12. Who is she?

11.8K 906 67
                                    

"Jelas dia mencin-"

"Eumph!" Ucapan Alexa terpotong karena pria itu menyambar bibirnya.

Alexa memukul dada Axel dengan sekuat tenaga. Axel melepaskan lumatannya di bibir Alexa.

"Apa-apaan kau?!" sentak Alexa.

"Berhenti mengatakan jika dia mencintaimu." Ucap Axel.

Axel berdiri dan hendak meninggalkan kamar itu.

"Kunci kamarmu, jangan sampai Shea melihat kondisimu seperti ini." Ucap Axel sebelum benar-benar meninggalkan kamar Alexa.

Alexa menunduk dan melihat dirinya sendiri. Kemeja yang ia kenakan dipenuhi bercak-bercak darah. Dirinya begitu kacau dan mengenaskan.

Alexa kembali menangis saat menatap ke depannya, tempat dimana Calvin terkulai lemah dan kemudian mati.

Ia masih tidak bisa menerima fakta bahwa Calvin-nya sudah tidak ada di sini.

***

Satu minggu berlalu, Alexa masih mengurung diri di kamar. Ia sama sekali tidak keluar dari sana. Makan pun ia tidak bernafsu. Ia hanya mendiamkan makanannya hingga digantikan dengan makanan baru dan begitu seterusnya. Kecuali jika Shea memasuki kamar dan memaksanya untuk makan, itu pun hanya satu atau dua sendok yang masuk ke dalam perutnya.

Ia tidak ingin melakukan apapun selain duduk di ranjang dan melamun. Saat mengunyah makanan semuanya terasa pahit dan hambar, saat tertidur pun ia selalu memimpikan kejadian dimana kekasihnya tertembak mati. Semuanya tidak nyaman untuk dilakukan.

Ia hanya dapat menatap kosong ke sembarang arah dan duduk sambil memeluk kedua lututnya. Tidak ada semangat untuk menjalani hari demi hari. Kondisinya sangat menyedihkan. Terlihat sekali bahwa ia sangat kehilangan Calvin.

Tiba-tiba Axel memasuki kamarnya dan berjalan mendekati Alexa.

"Apa yang kau inginkan? Katakan, semua akan kuturuti." Ucap Axel.

Ia sungguh lelah melihat Alexa seperti ini. Kondisi wanita itu semakin memburuk setiap harinya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari awal mereka bertemu, kulitnya pucat, bibir yang selalu dipolesi lipstik merah itu pun kini tidak berwarna lagi. Jangan lupa dengan matanya yang sembab dan kantong mata yang mulai menghitam. Rambutnya pun tidak ia sisir dengan baik dan hanya dibiarkan terurai bebas.

Axel sungguh bingung, ia takut jika ia mengatakan yang sebenarnya maka wanita itu akan semakin sakit hati. Ia tahu persis bahwa Alexa akan merasa lebih sakit lagi saat mengetahui pria yang sangat ia cintai tidak sungguh-sungguh mencintainya dan bermain belakang. Namun, ia juga tidak ingin Alexa terus menangisi pria brengsek itu.

Alexa menoleh ke arah Axel. Tatapannya dingin, lebih dingin dari Axel. Tidak ada lagi sorot menyala-nyala penuh kebencian di mata wanita itu. Apakah ia tidak mempunyai tenaga lagi untuk itu?

Sorot wanita itu membuat Axel terdiam dan tidak tahu harus mengatakan apa atau bahkan melakukan apa. Ia tidak suka Alexa seperti itu. Ia ingin Alexa yang seperti kemarin-kemarin, selalu menentangnya dan memakinya, bukan hanya diam dan tidak berdaya seperti ini.

"A-aku berjanji akan m-menuruti semua keinginanmu," ucap Axel pelan.

Ia sendiri tidak menyangka dirinya berbicara dengan terbata-bata dan lebih lembut dari biasanya. Seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh saja.

Hening sejenak, hingga kemudian Alexa membuka mulutnya.

"Aku ingin mati." Ucap Alexa dengan tatapan kosong ke depan.

Ucapan Alexa berhasil membuat hati Axel merasakan sedikit getaran tidak nyaman di sana.

"Tidak, jika itu aku tidak akan menurutinya." Ucap Axel.

Falling In Love With A KillerHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin