Menghilangnya Cahaya

4.8K 411 17
                                    

Lampu depan restoran dua kali lebih terang dibandingkan malam terakhir Elise menghampiri tempat ini. Pria berkumis tipis, pemilik senyuman ramah di posko satpam terlihat ikut berbinar. Dia tidak mengenali Elise sama sekali saat disapa, dia menjawab bingung.

Dari posko satpam, Elise sengaja memperlambat langkah, matanya meneliti jalur yang dilewati, campuran semen, pasir dan tempelan batu kali. Pakaian pemberian Sofia melekat di tubuhnya kini. Gaun abu-abu berbentuk mengikuti lekuk tubuh, bagian atas mengekspos area bahu, panjang lengan hingga siku dan batas bawa mencapai mata kaki. Dia menyukai motif bunga peoni di atas kain.

Pintu semakin dekat, rasanya Elise ingin segera berlari saja meninggalkan tempat ini. Rasa dalam hatinya sudah tidak mampu lagi dibendung. Kepalanya terpecah menjadi dua jiwa yang saling menentang, mengenai mengungkapnya saja agar dia merasa lega meski harus kembali pada kondisi bertahun-tahun lalu, atau membiarkan saja rasa itu tersimpan, membusuk dan hilang dengan sendirinya dari dalam hati.

Ethan ada di dapurnya, jangan pikirkan dia, pikir Elise. Keep calm dan abaikan saja hal-hal yang mengganggu, mala mini harus berlalu tanpa ada masalah sama sekali.

Karin, sudah tentu si gadis bernapas api itu akan datang, dia bisa menjadi pemercik kemarahan mala mini, Elise harus bisa menjauh sejauh-jauhnya dari dia.

Elise senang bisa menjadi bagian dari acara peluncuran buku ini, tentu ini memberikan peluang lain baginya untuk menambah pekerjaan. Namun, sekarang dia malah menyangka pilihan tempatnya, harusnya bukan di sini. Satu minggu sebelum mala mini datang, selagi dia menyelesaikan lukisannya di kamar Daniel, dia tidak bertemu atau sekedar bertukar pesan dengan Ethan. Dia membuat kesimpulan, memang takdir menolak menyatukan mereka. Malam ini membangkitkan kembali angan dan perasaan.

Melewati garis cokelat di depan pintu, Elise akan segera masuk ke dalam restoran. Dia meletakan tangan di atas dada. Liontin kalung pemberian Deo terasa pada telapak tangan. Aneh memang, Abangnya itu tidak pernah memberikan hadiah seperti ini sebelumnya. Terakhir kali Deo memberikan barang khas perempuan sewaktu mereka masih kecil, itu pun ikat rambut atau jepitan hadiah dari jajan kemasan harga seribu rupiah. Kalung berwarna silver dengan liontin berbentuk huruf E ini mengundang tanya tanpa ada jawaban karena sang pemberi menolak mengucap kata.

“Permisi, Mbak nggak masuk?” sapaan halus mengalun.

Elise menoleh. Senyuman lebar dan hangat Kayle menjadi pemandangan. “Maaf.” Elise segera melewati garis cokelat, sekarang dia ada di dalam ruangan. Dia menoleh lagi. Ada sosok cantik yang menjadi gandengan Kayle. Gadis berambut pirang jangkung, kulit putih susu. Pasangan sempurna untuk sang pria.

“Kayle, kamu apa kabar?” sapa Elise mengatasi perasaan gugup yang tiba-tiba saja membuncah.

“Elise?” Kayle mengerutkan kening.

Elise meringis lalu mengangguk kecil, harusnya dia tidak menyetujui gagasan Jesika memakai softlens.

“Baik. El, kenalin calon istri aku Ariana. Ariana this is my friend.”

Elise mengulurkan tangan disambut ramah oleh Ariana.

“Ariana.”

“Celistia, but you can call me Elise. Nice to know you.”

“Mee too.”
Elise menatap keliling, mencari kenalan lain. Ruangan lantai satu restoran ini benar-benar diubah total. Meja berbentuk segi empat tidak tersisa satu pun, digantikan oleh meja bundar bertaplak putih. Hanya ornamen di dinding saja yang tertinggal. Semua wajah menjadi asing. Kilat kamera bergantian menyergap. Tubuh Elise jadi merinding, harusnya dia memaksa Jojo atau Ester untuk ikut.

“Ini dia, tadi aku kira kamu nggak datang gara-gara baju norak pemberian Bunda.” Andreas mendatangi Elise. Dia juga memakai jas dan celana abu-abu. Di belakangnya, Sofia mengikuti.

“Norak? Lihat, Elise cantik begini.” Sofia mencubit lengan suaminya.

“Nanti, kalau aku muji Celistia eh ngambek terus aku dilarang masuk kamar. Bunda ini gimana toh!”

Elise hanya bisa menahan tawa. Kilat cahaya kamera menghujani mereka.

“El, kamu mau nggak nanti ngomong beberapa patah kata gitu mengenai buku spektakuler saya ini?”

“Nggak usah, Pak. Terima kasih.”

“Yakin?”

“Iya, Pak. saya yakin sekali. Saya cuman mau satu hal, Bapak jelasin ke media soal kabar bohong itu.”

