Ratu Mie Instan Di Restoran

7.6K 659 5
                                    

Mengabaikan lingkungan sekitar adalah keahlian Elise. Tidak diragukan lagi dia mirip bunglon menyesuaikan diri, bergerak tanpa dilihat atau menjadi pusat perhatian. Ruangan restoran ini cukup besar, ada jendela lebar di samping tempat Elise bekerja yang memudahkan pandangan dua arah, dari luar dan dari dalam. Meski ada tirai di sana, dia membutuhkan cahaya. Mengikis dinding jauh lebih menyenangkan dibanding menghaluskan permukaan dengan kertas pasir. Semua berjalan biasa pada awalnya, sampai para waiter lalu lalang dari dapur menuju bagian depan dengan nampan makanan. Aroma yang membangkitkan rasa lapar membaui udara menembus lapisan masker yang dia pakai. Elise menjadi pemenang selama satu jam, dia bersil mengusai diri, memasuki jam kedua tepat setengah tiga, dia mengaku kalah.

Pilihan menu ada di dinding, dia tinggal membaca lalu memanggil waiter, makanan siap, lahap, kenyang. Malang, uang di saku hanya pas untuk biaya ojek pulang, dia lupa membawa dompet atau kartu ATM. Telpon Deo? Deo jelas akan membunuhnya. Pulang? Pekerjaannya jauh lebih lama. Berharap ada yang menawarkannya makan? Impossible, ditawari kopi dan camilan saja tidak.

Elise menghapus peluh di jidat menggunakan punggung tangan. Dia meraih tisu basah di dalam tas, membersihkan tangan, kemudian mengeluarkan senjata pemadam lapar paling mudah dan mutakhir, mie cup dan termos air. Padahal keduanya disiapkan sebagai makanan penunda lapar bukan makanan utama. Selagi menunggu mienya siap, dia kembali memainkan kertas pasir, menghaluskan bagian bawah dinding.

Tiga menit lewat, dia duduk bersandar di jendela mulai meniup uap panas yang mengepul dari cup. Elise memiliki julukan di rumah, Ratu segala Mie instan. Semua mie varian terbaru pasti akan dia coba, meski pada akhirnya dia tetap memborong satu merek kesayangannya, warisan keluarga, temannya dari kecil.

Isi cup tandas, Elise menepuk perut. "Kenyang ya, sampai jam sebelas malam!"

Dinding baru benar-benar bersih pukul empat, setelahnya Elise mulai memasang wall tape di keempat sisi, dan mulai mengecat menggunakan rol. Seember cat putih lapisan dasar sudah berada di sana bahan sebelum dia tiba pagi ini. Karena hanya satu bagian, dia bisa selesai mengecat selama dua jam. Dari jam lima sampai jam tujuh malam.

Tidak ada makanan lagi, Elise ingin pulang saja sekarang. Namun, membayangkan wajah Ethan yang enggan melihatnya dia jadi resah dan benci. Lebih cepat lebih baik.

Pukul setengah delapan, Elise beradu tatap dengan dinding. Sketsa yang dia buat semalam sudah ada didinding, ditampilkan oleh layer proyektor yang dia bawa. Ada sedikit yang harus dia ubah.

"Kak Ell!" Panggilan diikuti entakkan di bahu membuat tubuh Elise goyah, hampir ambruk.

"Jojo! Ngapain di sini?" Elise mengelus dada melihat keponakannya itu.

"Kangen!" Remaja bermata sipit itu menggelayut di lengannya.

"Yeh, mau apa, hah? Tugas biologi gambarin apa namanya ... lagi?"

"Kagak! Cuman diminta sama Mama Marta buat ngecek, Kakak. Sebenarnya tadi Kak Ester, cuman lagi sibuk katanya besok ada ulangan."

"Hem! As you can see, I'm good. Kamu bisa pulang sekarang."

"Udah makan malam?"

Elise mengangguk, wajahnya biasa saja.

Mata Jojo mengecil dia menatap peralatan di lantai. Damn! Elise lupa membuang kemasan mie makan siangnya.

"Dari tadi siang cuman makan mie?" Jojo berteriak kencang. Beberapa orang yang lewat melirik ke arah mereka.

