangkat bahu.

“Kakak tampan yang bawa kamera udah ke sini kaleeee!” Jojo menambahkan. “Kak El, nemu dimana?”

“Nemu, situ kira kerang?” gusar Elise. akhirnya mereka semua mendengarkannya dan tidak memperdebatkan masalah dia menghancurkan pertunangan Deo.

“Kamu baik-baik kan di sana?” tanya Ayahnya.

“Baik, Pah. Aku udah transfer uang ke rekening Papah, kirimin Ke Kak Jesika ya, sama sampaiin permintaan maaf aku sama dia. Aku ….” Elise menarik napas, memaksakan kepalanya melupakan kejadian malam pertunangan.

“Udah, Ayah paham. Apa nggak sebaiknya kamu bicara sama Ethan, El?” tanya Ibunya.

Elise menggeleng. Melihat wajahnya saja sudah membuat tubuhnya kaku, apa lagi harus berbicara.

“Ya udah, nanti setelah urusan kamu selesai, Mama temanin kamu ketemu sama Tante Ira.”

Tante Ira adalah kenalan Ibunya seorang psikolog.

“Siapa, Mah?” itu suara Deo.

Elise melambai ke kamera dengan wajah merenggut. Tidak diindahkan, ponsel bergeser, dia segera mematikan panggilan dan menonaktifkan ponsel. No more phone to day. Time to focus, mengetik hasil audio cerita Andreas.

Mereka menghabiskan waktu hari ini di tepi pantai, di tengah keramaian. Elise yang memilih tempat. Sebab Sofia, Ibu Kayle tidak kelihatan lagi, saat ditanya sang suami hanya menggelengkan kepala.

Makan siang mereka seafood. Elise kekeh membayar makanannya sendiri.

Sore harinya, berbicara sembari berjalan menyusuri bibir pantai. Cerita Ayah Kayle akhirnya dimulai saat dia masih kecil. Dia adalah pria tua bahagia sekarang, berbanding terbalik dengan masa kanak-kanak. Ayahnya seorang pemabuk dan sang Ibu adalah wanita super cerewet. Saat dia berusia delapan tahun, sang Ayah berpulang karena kelebihan mengonsumsi alkohol.

Ibunya tidak berubah sama sekali, dan saat itu Andreas tahu, Ibunya sosok yang tegas bukan cerewet. Lalu, tiga tahun kemudian, pria baik hati melamar sang Ibunda. Ayah barunya adalah sosok pekerja keras. Andreas muda mengaguminya, meski keluarga mereka hidup pas-passan dan terkadang kurang, mereka bertahan. Semangat sang Ayah tiri menular padanya, dia membuat tekad, kelak dia akan menjadi sukses dan tidak akan membiarkan anak dan istrinya kesusahan.

Elise merenggangkan tubuhnya, dia melihat jam pukul Sembilan, mendadak perutnya keroncongan. Dia meletakan laptop di meja. Berjalan ke dapur. Dia memang belum mengecek isi kulkas, kosong.

“Yah!” Elise menepuk jidat. “Kamu panik sih semalam, nggak sempat masukin stok mie kan? Makan apa dong?” Elise menekan perutnya.

“Ah! Warung seafood tadi harusnya masih buka. Ke sana deh.”

Hangatnya angin pantai mengiringi perjalanan Elise. kepalanya mengingat dengan baik jalur mana yang dia tempuh. Tepat sekali, warung pinggir jalan itu masih ramai pengunjung. Aroma masakan mengundang selera. Dia memesan olahan cumi bakar dan sate lilit.

Kembali menaiki tangga batu menuju tempatnya tinggal, sosok berbaju putih menunggunya di atas, Sofia.

Ngapain di situ? Batin Elise. aku udah lapar banget lagi. Sapa aja deh terus kabur. Dia kembali menaiki anak tangga batu.

“Malam, Tante,” sapa Elise seceria mungkin.

“Dari mana kamu?” tanyanya tajam.

“Cari makan!” Elise mengangkat tinggi kantong hitam bawaannya.

“Alah, jangan bohong ya kamu! Emang nggak benar ya kamu!”

“Ok. Tante nggak salah nuduh saya seperti itu karena saya ada di sini sekarang. Tapi, emang Tante punya bukti rekaman barang kali jelasin kalau saya nggak benar. Satu lagi, saya punya saksi dari mana saya barusan!” Elise menggenggam kantong plastiknya erat.

“Kamu jangan macam-macam ya, sama suami saya!”

“Kalau gitu ya suaminya dijaga.”

Kalimat lancang Elise membuat mata wanita di hadapannya membelalak lebar.

“Maksud kamu apa?” Dagu Sofia menenggang, jari telunjuknya mengarah ke jidat Elise.

“Maksud saya, Tante temanin Pak Andreas. Saya nggak tahu ya seharian ini Tante ke mana.”

“Karena kamu seharian sama suami saya!”

“Suami Tante hanya cerita soal masa lalunya, dan lagi kalau Tante pengen ikut nggak jadi masalah. Suami A … Tante, malah pengen banget Tante ikutan. Ah, Tante nggak percaya, mau bukti? Saya punya rekamannya.”

Sofia menarik napas, kedua tangan merapat di pinggang.

“Kalau Tante nggak suka saya di sini, besok saya bisa pulang. Sekarang, saya lapar Tante. Permisi!”

Elise melewati wanita itu, berlari cepat ke tempat tinggalnya di seberang.

“What the hell you talking about, El!” Elise menekan kepalanya saat sudah menutup pintu.

“Kamu baru aja ngeceramahin orang tua. Fix, besok Kayle datang dan nyeret aku ke luar!”

Elise menarik napas panjang, berjalan ke dapur dan menghidangkan makan yang baru dia beli.  Kemudian dia berpindah ke meja makan, tidak lupa mengambil laptop. Ada e-mail baru saja masuk. Bukan dari rekan kerjanya.

“JulianF5,” Elise membaca alamat sang pengirim. “F five … Famous Five … Lima Sekawan.” Elise tertawa. Julian adalah dan Dick dalam cerita lima sekawan adalah karakter yang paling Elise gilai saat masih kecil.

Tanganya bergerak  membuka isi pesan. Foto konyolnya terpajang. Rambut kepang dua, baju hitam kusam warisan milik Lucas bertuliskan Slipknote. Celana pendek selutut milik Deo. Ini yang terjadi kalau menjadi adik perempuan umurnya tujuh setengah tahun waktu itu, barang diwariskan turun-temurun. Ada Deo di samping kanan Elise, Ethan di sebelah kiri, dia menoleh ke arahnya dengan mulut lebar tertawa dan tangan melingkari leher Elise bertumpuk dengan tangan Deo, dan Nathan di bagian depan tersenyum manis.

Wajah mereka digambari oleh noda warna merah pewarna makanan.  Matan Elise terkatup dan mulut terbuka, gigi depanya baru tanggal. Elise ingat hari itu. Ulang tahun Nathan di halaman belakang.

Elise mengetik balasan. “Kurang kerjaan bongkar aib orang, hah?”

Tidak ada balasan sama sekali. Dia mengetik lagi. “Siapa?”

Elise berpikir sejenak. Ini pasti kerjaan Deo, tapi foto ini diambil menggunakan kamera Ayah Ethan.

“Lebih baik aku nggak perlu tahu!” Elise memutuskan sambungan WIFI. Kembali menulis, paling tidak dia selesai dengan lembaran awal sebelum ditendang keluar.

Love Back TAMATOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz