Maaf

5.5K 401 3
                                    

Ethan duduk di sebelah Elise. Alisnya menukik tajam begitu pula netra indahnya, bibirnya terus bergerak kiri ke kanan atau berbalik arah. Tangan menopang dagu, kaki panjangnya selorohan di bawah meja. Beberapa pengunjung resto melirik dan berbisik-bisik.

Situasi ini membuat Elise menahan malu. Ethan menolak mentah-mentah ajakan Karin untuk bertemu.

“Kalau ada apa-apa sama kamu gimana? Aku nggak mau El, kamu disakitin lagi sama  mulut lancang dia!” amarah Ethan tidak terbendung. “Ngapain kamu peduliin, mau saat terakhir, emang dia sepenting itu?”

Ia harus mengakui, jika kekawatiran Ethan ada dalam dirinya juga. Dia memilih tempat ini bukan untuk memantik amarah Ethan, melainkan mencari kenyamanan kalau terjadi apa-apa. Malah reaksi sang pacar begini, semenjak dia datang, Chef yang seharusnya ada di dapur itu malah duduk di sebelahnya, jauh lebih gelisah malah.

“Kak Ethan.” Tangan Elise bergerak, hendak menjamah lengan lelaki itu, malah segera di tepis.

“Sa ... yang.” Elise tidak ingin bermanis-manis manja sekarang, hanya saja dia harus bisa membujuk Ethan untuk kembali bekerja dan percaya jika dia bisa menghadapi Karin seorang diri.

“Diam! Diam!” Jarii telunjuk Ethan melambai di depan bibir Elise. “Jangan ngebujuk aku sekarang!”

“Karin kan belum datang. Kak Ethan bisa ….”

“Enggak!” tolak Ethan mentah-mentah diikuti tatapan tajam.

“Kalian kenapa sih?” Keysha mendekati mereka. Dia tidak menggunakan dandanan atau pakaian sexy andalannya hari ini. Dia menggunakan terusan panjang berwarna kuning muda panjang sampai kaki, perutnya sudah terlihat mengembung.

“Karin nggajak ketemu, Kak Key,” jawab Elise.
“Ya Tuhan, Elise. Isi kepala kamu apa? Kenapa kamu mau ketemu sama si mulut api? Ethan ini benaran cewe kamu gila.”

Elise menatap Keysha, memohon agar dia tidak melanjutkan ceramahnya, tampang Ethan jadi dua kali lebih buruk. “Please!” bujuk Elise.

Keysha menarik kursi dan duduk hati-hati sekali. “El, kalau dia macam-macam, itu bubuk lada siram aja ke mukanya.”

“Eh, Ibu hamil jangan mikirin yang macam-macam ya!” Ethan menatap Keysha sekilas lalu kembali menatap ke pintu masuk.

“Benar!” Elise menyetujui ucapan Ethan.

“Ethan, aku bukanya mau misahin kalian berdua yang lagi dimabuk cinta, tapi apa nggak sebaiknya kamu balik ke dapur, ini pengunjung makin banyak, kasihan Andi sama Dafa di belakang,” pinta Keysha. “Aku nemanin El di sini.”

“Mereka bisa kok,” Ethan bergeming.

“Kak Ethan!” rengekan Elise pun tidak mempan. Apa kelemahan Ethan ya? Pikir Elise sejenak. Ide terlintas di kepalanya. Dia mengambil ponsel, lalu mengetik. “To night, I’m yours!” setelahnya dia menyerahkan ponsel pada sang pacar.

“Enggak!”

“What I have to do?”

“Itu si Karin datang!” dagu Ethan bergerak ke arah pintu.

Lusuh, kata yang tepat menggambarkan Karin. Sosok yang berjalan dari arah pintu itu, bukan Karin yang biasa. Dia hanya menggunakan jaket abu-abu dan celana olahraga, dia masuk tergesa-gesa seperti sedang di kejar.

