Mari Akhiri Ini

5.6K 470 4
                                    



Mimpi yang dicicil bertahun-tahun tinggal selangkah saja sempurna. Kini Elise terlempar jauh-jauh ke belakang. Pemilik tanah menghubunginya semalam. Pria tua itu marah dan kecewa, dia sudah berjanji membeli tanah itu hingga sang pemilik tanah tidak menerima tawaran dari orang lain. Penipu, gelar baru untuknya.

Kayle akhirnya menghubungi Elise kembali tengah malam, saat mata Elise sudah menyerah untuk membuka dan kepala tengah merajut mimpi.

“Sorry banget, aku benaran nggak ada maksud ngabaiin panggilan kamu seharian ini, El. Aku sibuk banget.”

Elise sudah terlampau lelah dan malas berbicara sekarang. “Udah nggak apa-apa. Lupain aja. Hapus jejaknya sekalian!”

“El, maafin aku,” suara Kayle melemah.

Mata Elise membuka lebar dia bangun dan duduk tegap di tempat tidur. Pria itu sudah cukup baik. “Aku yang minta maaf. Kayle, kamu lagi sama Om Andre nggak?”

“Iya, ini lagi ngumpul sama Mama juga. Kenapa … biar aku tebak isu itu?”

“Hem. Boleh bicara sama Ayah kamu sebentar nggak?”

“Ok. Bentar.”

Elise menunggu sembari menggulung ujung selimut.

“Halo, Celistia. Kangen sama Om, ya?” godaan meluncur dari Ayah Kayle.

“Pak, bisa kan klarifikasi soal berita bohong yang beredar, saya jadi kesulitan bergerak kalau di depan rumah dipenuhi oleh ….”

‘Kamu memang nggak biasa sama sorotan. Dasar kurang terkenal.”

Elise meraih bantal, menghantamnya dengan kepalan tangan. “Saya serius, Pak. ini lagi, saya bisa menuntut Karin ya!” Elise tidak berniat mengancam hanya memberi peringatan jika dia bisa menjadi gila. Manusia serigala berubah di bawa bulan penuh.

“Itu Elise?” bisikan Sofia terdengar.

“Elise, Tante mau bicara pribadi sama kamu, boleh?”

“Boleh, Tante. Sekarang?”

“Besok mungkin kita bisa ketemu?”

“Elise nggak bisa ke luar, Tante,” bohong Elise.

“Kalau gitu, tunggu sebentar.”

Elise tidak memberikan jawaban, selanjutnya yang terdengar adalah suara langkah kaki. Dan bantingan pintu.

“El, kamu masih di sana?” tanya Sofia dari seberang.

“Masih.” Elise menahan kantuk.

“El. Tante dengar dari Kayle, kamu itu nggak begitu peduli kan kalau kabar yang bersandar  tentang kamu itu nggak benar?”

“Ya … kadang-kadang.”

“El, Tante janji sama kamu masalah itu bakalan selesai secepatnya tapi belum bisa sekarang.”

“Karin berlebihan, Tante! Saya bingung ….”

“Iya, El. Saya tahu dan saya mengerti posisi kamu sekarang, disalahkan untuk sesuatu yang nggak kamu perbuat. Permasalahannya ada pada kami El. Jujur, sebagai Ibu angkatnya saya malu.”

“Ibu angkat?” Elise tidak yakin dengan apa yang dia dengar.

Embusan napas putus asa diembuskan oleh Sofia. “Karin anak mantan asisten rumah tangga di sini dulu. Ibunya memutuskan untuk merantau ke Malaysia dan menitipkan dia saat masih berusia delapan hari pada kami. El, kalau publik tahu dia melakukan pembohongan besar-besaran ….”

“El nggak paham,” jujur Elise.

“El, Tante sama Bapak angkat gadunganmu dan Kayle yang tega bilang kamu cuman sebagai adik udah ngebujuk Karin baik-baik. Kita bujuk dia supaya mengklarifikasi sendiri semua dan dia menolak dengan keras kepala bahkan ngancam bakalan bunuh diri. Kalau kamu memang pengen isu-isu lenyap, Tante bakalan ngatain sejujurnya sama dia, siapa dia sebenarnya. El, Tante sayang sama Karin dan nggak pengen bilang semuanya ke dia. Itu satu-satu cara supaya dia mau memberikan klarifikasi. Tante mohon, El!”

Elise menarik napas panjang. “Ok, Tante. Tapi, kalau Karin ngelakuin hal itu lagi, saya jujur sama Tante, saya nggak bisa terus sabar.”

“Iya. Tante paham.”
*_*_*_*


Tirai bening ditumpahkan langit. Pagi yang basah. Aroma bumi yang basah dan dingin memberikan sedikit ketenangan dalam hati Elise. Dia berjalan perlahan, menembus hujan. Dia memutuskan untuk ke luar, berharap kegetiran di dalam hati ikut lega seluas area pandang matanya, bukan sekadar dinding kamar.

Dia tidak membawa payung, hanya menggunakan jaket panjang selutut anti air. Telapak tanganya memucat, basah dan dingin.

Kepalanya masih terganggu dengan tanah di tepi pantai dan permintaan dari Ibu Kayle, rasanya bodoh dia mempercayai itu semua.  Ditambah desakan dari Deo untuk berbicara dengan Ethan. Makin cepat semua terjadi, satu bebannya terangkat pergi.
Langkah-langkah awal, dia berjalan menembus taman kompleks tanpa rasa takut ranting-ranting pohon yang mengapit jalan setapak itu mungkin akan patah dan jatuh menimpanya.

“Ok. Aku pergi!” putusnya tak lama setelah berjalan tak tentu arah. Dia memutar kaki, berjalan menuju jalanan utama siap pergi ke restoran Ethan.

Elise sengaja berjalan kaki. Sekitar empat puluh lima menit dia sampai.

Di depan restoran, dia membulatkan tekad lagi. Langkah penuh keyakinan tercipta bersama dengan sosok yang dia cari.

Ethan tidak sendiri. Keysha bergelayut manja di lengannya.

Dia masih mempertahankan wanita yang sudah membuat sang Ibu menangis? Amarah membakar Elise. Dia menatap Ethan tajam sekilas, Ethan melakukan hal yang sama. Jelas sekali pria itu terkejut.

Elise memutar kakinya. Tidak ada yang perlu dibicarakan sekarang. “Aku melupakan sesuatu!” Elise berbalik lagi. Mata Ethan masih tertuju padanya sedang Keysha bersandar dengan mata terkatup dan mulut berbicara. Jika hujan berhenti, Elise mungkin bisa mendengar ucapannya.

Elise membuat gerakan menebas leher yang berarti, hell dan gerakan kedua dia mengacungkan jari tengah pada Ethan sebelum berjalan menjauh.







Love Back TAMATWhere stories live. Discover now