Help You, Help Me

5.1K 470 1
                                    



Elise sekarang tahu mengapa Andreas memintanya tinggal selama sebulan. Mood berceritanya berubah-rubah ditambah lagi dia sesekali harus mengecek laporan keuangan perusahaan. Ibu Kayle terus menerus menatapnya dengan tatapan tidak suka. Jika suatu hari di masa depan, Elise dan Kayle memiliki hubungan, dia jelas akan ditolak mentah-mentah, bahkan mungkin lebih memilih Medusa dibandingkan dia.

Pantai menjadi tempat Elise saat tidak bersama anggota keluarga itu. terkadang menggambar sketsa, melukis, menulis atau mengajak mengobrol anak-anak yang berkeliaran di sepanjang pantai. Dia mengenal beberapa orang baru, Sesil gadis manis berkulit cokelat dan sangat menyukai warna kuning, dia datang dua hari sekali membersihkan halaman depan. Awalnya dia diperkerjakan untuk membersihkan bagian dalam rumah juga. Elise bisa melakukannya sendiri jadi dia menolak. Lalu ada Sean, si bocah dengan mata biru menyala, diwarisi dari sang Ayah. Kerap kali anak laki-laki itu menemaninya menjelajahi pantai, mengumpulkan karang atau duduk berdua menikmati sunset.

Dua minggu berlalu dan setiap harinya dia harus menghubungi orang-orang rumah guna mengatakan dia dalam keadaan luar biasa baik. Selain itu, e-mail berisi foto masa kecil terus menerus masuk. Saat dia membalas, tidak ada balasan sama sekali.

Malam ini, hujan dan angin bergemuruh. Jendela kaca di bagian depan seolah diketuk puluhan tangan. Kebisingan mengusik kantuk, Elise memilih duduk di tempat tidur sembari bertukar pesan dengan Jojo. Dia menceritakan tentang gadis yang tengah dia taksir lalu topik mereka beralih pada Ester yang menolak teman dekat Jojo.

“Kak Deo nanyain Kak El mulu, tahu!” pesan masuk dari Jojo.

“My heart is not strong enough, Jo!” balas Elise.

“Kan hanya bicara aja, Kak El.”

“Later. Perhapas!”

Layar ponsel Elise berubah, ada panggilan masuk dari nomor baru.

“Maaf siapa?”

“Nathan,” balas orang dari seberang.
“Nathaaaan!” Elise membuat suaranya terdengar antusias. “Apa kabar?” pertanyaan standar.

“Sepi nggak ada kamu. Nggak kangen sama aku?”
Ucapan Nathan menggelitik. Namun, Elise menahan suara tawanya di tenggorokan. “Aku hanya kangen sama kasur di kamar. Nothing more.”

“El, mendingan kangen sama aku!”

“Can explain why I have to?”

“Karena … El, apa yang terjadi sama kamu dan Bang Ethan?”

“My problem. If you don’t mine, please ignore it.”

“Listen he’s my brother and you are my ….”

“Friend, the old one.”

“El!” suara Nathan tegas dari seberang.

“Sorry. Aku juga nggak ngerti apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Bang Ethan!”

“Bohong!”

“Right! Aku cuman nggak pengen ngomongin itu. aku udah tenang selama dua minggu, melupakan itu semua.”

“But, when you come back home, it will be back. You can’t just run away! Ke mana pun kamu pergi, kamu ngebawa masalah itu juga El. Kamu nggak bisa terus-menerus sembunyi dari Bang Deo dan Bang Ethan.”

“Kamu lagi ceramahin aku?” Elise berdiri wajahnya mulai panas lagi. Dia mendekati kaca kamar, menempelkan pipi ke kaca.


“I’m not! Stop thinking like you are kids!”

Elise tertawa sinis. “You don’t know what happened!”

“So, explain it! Maybe I can help you.”

“Mungkin itu ketidak jelasan, Nathan. Aku tahu cara nyembuhin diri aku sendiri.”

“Ok!” Nathan mengalah. “Anyway, I miss you.”

“But my head never thinking about you.”

“Jahat banget, hati aku sakit banget. Maaaa, panggilin ambulans hati aku berdarah.”

“Emang berdarah lah, kalau keluar baru kering!”

“Elise!” kecam Nathan, detik berikutnya dia tertawa. “Kapan balik?”


“I dunno!” Elise menarik napas. Sebaiknya dia tidak perlu menunggu tanggal kepulangannya,


Percakapan mereka terhenti beberapa menit kemudian, Nathan kedatangan tamu.

Malam makin kelam, raungan alam perlahan terhenti dan kantuk kembali berderap menyerang mata, waktunya berlayar  ke alam mimpi.
                                                _*_*_*_


Gerimis mengisi pagi, setelah cukup kenyang dan merasa hangat oleh secangkir kopi. Elise menemui Andreas di tempat tinggalnya. Dia dan istrinya sedang duduk di ruangan tamu. Andreas membaca koran sedang sang Istri memainkan jemari lentiknya pada layar gawai.

Sofia melirik Elise sebentar lalu pergi.

“Jadi hari ini kita berbicara tentang First sight kan, Pak Andre?” Elise sengaja membesarkan suaranya. Topik ini dia pilih bukan untuk meminta maaf pada Ibu Kayle, melainkan untuk sang anak. Jika berhasil, jika tidak ya sudah lah.

“Emang hal itu harus banget ditulis?” Andreas menurunkan koran, meletakannya di meja.

“Jadi ….”
“Jadi kamu searching di internet kalau ….”

“Kalau di masa muda, Pak Andre sama Bu Sofia itu romantis bingit. Kaya Tictanic.”

“Kenapa harus itu coba?”

“Hampir karam!” Elise menggigit bibir siap menerima ledakan amarah.

Andreas mencengkeram tepian kursi yang dia duduki, keningnya mengurut, bahu terangkat, kemudian helaan napas kasar bersuara. “Benar sekali.”

“Jadi ….”

“Jadi mulu!”

“Pak Adre ingat siapa cinta pertama Pak Andre?”

“Oh, jelas, dia gadis lugu, lucu kepang dua.”

“Jangan bilang namanya Minah ya, Pak!”

Wajah pria paru baya di depan Elise berubah, senyuman melebar perlahan di pipi. Jari telunjuknya terangkat.


“Jangan menyanyi, jangan!” Elise menutup telinga.

Tawa pecah. “Suara saya bagus.”

“Udahl ah, Pak ayo cerita saja.”

“Oke!” Andreas berdehem, membersihkan tenggorokan.

Pria itu mulai, dari pertemuan pertama mereka di perpustakaan kampus khas sinetron. Mata Andreas berbinar, dia tampak jelas bahagia mengenang masa-masa indahnya bersama sang istri.

Hari ini berlalu dengan manis. Sorenya, Elise memutuskan lebih cepat membeli makan malam karena malas memasak.

Sekembalinya dari warung langganan, Kayle dan sang Ibu ada diujung tangga yang sama, tempat dia dicegat dulu.  Dari raut wajah mereka, jelas hal serius tengah menjadi topik perbincangan.

“Not again!” Elise menekan kakinya kuat ke tanah. Dia menoleh ke kanan sebentar, melatih bibir tersenyum.

Belum sempat dia menyapa, tangan Kayle menariknya, kuat. Kotak makanan yang Elise bawah jatuh ke atas jalanan berbatu, tumpah ruah.

Mata Kayle menyala, tangannya kini menekan leher Elise. Oh No.





Love Back TAMATDonde viven las historias. Descúbrelo ahora