“Aku mau bicara sama Elise aja!” ucap Karin begitu tiba.

“Mau ngapain kamu? Ngatain dia lagi?” berang Ethan.

“Ini urusan aku sama Elise!”

“Mulai sekarang, urusan kalian berdua, jadi urusan aku!”

Elise menatap Keysha. Ibu hamil itu berdiri perlahan. “Biar aku yang pergi. Jangan balikin meja! Karin, duduk.”

Karin menarik kursi kasar, lalu dia duduk.

Elise meraih tangan Ethan secara paksa, dua-duanya agar tidak mendadak melayang. Dia menatap Karin, menantinya berbicara. Cukup lama, Karin hanya menatap meja, lalu dia mulai menarik rambut yang tergerai.

“Aku mau minta maaf. Aku udah nyakitin kamu selama ini.”

“Yah,” sahut Elise tergesa-gesa, dia merasakan tangan Ethan bergetar.

“Aku salah, aku kira emang benar, kamu udah balikan lagi sama Nathan, meski aku banget, perhatian kamu cuman buat Kak Ethan. Aku cuman kehabisan cara buat bisa balikan lagi sama Nathan. Awal bulan, kita balik dari Australi, hubungan kita baik-baik saja tapi setelahnya … aku udah berhasil ngebujuk Nathan buat bisa bersabar sampai aku berhasil lupain dia dengan harapan dia bisa balik lagi sama aku dan ternyata aku salah besar. Saat aku make kamu El, buat jadi senjata aku, malah hubungan kami makin parah. Aku nggak tahu lagi, gimana caranya ….” Bahu Karin berguncang hebat, dia menangis.

“Ok. Aku maafin itu semua. Lagian semua udah lewat juga. Aku sama Ayah kamu, sama Kayle, sama Nathan nggak ada hubungan apa-apa. Kita bersama murni kenalan doang,” ucap Elise dalam satu tarikan napas. “Terus, sekarang kamu sama Nathan gimana?”

“Dia benci banget sama aku. Dia nggak mau ketemu. Aku kacau banget.”

“Kenapa kalian putus? Setahu aku dia tergila-gila banget sama kamu,” ucap Ethan.

“Dulu, dia bilang pengen balikan sama Elise. Dia sudah mencoba kan El, dekatin kamu?”

Elise menggelengkan kepala. “Dia udah baik sama aku. Tapi, awalan kita ketemu dia bahkan nggak mau menyinggung tentang masa lalu kita. Aku udah yakin banget waktu itu, antara kita berdua udah selesai.”

“Sekali lagi aku minta maaf!” Karin berdiri mendadak, dia berbalik dan tiba-tiba jatuh begitu saja ke lantai.

Elise melepaskan tangan Ethan, mendekati Karin dengan panik. Ethan mendahului mengecek keadaan gadis itu.

“El, telepon ambulance!”

Elise melakukan apa yang diminta oleh Ethan, setelahnya dia menelepon Kayle dan Pak Andreas.

Beberapa menit kemudian, raungan sirene ambulance terdengar. Ethan menahan tangan Elise agar tidak ikut. Lagi pula, Ayah dan Ibu Karin sudah tiba juga.

“Kak Ethan, coba hubungin Nathan!” pinta Elise. Nathan berbicara dengan Karin. “Aku nyusul ke rumah sakit. Boleh kan?”

Ethan mengangguk ragu. “Tapi nanti hubungin aku, oke?”

Elise mengangguk. “Kasih aku izin buat ngomong sama Nathan, boleh?”

“Kamu mau ngebujuk dia buat balikan sama Karin?”

Galengan Elise berikan, dia hanya akan menanyakan mengapa mereka berpisah dan mungkin mereka bisa berbicara dengan kepala dingin. Belajar dari dirinya sendiri, lari dan menghindar bukan jalan keluar.







Love Back TAMATWo Geschichten leben. Entdecke jetzt