“Tenang, itu sudah menjadi agenda Om, malam ini.” Andreas mendekat lagi ke arah Elise, begitu pula Sofia. “Kalau dari dulu kamu tampil kaya gini terus kan, saya yakin Kayle maunya sama kamu.”

Wajah Elise memerah, seakan ada api tidak terlihat tengah mengitarinya hingga perlahan suhu tubuhnya meningkat.

“Sekarang dapatnya malah bule orang Italia. Nggak bisa bahasa inggris loh, saya.”

“Bercandanya garing, Pak,” seloroh Elise. Sofia ikut tertawa lebar.

Andreas melirik jam. “Sudah waktunya acara dimulai.

Elise melirik undangannya, dia di meja nomor tiga bagian depan. Dia memacu kaki agar bisa segera duduk dan tidak diperhatikan lagi. Kayle dan Ariana duduk di meja nomor dua. Teman satu tempat Elise tak kunjung datang, sedangkan sang MC mulai membuka acara.

Beberapa menit kemudian, pandangan Elise beralih dari sang MC ke kursi kosong. Sudah datang, Karin dan Nathan, lalu Kesya dan Ethan. Baik Nathan atau pun Ethan seolah tidak melihatnya ada di sana.

Karin menggunakan baju yang sama persis dengan  Elise, mereka berada di garis sejajar. D sebelahnya kiri ada Ethan, lalu kana Nathan, mereka memakai setelan kemeja dan jas hitam. Sedangkan Kesya, dia memakai gaun hitam model terbuka, pendek di atas lutut.

Segenggam pasir seolah baru saja menuruni tenggorokan Elise. Mereka sengaja atau tidak mengabaikannya di sini. Senyumannya tidak diperhatikan, demi sopan santun dia harus menyapa mereka. Dia mulai menyapa Kesya, lalu Karin dan dua bersaudara tetangganya. Tanpa menunggu reaksi mereka, dia kembali berbalik ke arah sang pembawa acara.

Pembukaan lalu, doa, berlanjut ke Andreas yang membacakan chapter pertama bukunya. Tidak lupa dia mengucapkan ucapan terima kasih berlebihan kepada Elise, dan secara spesifik dia juga menceritakan betapa doyannya Elise menyantap cumi.

Elise menatap kosong ke depan saat waktunya acara santap bersama, sedari tadi dia tidak berbalik sama sekali meski dia kesulitan duduk menyamping begini, lehernya jadi ngilu. Bagaimana harusnya wajah bertingkah menatap sosok yang duduk semeja dengannya? Dia kembali menyentuh liontin, menarik napas dan berbalik. Pandangan mata Ethan dan Nathan tertuju padanya.

Mulai dari urat wajah yang membatu, berangsur sekujur tubuh Elise kehilangan kendali selama beberapa saat dia tidak tahu harus bagaimana, idiot moment. Perlahan tangannya meraih ponsel. Cepat-cepat dia mengetik pesan pada Jojo dan Ester agar meneleponnya dan berpura-pura ada hal mendadak di rumah yang mewajibkannya untuk pulang. Setelahnya, ia memasukkan lagi ponsel ke dalam tas tangan bawaannya.

Karin menatap Elise sekilas. Matanya tajam mengintimidasi.

Harley Quinn time. Elise membalas tatapan tajam itu dua kali lebih menakutkan hingga Karin berkedip dan mengalihkan tatapannya.

Menu makanan sudah terhidang di atas meja, masih saja tidak ada yang membuka suara. Keysha sibuk dengan ponsel dari tadi.

“Nathan, cantikkan aku atau Elise?” suara Karin pelan di awal dan penuh tekanan saat menyebutkan nama terakhir.

Nathan menatap Elise sesaat, lalu beralih pada Karin.

Wahai kaum nyamuk, datang dan penuhi kepalaku dengan denganmu. Musnahkan suara penyihir gila di depanku ini, harap Elise dalam hati.


“Kalian berdua cantik,” Keysha yang memberikan jawaban. “Sama-sama cocok pakai gaunnya.”

Karin berubah cemberut.

“Why you look at me like that?” Elise tidak tahan dipelototi lagi oleh Karin, apa lagi tangannya terkepal di atas meja.

“Kamu udah negrebut Nathan.”

“Nggak ada apa-apa di antara kita berdua,” ucap Elise pelan. Matanya mengarah pada Nathan.

“Emang nggak ada apa-apa, Karin. kamu bawaannya cemburu mulu.”

“Terus yang aku lihat di  butik?”

“Loh, emang salah nyapa tetangga?” Kini jemari Elise saling berembuk di bawah meja.

Karin memainkan ujung rambut, mendadak dia berbalik ke arah Ethan.

“Kak Ethan pacaran sama Elise? Katanya dia sekarang mengandung anak Kakak dan siap ngelakuin apa pun untuk misahin Kak Ethan dan Kak Keysha.”

Angin menampar pipi Elise kuat, bukan karena cerita karangan si wanita jahat, melainkan rupa Ethan, dia berdiri begitu saja dan pergi meninggalkan mereka, lalu Keysha menyusulnya pergi.

Harapan agar mala mini berjalan baik nyatanya musnah seketika.

















Love Back TAMATWhere stories live. Discover now