Elise menginjak kaki Jojo, lalu menutup mulutnya. Sepupu sialan!

Jojo gesit melepaskan diri, toh dia memang belajar taekwondo. "Ini kerja di restoran nggak di kasih makan? Wah jahat, yuk pulang!"

"Nggak bisa, Jo! Ini bakalan lama!"

"Besok Jojo bantuin! Titik ... nggak tanda seru!"

"Ngapain tanda seru?"

"Kak El yang ngajarin juga." Jojo mencibir, dia kemudian sibuk membereskan peralatan Elise di lantai. "Kita pulang. Kalau Kak El sakit kan ...."

"Bilang aja nggak mau repot."

"Bukan, Kak El, sayang. Ngerawat itu mudah, ngeliat Kak El tersiksa menyiksa jiwa."

"Ih sok puitis."

"Yeh, itu juga nasehat, Kak Ell. Nah beres. Yuk balik!"

"Ok!" Elise mengalah. Jojo itu mirip sekali dengan Lucas, sama-sama nggak bisa dibantah. Kata Ibunya, mereka mewarisi sikap yang sama dari sang Kakek.

Pada akhirnya Elise mengalah dan pulang setelah menitip pesan pada satpam agar dindingnya tidak diapa-apakan dulu.

__-__-__--__

Keletihan luar biasa setelah bekerja seharian membuat Elise tepar di tempat tidur dan baru bangun pukul setengah Sembilan. Jahatnya tidak ada yang mau membangunkan dia. Saat dia turun ke lantai bawah, semua orang rumah sudah menjalankan aktivitas mereka. Yang ada di meja makan sarapan dan sebuah kotak bekal makan siang dari Jojo. Ada pesan di atasnya, "nggak ada mie instan hari ini. Jam setengah dua, Jojo samperin."

Elise hanya bisa tersenyum, kehangatan mengaliri dadanya. She can't live without her family.
Kembali ke Restoran, hari ini jauh lebih mudah, satpam malah menyapa Elise saat dia sampai.

Dinding yang dia tinggal semalam sudah kering sempurna, saatnya mulai menggambar sketsa kasar. Untuk yang satu ini, musik menjadi bagian wajib. Dia memasang earpon dan mulai menggores dinding, perlahan mengikuti permintaan klien, Sakura di musim semi.

Makan siang tepat pukul satu, sesuai janji Jojo muncul dan membatu. Pekerjaan jauh lebih cepat.

"Wow! This is exactly what I want!" suara penuh kekaguman diiringi tepuk tangan datang dari belakang. Saat berbalik, Elise segera mengenali sosok itu, Keysha, kekasih Ethan. Super model, luar biasa cantik.

"Aku senang dengarnya." Elise memfilter kalimatnya terlebih dahulu. "Malam ini selesai."

"You are pro!" rasa kagum Keysha belum juga hilang.

"I'm not. Jadi sudah sesuaikan, Kak, I jus need to add a little detail and all is ready."

"Thanks. It so beautiful. Ah, ayo dilajutin, aku mau ketemu sama Ethan dulu. See you around."

Elise mengangguk tipis. Dia beralih pada Jojo yang masih serius pada bunga daffodil di sudut. "Jo, udah waktunya kamu pulang, sisanya aku aja yang kerjain."

"Mau sampai jam berapa?"

"Pulang! Kamu harus belajar!" Elise kekeh mengusir.

"Iya, Ka Eleanor! Aku pulang! Tapi Kak El, sampai jam berapa?"

"Sampai  kelar. Waktunya cuman dua hari. Entar ditemanin sama satpam depan, Kok." Asal nama Elis Celistia bukanya Elenanor. Orang tak betah memanggilnya dengan satu nama.

"Ah! Makan malam? Mau aku anterin aja?"

"Nggak usah. Nanti bisa pesan nasi ayam di warung Bu Sukma."

"Ah, aku mampir ke sana ah. Ok aku balik. Dah, dah, jangan cape-cape tahu!"

Elise mengucap iya tanpa suara. Selepas Jojo pergi, Elise kembali fokus, secepat lukisan ini selesai, kisah bersama si Abang tetangga juga ikut selesai.

27 Juli 2021

Love Back TAMATWhere stories live. Discover now